III

1.3K 244 11
                                    




"Where are you, babe?" Franklin menyapa kekasihnya dengan begitu mesra sehingga membuat Freya masih tetap tersipu. Padahal bukan baru kemarin mereka berpacaran dan Franklin hanya sekedar bertanya, bukan memuji atau menggodanya. Tetap saja Freya merasa bahagia atas perlakuan Franklin.

"Baru sampai, Sayang," ujar Freya pelan. Dia tersenyum pada seseorang yang berpapasan dengannya. "Pas banget kamu nelepon pas aku baru mau masuk ballroom."

"Jadinya kamu datang sama siapa?"

Freya menatap pintu masuk ballroom yang dihias sederhana, berikut tulisan di papan penunjuk yang menyebutkan acara apa yang sedang berlangsung di dalam.

Annual Charity Mutiara Bank.

"Alone, Sayang. Mama dan Ayah sudah sampai lebih dulu." Freya memutuskan untuk berbalik dan tidak langsung masuk ke dalam ballroom. Dia akan menyelesaikan teleponnya dulu dengan Franklin. "Rein juga sedang tidak di Jakarta."

Franklin diam saja hingga membuat Freya berpikir teleponnya terputus.

"Sayang?"

"Rein sudah tahu aku melamar kamu,"

Freya terkejut. Dari mana Franklin tahu bahwa Rein tahu?

"Err, iya. Kamu tahu dari mana?" Freya menyisir rambutnya dengan agak gelisah. Tahu mengenai pertengkaran pacar dan saudaranya, Freya selalu khawatir mengenai apa yang akan terjadi antara dua laki-laki ini.

"Rein ke Singapura dan mampir ke kantorku hari ini," ucap Franklin.

"Oh," Freya menutup mulutnya. "Dia memang ke Singapura tapi aku gak tahu dia menghampiri kamu."

"What can I do, babe?" Suara Franklin terdengar sedikit sedih.

"A.. apa maksud kamu?"

"What can I do to make your brother not mad at me everytime he sees me?"

Freya ingin tertawa karena Franklin terdengar sedikit memelas, sesuatu yang 'bukan Franklin' untuk terlihat lemah begini. Sedetik kemudian Freya tahu bahwa Franklin serius dan tidak seharusnya Freya tertawa.

"Aku juga gak paham kenapa Rein selalu galak sama kamu. Memang kalian punya masalah apa sih?"

"Ada lah, urusan cowok,"

Jawaban Franklin membuat Freya memutar bola matanya. "Selalu begitu setiap aku tanya. Aku jadi gak tahu mau kasih saran apa. Kalian sudah coba duduk berdua dengan tenang?"

"Hmmm," Franklin kembali bergumam.

"Never," Freya yang menjawab pertanyaannya sendiri. "Kamu di Singapura dan Rein di Jakarta. Jarang ketemu. Sekalinya ketemu, berantem terus. Gak aneh gak pernah ngobrol baik-baik."

"Yeah..."

"Mungkin kapan-kapan kamu harus ngobrol baik-baik sama Rein," Nada suara Freya melembut dan rasanya dia ingin duduk di hadapan Franklin, mengelus pipinya dan turun hingga 5 o'clock shadownya, dan kemudian dia akan merasakan bibir Franklin di bibirnya.

"Okay. I will. Anyway, apa kamu akan sampaikan sekarang ke orang tua kamu bahwa aku sudah melamar kamu?"

"Hmm, inginnya. Aku gak sabar ingin orang terdekatku tahu bahwa pacarku tersayang sudah melamar aku, tapi kamu bilang kan untuk Mama dan Ayah, akan kamu beritahu sendiri," Freya menatap cincin yang melingkar di jarinya. Semoga saja Mama atau Ayah tidak menyadari aksesoris ini. Jika mereka sadar, Freya harus membuat alasan yang meyakinkan, karena sesungguhnya Freya tidak rela melepas cincin ini hingga Franklin melamarnya secara resmi.

"Baiklah. Sesuai rencana kan? Pekan ini aku ke Jakarta."

"Iya, aku sudah bilang Mama dan Ayah untuk sediakan waktu makan malam bersama," Freya kembali bersemangat saat mengingat rencana yang akan membuat hubungannya dengan Rein semakin kuat.

The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang