Chapter 6

215 79 52
                                    

🌹Happy Reading🌹

Dira memberanikan diri untuk keluar rumah menuju ke depan komplek dengan berjalan kaki, demi seporsi nasi goreng dengan telur ceplok Pak Mamat yang khas. 

"Huftt, nasib-nasib sekali jomblo ya tetap jomblo. Mau ngapaiin aja, dan kemana aja selalu sendiri. Bulan aja ditemani bintang masa aku sendiri mulu, huaa" Dira berjalan dengan sesekali menengadah ke langit untuk melihat bintang dan bulan. 

Dira sampai di gerobak nasi goreng Pak Mamat, ya Pak Mamat berjualan dengan menggunakan gerobak demi memenuhi tanggung jawab atas nafkah untuk keluarga di rumah. Meski begitu nasi gorengnya tak kalah dengan Yang ada di restoran maupun caffe-caffe. 

"Beda harga, rasa tetap sama kenapa enggak" ujar Dira dalam hati. 

"Pak nasi gorengnya sebungkus ya"

"Enggeh Mbak Dira"

Pak Mamat sudah tidak asing lagi dengan Dira juga Zaky, karna keduanya memang sering membeli nasi goreng disini. Bahkan Bundanya Dira sangat suka nasi goreng buatan pak Mamat, tapi gak boleh sering-sering kata Ayah. Kolesterol. 

Suara bising motor terdengar mendekat. Tapi Dira tak juga berniat untuk sekedar menoleh kearah si pengendara yang sebenarnya mengganggu ketenangannya. 

"Pak nasi goreng kayak biasa, di bungkus ya" ujar orang itu. 

"Oke siap mas"

Pesanan Dira pun sudah jadi bebarengan dengan pesanan si orang tadi. 

"Ini Mbak pesanannya" ujar Pak Mamat sambil menyerahkan sabungkus nasi goreng pesanan Dira. 

"Eh iya pak, sebentar" Dira bergerak gelisah meraba kantung celana juga jaket. Ya dia tak membawa dompet. Lalu membayar dengan apa dia sekarang?. 

"Pak Mamat saya pulang dulu deh, lupa bawa dom-" ucapan Dira terhenti kala orang tadi Yang Dira anggap mengganggu ketenangannya membayar pesanannya Dan juga pesanan Dira. Hah? 

"Pak ini punya saya sama punya dia bayarnya jadi satu. Berapa semua pak?" Ujarnya dengan merogoh kantung jaket hitamnya Dan memberikan selembar uang berwarna merah. 

"Tiga puluh ribu mas"

"Ini pak kembaliannya ambil aja ya, buat anak bapak, salamiin ya dari mas ganteng"

"Wealah gusti. Allhamdulillah ini beneran to mas?" Pak Mamat bertanya dengan masih tidak percayanya. 

"Iya pak"

"Makasih banyak ya mas"

"Nggih pak. Mangga" pamitnya pada Pak Mamat dengan beranjak untuk menaiki motornya. 

"Eh tunggu, ini gimana gua ngembaliin duit Lo?" Tanya Dira pada orang itu. 

"Gausah dikembalikan saya ikhlas kok" Tolaknya halus. 

"Eh beneran. Tapi gua ga enak" Dira berbicara dengan tidak menatap lawan bicaranya. 

Bukannya bermaksud tidak sopan, tapi hanya sekedar mengingat Dan menjalankan perkataan Ayahnya. 

Menundukan pandangan alias memelihara pandangannya. 

"Gak apa-apa. Santai aja kali, kamu gak pulang?" Tanyanya dengan merutuki dirinya di dalam hati. Ya kali dia ga pulang, huft tolol amat si gua. 

"Eh kamu pulang sama siapa?" Dengan sigap ia mengganti pertanyaannya. 

"Eh gua pulang sendiri, rumah gua gak jauh kok dari sini. Yaudah gua duluan ya and makasih ya" Dira berujar dengan berpamitan. 

Korban Fakboi (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang