***
Sehari telah berlalu, kini Maeda tengah bersiap-siap hendak pergi sekolah.
"Nek, hari ini nenek gak masak ya?" tanya Maeda kepada sang nenek yang tengah sibuk di dapur.
"Ndak, cucuku. Maafkan nenek ya, nenek masih sibuk buat adonan" ujar beliau yang tengah sibuk mengaduk adonan kue untuk dijual.
"Yaudah gapapa kok nek. Kalau gitu Maeda berangkat ya" pamit Maeda.
"Iya. Hati-hati ya Eda..." pesan sang nenek.
Di luar, Maeda hendak mengeluarkan sepedanya. Namun, tiba-tiba datanglah seseorang dengan motor besarnya. Siapa lagi kalau bukan Axel.
"Eh, Xel? Kok lu kesini?" tanya Maeda saat Axel tepat memarkirkan motornya di depan Maeda.
"Kok lu gak pake seragam sih!?" Maeda terkejut saat melihat penampilan Axel yang tidak mengenakan seragam sekolah.
"Gue ada urusan di luar, Mae. Dan gue hari ini bakal nganterin lu" kata Axel.
"Tapi kan, hukuman kita masih berlaku... Gue gak mau salah satu dari kita kenapa-napa" Maeda sangat cemas akan ancaman Pak Bambang.
"Tenang, gue udah ada rencana kok. Yang penting sekarang lu gak telat, yuk buruan naik" titah Axel. Maeda hanya bisa pasrah.
"Yakin gak akan kenapa-napa?" tanya Maeda memastikan.
"Udah tenang aja, sayang. Pegangan yang kenceng" Maeda hanya bisa mengikuti perintah Axel. Ia hanya bisa berharap semuanya baik-baik saja.
.
.
.
"Maaf ya Mae, gue cuma bisa anter sampe sini..." sesampainya di swalayan dekat sekolah mereka, Axel langsung meminta maaf."Gapapa kali Xel, gue malah berterima kasih banget lu mau nganterin gue" ujar Maeda.
"Apapun demi Maeda..." gombal Axel.
"Pagi-pagi udah nge jayus. Dah ah, kalau gitu gue masuk ya" Maeda pun menyalami tangan Axel.
"Lha, ngapa lu salam ke gue?" Axel terheran-heran dengan tingkah Maeda.
"Pengen aja. Udah ah, makasih ya sekali lagi" Maeda meninggalkan Axel di tempat. Untuk beberapa saat, Axel menatap punggung Maeda sebelum menghilang di belokkan. Axel menyalakan kembali mesin motornya dan melaju pergi.
Di sisi lain.
Maeda telah memasuki kawasan sekolah. Bukan sapaan yang ia dapat, malah omongan jelek tentang dirinya dari beberapa siswa yang tau akan kejadian yang terjadi kemarin.
"Si homo datang"
"Awas awas, kasih jalan buat si homo"
"Aduh, meni geulis gini"
"Hei cantik, mau kemana nih? Ahahaha"
Ejekkan mereka begitu mengganggu Maeda. Hingga beberapa saat, anak-anak badung menghalangi jalan Maeda.
"Maksud lu apa matahin tangan anak gue, hah!? Lu bang jago disini!?" tanya si ketua dari anak-anak badung tersebut. Tangan Maeda sudah mengepal erat dan siap meluncurkan serangannya. Tapi mendadak, semua gerakannya terhenti karena seseorang.
"Minggir, gue sama dia ada urusan..." ujar pria di belakang Maeda dengan nada yang menakutkan.
'Kak Deva!?' batin Maeda. Deva pun membawa Maeda pergi dari anak-anak tersebut. Yang lainnya hanya bisa menatap keduanya pergi melalui mereka.
"E-eh kak?" Maeda terlihat begitu gugup saat badannya di rangkul oleh Deva.
"Gue mau bicara bentar kok sama lu..." ujar Deva sambil berjalan dengan tergesa-gesa. Orang-orang yang tadinya hendak memberi ejekkan kepada Maeda, mengurungkan niatnya setelah di beri tatapan tajam oleh Deva.
.
.
.
"Ya ampun kak. Makasih banyak ya, gue kira gue mau diapain, haha" kata Maeda sembari tertawa paksa.
![](https://img.wattpad.com/cover/221589002-288-k81145.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasanku, Maybe? (Tamat)
Teen FictionWARNING: CERITA BxB/HOMO/SEMACAMNYA!!!! 🔞🔞🔞 HOMOPHOBIC DILARANG KERAS UNTUK MEMBACANYA!!! ❌❌❌ . . "Sekarang gue tanya, hubungan kita ini apa?" tanya pria yang lebih tinggi. . "Entah... temen? Maybe?" jawab si pria yang lebih pendek dari si jangku...