Jarang sekali Rein datang ke kantor tempat dia bekerja sebagai arsitek. Selain memang dia lebih senang bekerja dari rumah dan perlengkapannya pun mumpuni, atasannya pun tidak mewajibkan anggota timnya untuk datang ke kantor dengan frekuensi tertentu. Kantor arsitek ini hanya rutin dihadiri bagian operasional seperti Finance, HRD, Logistik. Sesekali Marketing & Sales dan para arsitek datang. Hanya sesekali Rein perlu datang ke kantor. Seperti saat adanya rapat bulanan atau adanya proyek baru yang akan ditugaskan kepada mereka.
Seperti hari ini.Rein diminta hadir di rapat yang akan membahas proyek perumahan vertikal modern. Tim Marketing berhasil memenangkan tender ini dan sekarang giliran Rein bersama tim untuk mengeksekusi rencana ini supaya sesuai dengan kebutuhan klien.
Rein membuka pintu ruang meeting tepat sepuluh menit sebelum rapat dimulai. Rupanya sudah banyak peserta meeting yang hadir di ruangan ini. Rein mengenali rekan-rekannya yang kompak mengenakan lanyard bertuliskan nama kantor mereka. Semuanya duduk di sisi sebelah kanan, paling dekat dengan pintu. Sementara di seberang sana, sudah dipastikan adalah klien mereka.Ada lima orang. Mata Rein menyapu secara cepat untuk mengenali kliennya itu. Orang yang Rein duga sebagai pemimpin mereka, sekarang sedang mengobrol dengan Pak Zainal, arsitek senior sekaligus pemilik kantor ini. Di samping pria yang sedang mengobrol bersama Pak Zainal, duduk satu-satunya perempuan yang sedang menatap lurus ke laptop.
Tapi... tatapannya kosong.
Rein tahu pasti perempuan itu tidak memandang apa pun di layar laptopnya. Tangannya pun hanya diam di atas keyboard. Rein mengenali ekspresi itu sebagai ekspresi dari orang yang sedang memiliki masalah berat. Ekspresi yang sama yang muncul di wajah Freya kalau dia sedang pusing.
Sisa klien lainnya semuanya laki-laki dan juga tampak asik mengobrol.
Tepat ketika Rein menutup pintu, Pak Zainal mendongak karena mendengar suara pintu tertutup.
"Rein!" panggil Pak Zainal.
"Pagi, Pak," balas Rein. "Pagi semua."
Pak Zainal melambai agar Rein mendekat ke arahnya. Rein menghampiri Pak Zainal seraya mengeluarkan kartu nama dan memberikannya kepada kelima klien mereka. Termasuk kepada perempuan berwajah sedih itu. Mereka balas memberikan kartu nama mereka sendiri. Sekilas Rein membaca namanya.
Roos Bella Suryawijaya.
Nama yang artinya cantik dan terang tapi sepertinya bertolak belakang dengan kondisinya saat ini.
"Tjandika-Watson?" tanya Pak Wimar, Business Development Manager yang menjadi pemimpin klien kali ini. Beliau menatap kartu nama Rein dan memandangnya.
Rein menoleh ketika menyadari dirinya yang dimaksud.
"Ya Pak?"
"Putranya Kalila Tjandika kah? Suaminya bule kan?"
Rein tersenyum sopan. "Kalila Tjandika nama ibu saya, Watson nama ayah saya."
"Wah dunia sempit sekali," ujar Pak Wimar. "Kalila itu teman SMA saya. Entah dia masih ingat atau tidak. Sudah lama kami tidak bertemu dan saya cuma sempat dengar berita dulu dia menikah dan sesekali namanya muncul di berita fashion. Anak saya hobi sekali pakai desainnya dia."
Perasaan Rein menghangat mendengar ada orang menghargai kerja keras ibunya.
"Terima kasih, Pak. Nanti saya bilang pada beliau."
Pak Wimar mengangguk dan meeting pun dimulai. Pak Zainal dan Pak Wimar tidak tanggung-tanggung dalam meeting ini. Tidak ada agenda yang tidak penting. Semuanya detail membahas mengenai kebutuhan klien, target, biaya, teknis pengerjaan, laporan rutin, hingga jika ada masalah yang muncul.
Sesekali Rein memperhatikan Roos. Dia sekarang menampilkan wajah 100% fokus dan berapi-api. Terlihat dari jari berkuku biru yang bergerak lincah di atas keyboard. Tidak ada tanda-tanda orang dengan pikiran menumpuk seperti yang Rein lihat tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)
RomansaFreya Kindangen dan Reinaldo Maindoka adalah sepasang anak kembar yang tidak senang disama-samakan tapi menyayangi satu sama lain tanpa mau mengakui. Freya mewarisi sifat sang ayah yang sangat kalem dan Rein mewarisi keceriaan ibunya. Freya tidak p...