Rein sedang duduk kekenyangan di sofa, dengan laptop di pangkuannya. Siang ini Freya membuatkan makan siang bagi Rein dan dirinya sendiri. Itu yang membuat Rein makan lebih banyak dari biasanya dan sekarang tampak sulit untuk bergerak. Untung sebelumnya dia sudah Shalat Dzuhur terlebih dahulu. Kalau tidak, perjuangan besar untuk bisa beribadah dengan perut penuh yang bawaannya ingin rebahan.
Freya memandang geli sekaligus jengkel kepada saudara kembarnya. Jengkel karena Rein memakan porsi makan malam sekaligus tapi geli karena melihat saudara kembarnya sekarang kewalahan.
"Gak usah ketawa-ketawa. Kalau ngetawain lagi, jangan kerja di sini," kata Rein setelah memergoki Freya meliriknya dan menutupi tawanya lagi.
"Galak banget," Freya menjulurkan lidah lalu kembali ke laptopnya. Hari ini Freya memilih bekerja dari rumah. Rumah Rein tepatnya. Fasilitas teknologi di rumah Rein sudah lengkap seperti kantor sendiri. Jadi Freya tidak perlu khawatir kalau perlu internet, scan, fotokopi, foto, dan apalah hal lainnya.
Selain itu, Jakarta juga hujan deras sejak pagi. Jadi Freya memilih bekerja dengan ditemani Rein.
Kedua anak kembar ini tenggelam dalam pekerjaannya masing-masing. Hanya suara hujan yang jadi suara latar belakang mereka. Tiba-tiba suara hujan tersaingi oleh dering handphone. Baik Rein maupun Freya sama-sama mendongak.
"It's mine," ujar Rein.
Rein menyingkirkan laptopnya lalu membalikkan handphone lebih dulu. Nomor tak dikenal yang meneleponnya. Rein tidak suka mengangkat telepon dari nomor tidak dikenal. Walaupun itu salah satu resiko memiliki satu nomor untuk pribadi maupun pekerjaannya.
Rein mematikan dering namun tidak menolak telepon yang masuk. Biar saja si penelepon menelepon sampai lelah. Rein tidak akan mengangkatnya. Handphone itu kembali disimpan di atas meja tapi Rein tetap memandangi layarnya. Akhirnya telepon putus dan muncul sebuah pesan.
Halo, Rein. Ini Bella.
"Oh," Rein menggumam, kembali ia meraih handphone dan ganti menelepon Bella. "Halo, Bella."
Freya yang tadinya kembali fokus bekerja, sekarang telinganya seakan membesar begitu mendengar Rein menyebut nama perempuan selain Ratu. Meski tatapannya ke arah laptop, tapi Freya menajamkan telinganya untuk mendengar percakapan Rein.
"Hai, maaf mengganggu. Sedang bekerja kah?"
"Iya, dari rumah. Kenapa, Bel?"
"I would like to return your jacket. Rencananya mau dikirim hari ini. Tapi entah hujan ini berhenti kapan. Tapi akan dikembalikan sesegera mungkin. Tadinya gue mau langsung kirim ke kantor tapi katanya lo jarang ke kantor. So, boleh minta alamat rumah?"
"Pegang dulu aja, Bel. Jaket gue belum bakal dipake kok. Minggu depan kita meeting lagi kan? Bisa balikin pas itu aja."
"Oh oke. Akan gue jaga baik-baik kok. Makasih ya." Tanpa Rein ketahui, sebenarnya Bella tidak enak menyimpan jaket ini lama-lama. Dia kaget mendengar harga laundry jaket yang dia pakai mengelap ingus. Setelah Bella browsing, ternyata jaket yang dipinjamkan Rein itu harganya sama seperti beberapa gram emas. Tapi Rein malah cuek saja membiarkan Bella mengelap air mata dan ingusnya dengan jaket itu. Karena perasaannya sungkan, jadi Bella ingin segera mengembalikan jaket itu. Secara langsung, sebenarnya.
"No problem. Yang penting lo udah baik-baik aja. Eh, udah beres kah masalah apa pun yang bikin lo nangis itu?"
Bella tidak langsung menjawab. Kalau diingat-ingat, rasa sakit hatinya masih ada dan dia pasti tidak bisa move on secepat itu. Tapi bukan berarti dia harus menceritakan panjang lebar pada Rein kan?
"I'm much better now," kata Bella akhirnya. Jawaban aman. Tidak berbohong, tidak menimbulkan tanya, tidak melebih-lebihkan.
"Nice then."
Bella kembali mengucapkan terima kasih dan Rein pun menutup teleponnya.
"Who is Bella?" tanya Freya tanpa basa basi.
"Klien."
"Cewek?"
"Tulen."
"Cantik?"
"Cantik."
"Single?"
"Gak tau."
"Enak diajak ngobrol gak?"
"Baru ngobrol dua kali. Pertama dia nangis deres. Kedua barusan. Nyambung sih nyambung. Waktu aku tanya apa masalahnya udah beres, dia gak jawab dengan teori gravitasi."
"Ck," Freya menggeleng.
"Kalau kamu berpikir mau jodohin aku sama Bella, ingat bahwa aku masih punya Ratu. Get that idea out of your mind, Sis." Rein memakai sandalnya lalu berdiri.
"Ugh, the perks of being twins. You know what is in my mind."
Rein mengangkat jempolnya. "Except one. Why do you hate Ratu so much? You never want to tell," Rein berseru dari dapur.
"Same thing goes for you. You never want to tell me why you hate Franklin so much," balas Freya.
"Guess we have our own big secret," kata Rein tak acuh.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twin's Troubles - END (GOOGLE PLAY)
RomansaFreya Kindangen dan Reinaldo Maindoka adalah sepasang anak kembar yang tidak senang disama-samakan tapi menyayangi satu sama lain tanpa mau mengakui. Freya mewarisi sifat sang ayah yang sangat kalem dan Rein mewarisi keceriaan ibunya. Freya tidak p...