Hari demi hari pun berganti, hukuman tersebut masih berlaku kepada dua pemuda tersebut, dan tentu saja keduanya masih menjadi buah bibir satu sekolah. Namun hebatnya mereka tak mau ambil pusing, dan malah membuat nilai mata pelajaran mereka semakin bagus.
***
Hari ini adalah hari minggu. Hari yang pas untuk berpergian. Saat ini Maeda tengah bersiap hendak pergi ke sebuah mall.
Ia tengah sibuk menyisir rambutnya yang lurus dan memakai parfum. Tiba-tiba, ponsel Maeda berdering kencang. Saat di cek, ternyata Axel yang menelponnya.
"Halo?" jawab Maeda lembut.
'Lu dimana? Ini gue depan rumah lu' ujar Axel dari seberang telepon.
"Hah!?" Maeda terkejut bukan main, buru-buru ia melempar ponselnya dan bergegas keluar rumah.
Benar saja, Axel sudah bersiap dengan rapih. Seperti biasa, penampilannya terlihat sangat keren. Maeda terpukau.
"Ada apa lu kemari?" tanya Maeda sok sinis.
"Dih, sok sombong banget lu" Axel yang tau kalau Maeda berpura-pura hanya bisa terkekeh.
"Lu juga mau ke mall itu?" tanya Axel membuka percakapan.
"Iya. Kenapa emang?" tanya Maeda balik.
"Yaudah cepet naik, gue juga mau kesana" Axel pun kembali memakai helm di kepalanya.
"Ih sabar dikit napa, gue masih belum beres juga" Maeda mendecak kesal.
"Yaudah buruan, gue tungguin" akhirnya Maeda kembali ke dalam rumah dan segera siap-siap.
.
.
.
3 menit berlalu, Maeda pun kini sudah benar-benar siap untuk berangkat. Axel nampak terpana dengan penampilannya."Napa lu liat-liat begitu? Ada yang salah?" Entah mengapa mood Maeda saat ini kurang baik.
"Nggak kok, lu... Gemesin" ujar Axel yang membuat Maeda tersipu malu.
"A-ah udahlah! Ayo berangkat" Maeda pun mengenakan helm yang ia bawa dari kamarnya dan langsung naik di motor milik Axel.
Keduanya pun meninggalkan rumah Maeda dan berkendara dengan kecepatan sedang.
.
.
.
"Astaga, gerah banget dah di luar" kini keduanya sudah berada di dalam mall."Iya ya panas banget. Eh, lu ke sini mau beli apaan?" tanya Axel kepada Maeda.
"Oh, gue sih mau beli beberapa alat tulis sama bukunya di bookstore. Lu sendiri?" tanya Maeda balik.
"Gue mau beberapa cemilan sih. Buat stok dikamar" Axel menjawab seadanya.
"Mau makan dulu gak?" tawar Axel kepada Maeda. Maeda tampak berpikir.
"Nggak deh, uang gue pas-pasan banget" kata Maeda. Namun Axel malah menyeretnya ke sebuah foodcourt.
"Alasannya basi. Lu kayak ke siapa aja dah" Axel sedikit geram dengan alasan Maeda yang terdengar basi di telinganya. Aksi seret-menyeret tersebut menjadi tontonan gratis para pengunjung yang ada disana.
"I-ih apaan sih Xel. Lepasin dong! Gue malu" wajah Maeda memerah bagai tomat.
"Makanya jangan ngomong kayak gitu lagi. Gue gak suka dengernya" akhirnya Axel melepaskan cengkeramannya dan merangkul Maeda.
"Maaf ya gue tadi sedikit kasar. Lain kali jangan bilang kayak gitu lagi ya" ujar Axel dengan lembut sambil menatap teduh Maeda. Tatapannya malah membuat Maeda semakin tidak bisa berkutik. Dia terpesona dengan aura Axel yang hari ini.
"I-iya Xel" Maeda tidak bisa berkata-kata lagi. Dan akhirnya mereka terus berjalan ke area foodcourt.
.
.
.
Di meja makan, Axel tengah sibuk memilih makanannya. Maeda asyik dengan minumannya sembari melihat sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alasanku, Maybe? (Tamat)
Roman pour AdolescentsWARNING: CERITA BxB/HOMO/SEMACAMNYA!!!! 🔞🔞🔞 HOMOPHOBIC DILARANG KERAS UNTUK MEMBACANYA!!! ❌❌❌ . . "Sekarang gue tanya, hubungan kita ini apa?" tanya pria yang lebih tinggi. . "Entah... temen? Maybe?" jawab si pria yang lebih pendek dari si jangku...