Sudah seminggu sejak kedatanganku ke Desa Devos dan sudah seminggu pula aku merasakan kebosanan yang teramat sangat. Setiap hari, kegiatanku diisi dengan berjalan-jalan keliling desa, menonton sapi yang sedang merumput, dan tidak jarang tidur bersama sapi-sapi itu. Semua hanya aku lakukan untuk mengisi waktu luang sembari menunggu jadwal pertemuan dengan kepala desa.
Hari ini adalah hari yang aku tunggu. Tadi pagi, ketika matahari belum muncul sepenuhnya, sang pengawal wanita menemuiku. Dia mengatakan bahwa aku di tunggu oleh Yang Mulia—sang kepala desa—di bangunan setengah bola. Aku dengan cepat membersihkan diri, memakai pakaian yang disediakan di dalam lemari. Ada satu keunikan lain dari Desa Devos yang baru aku ketahui beberapa hari yang lalu yaitu semua warga desa diwajibkan menggunakan pakaian berwarna putih polos. Semula aku agak risih dengan pakaian seperti seorang gelandangan ini, tapi lambat laun aku mulai terbiasa.
Aku berjalan cepat menuju ke bangunan setengah bola di pusat desa, menyusuri jalanan setapak yang masih sepi, melewati jembatan gantung yang masih terus bergoyang. Terlihat bangunan setengah bola yang bercahaya bak sebuah lampu besar di tengah lembah.
Di dalam bangunan ini sudah ada kepala desa yang tengah duduk bersimpuh menghadap pintu masuk. Di depannya Sadap sedang berlutut menghadap kepala desa. Aku mendekati Sadap dan ikut berlutut menghadap kepala desa.
"Kau sudah datang?" kepala desa bertanya.
"Sudah Yang Mulia."
Aku menjawab seformal mungkin. Tidak lupa aku juga memanggil kepala desa ini dengan sebutan Yang Mulia. Semula aku sedikit kikuk saat mengatakannya, tapi setelah tahu semua orang di desa juga memanggilnya demikian maka aku mengikutinya.
"Siapa namamu?" Yang Mulia kembali bertanya, matanya menatapku tajam.
"Namaku Azad Rabad anak dari Razad Rabad."
"Jelaskan kepadaku kenapa kau ingin mendapatkan perlindungan dari Desa Devos!"
Aku menjelaskan semuanya perihal penculikan yang dilakukan oleh organisasi dunia bawah. Tentu saja aku tidak akan membeberkan informasi terkait Raja yang memasang sebuah bom mikro di jantungku. Seminggu terakhir aku sudah memikirkan soal ini. Tidak buruk juga apabila bekerja sama dengan White Mask. Mungkin aku bisa mendapatkan kekuatan lebih dengan bergabung ke organisasi kuat ini. Dengan kata lain aku tertarik untuk bergabung dengan White Mask.
"Permasalahanmu sebenarnya tidak terlalu rumit, tapi ..." Yang Mulia manatapku sekilas lalu menatap Sadap di samping kiriku. "Sadap, katakan sesuatu yang kau temukan ke anak muda ini! Sepertinya dia tidak mengetahui fakta sebenarnya."
"Baik Yang Mulia," Sadap melirikku sekilas lalu kembali menunduk. "Dua minggu yang lalu dunia bawah masih sama, tidak ada satupun ketegangan antar organisasi. Akan tetapi beberapa hari setelahnya, dunia bawah Republik Metis terguncang oleh pergantian pimpinan Badan Intelejen Metis atau yang sering disebut BIM. Hampir semua organisasi dunia bawah terkejut akan pergantian ini. Satu demi satu organisasi kemudian mencari asal usul dari pemimpin baru Badan Intelejen Metis tersebut. Nama dari pimpinan Badan Intelejen Metis yang baru itu adalah Razad Rabad seorang pria yang pernah mengunjungi Desa Devos. Dan orang itu adalah ayahmu, Azad."
Aku melipat dahi, menatap tajam Sadap di kiri. "Apa maksudmu?"
"Razad Rabad baru saja dilantik menjadi pemimpin Badan Intelejen Metis yang baru. Badan Intelejen Metis adalah sebuah organisasi bentukan pemerintah yang bergerak di dunia bawah. Karena BIM khusus dibentuk oleh pemerintah, maka organisasi ini sudah masuk ke lima jajaran kekuatan besar dunia bawah. Pada dasarnya pergantian pemimpin kekuatan dunia bawah seharusnya diketahui terlebih dahulu oleh organisasi lain, paling tidak diketahui oleh lima kekuatan besar dunia bawah. Baru kali ini pergantian pemimpin sangat mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Liberator [Novel - On Going]
AdventureAku hanya seorang anak ingusan yang berharap mendapatkan hidup menyenangkan. Namun, nahas, takdir membawaku ke pusaran permasalahan. Aku masuk ke dalam pertarungan dunia bawah, dunia yang tidak pernah dilihat oleh orang biasa. Aku pikir keluargaku a...