Freya menaruh tangan di atas alisnya agar sinar matahari tidak terlalu menyengat menerpa wajahnya. Meskipun dia sudah mengenakan sunscreen, tapi sebaiknya tetap saja meminimalisasi paparan sinar matahari ke wajahnya ini. Sedangkan untuk matanya, seharusnya dia membawa sunglasses juga. Sayangnya hal itu lupa dia lakukan.
"Lebay," komentar Dinda yang berjalan di samping Freya.
"Biarin," timpal Freya sambil tetap berjalan seperti itu.
Freya dan Dinda baru saja usai makan siang di salah satu restoran dekat gedung tempat mereka bekerja. Karena lokasinya yang dekat, kedua gadis ini berjalan kaki menuju dan dari tempat tersebut. Saat mereka berangkat, cuaca tidak terlalu terik. Namun saat mereka kembali, matahari sepertinya memutuskan untuk menambah kekuatannya sehingga terasa lebih menyengat.
Berbeda dengan Freya, Dinda tampak santai saja meski peluh mulai membasahi wajahnya dan membuat poninya lepek.
Begitu sampai di ruangannya nanti, Freya sudah berniat untuk minum air mineral dingin dan melepas sepatu Louboutinnya. Tidak perlu ada yang tahu dia nyeker jika hanya sendiri di ruangan.
Freya dan Dinda sama-sama melambatkan langkah begitu melihat di depan lobi mereka mendadak ramai. Padahal tadi sepertinya sepi-sepi saja. Begitu cepat sesuatu terjadi tanpa disadari.
"Ada apa ya?" Dinda yang lebih penasaran, berjalan lebih dulu dari Freya menghampiri kerumunan itu. Setelah dilihat dari dekat, itu adalah kerumunan orang-orang yang mengelilingi sebuah set tempat syuting. Ada beberapa orang berlalu lalang, ada kursi yang sedang ditata, ada orang yang sedang didandani, ada kamera yang sedang diatur. "Oh syuting."
Freya berdiri di samping Dinda yang sudah menyeruak hingga ke bagian depan. Mereka berdiri tepat di depan pita yang dipasang mengelilingi lokasi syuting ini. Pemandangan ke kesibukan yang terjadi terlihat sangat jelas. Mendadak keduanya lupa akan niat untuk segera kembali ke kantor.
Orang yang sedang didandani itu... sepertinya Freya pernah melihatnya.
Dia menolehkan kepala ke sebelah kiri dan matanya bertatapan dengan Freya. Untuk dua detik mereka saling berpandangan. Ya, tentu saja Freya mengenalnya. Orang tua mereka berteman baik. Walaupun tidak berarti anak-anaknya serta merta menjadi akrab juga.
Artis itu memberi isyarat pada kru yang mendandaninya untuk berhenti. Dia segera bangkit dan tanpa ragu berjalan ke arah kerumunan penonton. Ke arah Freya lebih tepatnya. Orang-orang di sekitar Freya, termasuk Dinda, membuat suara-suara terkejut dan bertingkah seperti akan mendapatkan hadiah tak terduga. Beberapa handphone dikeluarkan untuk bersiap menangkap figur salah satu makhluk Tuhan paling indah dari dekat.
"Bukannya itu..." Dinda mendesis, tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Hai, Gav," sapa Freya dengan sangat santai. Dinda terkesiap dan memandang temannya dengan heran. Seakan ingin berkata, "lo kenal sama artis?"
"Freya. Long time no see," balas Gavin, mengulurkan tangannya. "How ya doin?"
"Fine. Good. Great," balas Freya. "Syuting di sini?"
"Iya, buat iklan bank," Gavin menunjuk ke belakang. Freya melihat sebuah logo bank yang memang berkantor di gedung yang sama dengan tempat kerja Freya. "Kamu kerja di sini juga sepertinya?"
"Yep, 38th floor," Freya mengangguk.
"Beberapa waktu lalu ada makan malam," Gavin membuka topik pembicaraan.
"Ah iya. Aku gak bisa ikut," Freya mengingat suatu hari di mana Mama dan Ayah mengingatkannya untuk makan malam bersama Tante Amy dan Om Lee.
"Iya. Jadinya hanya Om Arthur, Tante Kalila, dan Rein. Keluarga kita terhitung sering ketemu. Tapi kita, sama sekali jarang ketemu," Gavin menekankan kata kita. "Bisa dibilang aku dan kamu baru ketemu hanya waktu open house kalau Lebaran."
Freya tertawa pelan. Dia memang kurang menikmati waktu kumpul beramai-ramai dengan orang lain. Dia akan melakukan itu jika terpaksa, seperti tidak ada Rein yang akan mewakili, atau jika mamanya yang merayu dengan sepenuh hati. Mungkin karena itulah dia jarang bertemu dengan Gavin.
"Mungkin waktunya aja yang gak tepat, Gav," Freya mengangkat bahu.
"Tapi weekend ini waktunya tepat kan?" Gavin menyeringai.
"Eh?" Freya terperangah. This weekend? Bukannya ada makan malam keluarga mereka saja? Ditambah dengan pacar Rein dan Freya alias Ratu dan Franklin? Kenapa tiba-tiba Gavin membahas soal itu? Apakah maksudnya ada rencana yang belum Freya ketahui?
"Makan malam keluarga kita. Your parents, my parents, their children with their girlfriend or boyfriend. Dimana hanya aku yang bakal datang sendirian nanti karena aku satu-satunya yang gak punya pacar," Gavin menertawakan nasibnya sendiri. Sementara Freya masih tercengang.
"Ah, aku udah dipanggil. Oke. Happy working, Freya. See you this weekend," Gavin melambai dan segera meninggalkan Freya.
Butuh satu tepukan di pundak Freya untuk menyadarkan Freya dari lamunan dan mengikuti Dinda untuk melanjutkan perjalanan mereka. Mamanya tidak mengatakan apa-apa terkait keluarga Kusuma. Jadi kenapa sekarang tiba-tiba saja?
"Buset, keringet gue ngucur udah kayak air kran!" Dinda berseru sembari melap keringat yang mengalir di pelipisnya.
Freya menatap Dinda lalu merogoh sakunya. "Nih," Freya mengulurkan sapu tangan.
"Thanks," Dinda mengambil sapu tangan berbordir huruf F dan mengelap wajahnya. "Tumben belom ilang."
Tanggapan Freya hanya berupa tawa pelan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)
RomanceFreya Kindangen dan Reinaldo Maindoka adalah sepasang anak kembar yang tidak senang disama-samakan tapi menyayangi satu sama lain tanpa mau mengakui. Freya mewarisi sifat sang ayah yang sangat kalem dan Rein mewarisi keceriaan ibunya. Freya tidak p...