"Ma..." sapaan Freya terhenti karena suasana rumahnya ternyata tidak setenang biasanya.
"Bunga yang kemarin dipesen udah dianter belum? Coba ditelepon ke floristnya," ujar Kalila di sebuah titik. Sedetik kemudian dia berpindah ke dapur.
"Ningsih, ini kalau ditambahin garam sedikit lagi kayaknya lebih enak ya?" Kalila mencicipi makanan yang masih berada di atas kompor. Ningsih yang bertanggung jawab dengan makanan, mengambil sendok lain lalu mencicipi makanan itu. "Oke, Nya."
Kalila lalu dengan lincah berpindah ke meja makan untuk melihat penataan meja di halaman belakang yang nanti akan diisi sebelas orang. Tampaknya Kalila lupa bahwa putrinya sudah tiba dan sedang berdiri bingung di tengah rumah.
"Ini cuma makan malam biasa kan Yah?" tanya Freya keheranan, pada Arthur yang baru turun dan menghampiri putrinya.
"Well, supposed to be. But you know your Mom," Arthur memeluk Freya dan mencium keningnya. "How are you?"
"Sehat, Yah. Ayah sehat kan?" Freya merangkul Arthur dan mereka duduk di sofa bersebelahan.
"As you see," Arthur tersenyum. "Kenapa datang sendiri? Bukannya Franklin mau datang juga?"
"Franklin ke sini sendiri, menyusul. Dia masih harus ketemu orang tuanya dulu karena baru mendarat tadi pagi dari Singapura. Lagipula sekarang masih jam empat, Yah. Janjinya kan masih jam tujuh malam."
Arthur tertawa pelan. "Tiga jam itu gak berasa. Setidaknya itu yang dipikirkan Mamamu sampai sudah sibuk sedari pagi."
"Mama kan memang selalu seperti itu," Freya kembali memandangi ibunya yang masih berlalu lalang. Sementara Kalila sibuk, Freya dan Arthur duduk dengan wajah datar di sofa.
"Arthur, kamu nanti pakai baju ap... Lho, Freya, kapan kamu sampai?"
Kalila memeluk Freya yang tertawa-tawa. "Udah dari tadi, Ma. Mama terlalu sibuk sih jadi gak sadar."
"Ya udah sini bantu Mama," Kalila menarik tangan Freya dan dengan demikian Freya harus meninggalkan kenyamanannya duduk santai bersama Sang Ayah.
Pukul enam, saat Freya sedang merapikan dandanan dan pakaiannya, dari jendela kamarnya terlihat bahwa sebuah mobil bergerak masuk ke rumahnya. Mobil Rein. Itu artinya Ratu juga tiba. Tidak mungkin Rein membiarkan Ratu datang sendiri. Kalau itu terjadi, bisa dipastikan sifat menyebalkan Ratu muncul.
Freya menatap pantulan wajahnya di cermin sekali lagi. Ya, dia tetap cantik seperti biasa, dengan sisi tidak banyak bicara yang diwarisi dari ayahnya. Walaupun kadang minimnya keinginan bicara Freya membuat dia terkadang merasa kalah. Termasuk saat Ratu selingkuh dengan mantan pacarnya, Freya tidak marah, dia hanya mengatakan bahwa dia tidak mau bertemu Ratu lagi, setelah itu dia menangis sendirian.
Handphone Freya berbunyi, Franklin mengabari bahwa dia sudah dekat. Freya menarik napas beberapa kali, mengumpulkan keberanian dan ketenangan. Entah akan jadi apa makan malam kali ini. Freya ingin memanfaatkan momen ini untuk kemajuan hubungannya, tapi dia tetap tidak senang dengan keberadaan Ratu.
Kalau diingat lagi, ini rumahnya. Jadi seharusnya Freya punya kepercayaan diri lebih dibanding Ratu. Freya tidak boleh kalah atau bahkan terlihat kalah. Kalau perlu, hari ini juga Freya membuat saudara kembarnya putus dari Ratu.
Dengan kepercayaan diri yang lebih meningkat, Freya keluar dari kamarnya untuk menuju ruang tamu. Sebelum makan malam dimulai, pasti para tamu undangan akan berkumpul terlebih dulu di ruang tamu. Ketika waktunya tiba, maka semuanya akan dipersilakan menuju ruang makan.
Entah langkahnya yang terlalu lambat atau rumahnya yang terlalu besar, ketika Freya sampai di ruang tamu, bukan hanya Rein dan Ratu yang sudah tiba. Melainkan juga keluarga Kusuma, beserta anak-anak mereka dan seorang perempuan. Freya tebak itu adalah pacar David. Gavin sendiri yang bilang dia satu-satunya yang tidak punya pacar.
"Hai, Frey," sapa Gavin yang berdiri paling dekat dengan tangga tempat Freya baru saja sampai.
"Hai, Gav," Freya tersenyum pada sosok aktor satu ini. "Baru datang?"
"Baru banget datang. Tapi ortu aku udah akrab banget sama ortu kamu," Gavin menunjuk ke arah lain dan melihat keempat orang tua mereka sedang asyik mengobrol. Hmm, tepatnya Tante Amy dan Kalila yang sama-sama banyak bicara. Om Lee dan Arthur mengobrol dengan raut serius, Freya bisa menebak topik obrolan mereka tidak akan jauh dari seputar dunia bisnis.
"Friendship never ends," Freya menggeleng. "Aku harus nyapa mereka dulu ya."
Gavin mempersilakan Freya menyapa orang tua Gavin, menyapa David dan Theana, lalu menghampiri kembarannya, yang sedari tadi tampak sudah tidak sabar ingin bicara padanya.
"Good afternoon, Twin. How was your day?" Freya memeluk Rein dan sengaja membuat Rein melepaskan pegangannya di tangan Ratu.
"You know my days," Rein tertawa. "You?"
"You know it as well," balas Freya lalu tanpa bicara lagi menjauh dari Rein tanpa melirik Ratu sedikit pun.
"She hates me," Freya bisa mendengar Ratu bicara pada Rein.
Freya rasanya ingin tertawa. Bukankah itu rahasia umum?
Langkah Freya terhenti ketika ternyata Gavin memperhatikan sikap Freya kepada pacar saudaranya. Kening Gavin berkerut walaupun mulutnya terkatup. Dia menatap Freya seakan menunjukkan rasa penasarannya. Freya malah membalas rasa penasaran Gavin dengan senyum dan kembali berbalik arah karena rupanya Franklin sudah tiba.
Bagi Freya dan Rein, tensi di ruangan mendadak berubah. Musuh-musuh mereka dikumpulkan dalam satu tempat.
***
Halo! Bertemu lagi dengan si kembar. Yuk vote dan komennya yaaa 💖
-Amy
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)
Roman d'amourFreya Kindangen dan Reinaldo Maindoka adalah sepasang anak kembar yang tidak senang disama-samakan tapi menyayangi satu sama lain tanpa mau mengakui. Freya mewarisi sifat sang ayah yang sangat kalem dan Rein mewarisi keceriaan ibunya. Freya tidak p...