Keberadaan Rein di Singapura kali ini sesungguhnya untuk sebuah tugas besar yang memang Rein tunggu. Sejak akhir tahun lalu, kantornya telah berhasil memenangkan tender sebuah perusahaan telekomunikasi di Indonesia, yang bermaksud membuka cabang di Singapura. Tentu saja ini artinya nominal yang diberikan mampu menambah pundi-pundi tabungan Rein, sekaligus memberinya liburan singkat tanpa perlu mengeluarkan biaya.
Hanya satu hal yang Rein lewatkan. Dia tidak menceritakan kepada Ratu berapa lama dia akan berada di Singapura. Kekasihnya pasti akan mengamuk.
Sudah seminggu Rein berada di Singapura. Selama seminggu ini hubungannya dan Ratu masih baik-baik saja. Ratu tidak bertanya kapan Rein pulang. Mereka memang sama-sama sibuk dan menyukai pekerjaan masing-masing. Jadi mereka tidak akan mengganggu kalau pasangannya sedang mengerjakan tugasnya. Telepon-telepon yang dilakukan setiap malam sebelum tidur biasanya membahas apa yang sudah dicapai hari ini, kata-kata romantis, dan ciuman virtual.
Tadi malam Rein hampir tidak bisa tidur ketika Ratu 'tidak sengaja' mengarahkan kamera ke arah dadanya yang tidak mengenakan apa-apa. Baru selesai mandi dan tangannya licin, katanya.
Rein mengumpat sendiri di kamarnya setelah itu. Meski sudah berpacaran bertahun-tahun, Rein dan Ratu tidak pernah bersentuhan intim lebih dari sekedar ciuman. Rein dan Ratu sama-sama normal, mereka membutuhkan sentuhan dari pasangannya. Ratu beberapa kali menggoda Rein tapi Rein adalah pria yang teguh pada prinsipnya. Jadi, dia tidak pernah jatuh pada godaan Ratu.
Salah satu yang menyebalkan selama keberadaannya di Singapura adalah dia jadi sering bertemu Franklin. Pacar kembarannya yang masih tidak Rein sukai saat ini.
Kantor Rein menyewakan apartemen yang sama di tempat Franklin tinggal. Mungkin apartemen ini menjadi tempat yang direkomendasikan bagi para warga Indonesia yang berada di Singapura. Karena itu, hampir setiap pagi Rein dan Franklin berpapasan di lobi saat keduanya menunggu jemputan.
Franklin berusaha bersikap ramah kepada Rein. Rein sebaliknya. Sebisa mungkin tidak perlu bicara dengan Franklin. Rein menduga bahwa Franklin bersikap ramah karena dia berpacaran dengan Freya. Kalau tidak, orang itu pasti sama brengseknya seperti ketika jaman sekolah dulu.
"Morning, Rein," sapa Franklin tepat saat Rein sampai di lobi.
Rein menoleh ke arah Franklin dan hanya membalas dengan mengangkat sebelah alis.
"Coffee?" Franklin menawarkan kembali.
"Kalau nawarin ya lo pegang dua gelas kek. Ini cuma satu. Gue harus minum dari gelas lo juga? Romantis amat," balas Rein tanpa memandang Franklin.
"There's new coffee shop downstairs. If you want, you can go there by yourself," kata Franklin tenang.
Rein memilih diam. Jemputannya belum tiba. Begitu pula teman sesama arsiteknya. Selama Franklin belum pergi, berarti Rein masih akan berada bersama Franklin di sini.
"When will you come back to Indonesia?" Franklin bicara lagi.
"Lo ngusir?" Tanya Rein sewot.
Franklin tercengang lalu tertawa. "Gue bakal balik minggu depan. Rencananya gue bakal ketemu Om Arthur dan Tante Kalila. Bukannya bagus kalau lo juga ada di situ?"
Rein menghentakkan kakinya dan berbalik menghadap Franklin. Pacar saudara kembarnya itu tersenyum. Kalau ingat bahwa Franklin bisa menghajar orang meski tersenyum seperti ini, Rein semakin tidak mengijinkan Freya menikahi Franklin.
"Udah gue bilang gue mau lo sama putus sama Freya. Ini malah mau ketemu ortu gue segala. Lo gila apa?"
"Mungkin. Gue tergila-gila sama saudara lo," Franklin mengangkat gelas kopinya. "Jemputan gue udah dateng. Gue duluan."
Franklin berlalu, menaiki mobil dan pergi. Di belakang mobil Franklin, muncul mobil jemputan untuk Rein. Bersamaan dengan temannya sampai di lobi.
Rein semakin gusar mendengar kalimat percaya diri Franklin. Sambil menaiki mobil, Rein mencari nomor Freya. Dia harus memperingatkan Freya agar jangan melangkah ke jenjang lebih serius dengan pria seperti Franklin.
Belum sempat Rein menelepon Freya, ponselnya sudah berdering lebih dulu.
"Apa?" Rein mengangkat telepon dengan galak.
"Kok kasar banget?" Tanya Ratu di ujung sana.
"Mood aku lagi jelek banget. Ngapain kamu nelepon?"
"Haaah? Mood kamu jelek terus lampiasinnya ke aku? Bukan aku ya yang bikin mood kamu jelek. Aku baru aja nelepon bermaksud nanya kabar kamu," Ratu membalas tidak kalah ketus. Rein lupa bahwa Ratu juga bisa lebih ganas.
"Iya, sorry. Jadi apa?" Rein menurunkan nada suaranya tapi sepertinya itu belum cukup normal.
"Harusnya aku deh yang tanya ada apa. Kenapa kamu gak bilang sih kalau kamu bakal lama di Singapura? Aku gak bakal tahu kalau gak ditelepon mama kamu dan tanya apa aku bisa datang makan malam minggu depan."
"Hah?"
"Tante Kalila ngira kamu udah bilang ke aku. Ya aku kayak orang bego aja gak tau apa-apa. Aku juga gak tau kamu bakal pulang kapan. Kenapa sih Rein? Gitu doang kamu susah kabari aku?"
Rein menutup matanya dan bersandar di kursi.
"Sorry aku gak bilang aku baru pulang minggu depan. Lalu soal makan malam, aku lupa." Orang tuanya memang sudah menjadwalkan makan malam pekan depan. Sepertinya itu karena Franklin pun akan datang. Ah sial.
"Gampang banget kamu bilang lupa. Yang malu di depan mama kamu itu aku, Rein. Kita teleponan hampir tiap hari lho! Walau aku ngantuk, aku bela-belain telepon sama kamu. Aku sengaja bangun karena mau ketemu kamu. Aku bahkan sengaja nunjukkin dada aku supaya kamu seneng. Terus kamu malah biasa aja gini? Kamu lupa sampaikan hal yang penting? Kamu masih anggap aku pacar gak sih?"
Di tengah repetan Ratu, satu fakta malah melintas di kepala Rein. Oh jadi Ratu memang sengaja menggodanya.
"Masih, My Queen. Kamu masuh pacar aku. Oke, aku salah. Aku minta maaf. Minggu depan kita ketemu di rumah orang tua aku. Oke?"
"Terserah!" kata Ratu ketus. Setelah itu dia menutup teleponnya.
"Woh, galak," cibir Rein kepada layar telepon.
"Jadi..." temannya menoleh dari jok depan. "Setiap malam lo video call mesum ya sama cewek lo?"
"Wah anji* nguping lo ya," Rein mengambil permen yang tersedia dan melempar kepada temannya. Dia malah tertawa. Berbeda sekali dengan Rein yang mood-nya semakin buruk.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)
RomanceFreya Kindangen dan Reinaldo Maindoka adalah sepasang anak kembar yang tidak senang disama-samakan tapi menyayangi satu sama lain tanpa mau mengakui. Freya mewarisi sifat sang ayah yang sangat kalem dan Rein mewarisi keceriaan ibunya. Freya tidak p...