PLESTER HATI

2.6K 468 62
                                    

Fiza meringis dan berjalan tertatih menuju toko. Apa kabarnya Mas Arsha, kalau tangan dan kakinya yang lecet saja, sudah sesakit ini.

Dia merasa bersalah karena semalam Mas Arsha menjemputnya dengan motor. Sementara hujan masih menyisakan rintik. Di tengah perjalanan, Mas Arsha sempat berhenti sebentar karena mendapat telepon kalau ada operasi cito yang mengharuskan KoAss stase Anestesi, datang segera ke kamar operasi.

Seharusnya malam ini teman Mas Arsha yang bertugas jaga On Call. Nama temannya, Boy. Boy balik menelepon dan mengabari kalau orang tuanya baru saja datang dari Sumatera. Mas Arsha yang pada dasarnya baik hati dan tidak sombong itu, akhirnya menyanggupi menggantikan temannya malam ini.

Akhirnya Mas Arsha mengebut dan mengantarkan Fiza sampai depan gerbang perumahan Mutiara Asri. Ternyata di depan gerbang ada lubang besar yang tertutup genangan air. Mas Arsha mengerem mendadak, tiba-tiba motor yang dikendarai Mas Arsha terguling di atas aspal.

Fiza juga terjatuh dan Mas Arsha tertimpa motor. Satpam perumahan yang berjaga di depan pos, segera menolong dan membawa keduanya ke klinik 24 jam terdekat. Fiza mengalami lecet di siku dan lutut. Beruntung tidak ada luka yang serius.

Namun betapa kagetnya gadis itu mengetahui betis kanan Mas Arsha yang tertimpa motor jadi merah dan mengelupas, terkena luka bakar karena posisinya tertimpa knalpot. Fiza melihat dokter klinik dengan perawat membersihkan kulit yang sebagian koyak.

Berulang kali Mas Arsha beristighfar menahan nyeri. Fiza sampai menangis melihatnya.

"Nggak usah nangis, Dek. Tadi Mas yang kurang hati-hati dan terlalu ngebut."

Pertama kalinya Mas Arsha memanggil Fiza dengan sebutan adik.
Hatinya pun sedikit tenang.

"Fiza, bisa minta tolong teleponin Aya? Kayaknya aku perlu tumpangan mobil buat pulang ke rumah. Aku juga mau minta tolong kirimkan pesan ke Rizal, teman aku. Bilang aku jatuh dari motor. Minta dia gantiin Boy untuk berangkat ke rumah sakit. Aduh..."

Fiza mengangguk, meninggalkan Mas Arsha yang masih kesakitan karena sedang dibersihkan lukanya.

Gadis itu keluar kamar periksa sambil tertatih. Pertama dia mengirimkan pesan ke teman Mas Arsha yang bernama Rizal.

Lalu dia baru menelepon Mbak Aya.

"Aya 💓, my soulmate."

Deg.

Hati Fiza berdebar tak karuan. Sebegitu cintanya Mas Arsha dengan Mbak Aya sampai memberi nama panggilan khusus di ponselnya. Wajar, Mas Arsha telah bertahun-tahun mengenal Mbak Aya. Sedangkan Fiza hanya pendatang baru.

Dia tidak iri. Dia tidak cemburu. Dia tidak mempunyai definisi tentang itu dan tahu batasannya. Antara Mas Arsha dan dirinya, ada sekat tak terlihat yang dibuat lelaki itu. Bagi Fiza, itu tidak menjadi masalah selama dia bisa melihat binar bahagia di wajah seorang Arshaka. Gadis itu juga merasakan kebahagiaan yang sama.

"Halo, assalaamu'alaikum."

Terdengar suara maskulin menjawab salam telepon di seberang.

Gugup Fiza melanjutkan.

"Maaf Mas, mengganggu. Apa Mbak Aya ada?"

"Siapa ini? Kok yang menelepon perempuan. Kamu siapanya Arsha? Kenapa telepon adik saya malam-malam?" Suara di seberang seperti sedang mengintrogasinya.

"Saya... Adiknya Mas Arsha. Mas Arsha barusan kecelakaan motor. Sekarang di klinik. Mas Arsha mau minta tolong dijemput pakai mobil."

"Merepotkan sekali. Belum juga ia menikah sama adik saya."

SEPUCUK SURAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang