*Rumah Ziyad*
Lelaki itu menutup pintu mobil dengan kasar. Masih tersisa kemarahan karena sikap Fiza yang memintanya pergi begitu saja. Untungnya ia telanjur sayang dengan gadis itu, sehingga tidak bisa berlama-lama menumpuk kekesalan.
Ia lebih marah dengan lelaki bernama Ammar yang muncul bak pahlawan bagi Fiza. Kekesalannya memuncak ketika di perjalanan pulang, Dani menelepon. Bahkan Ziyad baru tahu kalau Ammar ternyata adalah teman karib Dani.
Dani adalah putra dari sahabat Ayahnya. Lelaki itu lebih tua enam tahun dari Ziyad. Mereka sering bertemu ketika kedua Ayah mereka main golf atau tenis bersama. Keduanya menjadi akrab karena sama-sama putra semata wayang. Dimana ada Dani, disitu ada Ziyad. Dani juga menjaga Ziyad, sampai harus menemani ke klub malam.
Dulu, Dani yang menasihati Ziyad untuk berhenti minum minuman keras, setelah Ibunya wafat. Meskipun usahanya tidak berhasil. Dan kecelakaan itulah yang akhirnya bisa mengubah jalan pikiran Ziyad.
Pintu ruang tamu terbuka. Terdengar suara Ayah sedang berbincang dengan Dani.
Masih terekam di memori Ziyad, perkataan Dani saat menelepon di mobil.
"Kalian menyukai wanita yang sama."
"Siapa?"
"Kamu adikku dan Ammar, temanku."
Dani memang menganggap Ziyad adik kecilnya. Dani kerap bercerita sering membantu program IT di perusahaan milik Ayah sahabatnya. Hanya saja Ziyad tidak menyangka kalau pemilik perusahaan itu adalah Ayah dari lelaki yang bernama Ammar.
"Assalaamu'alaikum."
Ziyad masuk ke dalam sambil mengucapkan salam. Lelaki paruh baya bernama Zulfikar, melirik jam di pergelangan tangan. Hampir pukul 5 sore. Kemana saja perginya Ziyad seharian. Ziyad sudah lulus SMA dan tinggal menunggu jadwal mulai perkuliahan. Harusnya tidak sesore ini putranya pulang. Ayah menggumam dalam hati.
"Aku mandi dulu, Dan. Kita ketemu di halaman belakang ya."
Ziyad memang tidak pernah memanggil Dani dengan sebutan Kakak atau Abang. Ayah sejak dulu kerap menegurnya karena menggangapnya tidak sopan. Tapi Ziyad sejak dulu hanya ingin menjadi kakak dan tidak mau jadi adik.
"Dari mana Nak, baru pulang jam segini?"
Putranya itu menjawab acuh tak acuh.
"Dari rumah calon istri aku, Yah. Fiza. Tantenya Fiza pingsan. Dani yang tahu ceritanya."
Zulfikar terkejut mendengar Ziyad menyebut nama Tante dari gadis bernama Fiza. Hatinya menahan nyeri, apalagi ketika mendengar putranya mengatakan Anita pingsan.
Tiga tahun lalu, ia yang menemui perempuan itu di kamar jenazah. Ia meminta maaf atas nama putranya karena secara tidak langsung, Ziyad menjadi penyebab kecelakaan naas itu terjadi.
Di luar dugaannya, perempuan bernama Anita itu, justru menolak santunan yang ia berikan. Akhirnya ia terpaksa menitipkan pada Prayoga, suami perempuan itu. Dari jauh, Zul menatap Anita yang memeluk ketiga keponakannya.
Hanya ada rasa simpati yang muncul di dirinya. Ia juga baru kehilangan istri. Tapi ketiga anak yang sedang menangis di pelukan Anita, mereka kehilangan sosok Ibu dan juga Ayah kandungnya. Putranya sendiri saat itu masih syok dan seharian berada di kamar.
Namun, yang membuat Zulfikar terkejut ketika enam bulan kemudian ia mengadakan acara perusahaan di sebuah hotel yang ternyata milik Prayoga. Di sana ia melihat Prayoga memeluk bahu seorang perempuan berbadan dua. Dan itu bukanlah Anita.
Flash back.
"Pak Yoga, masih kenal saya? Saya Zulfikar Ramli."
Yoga terlihat sedikit tegang ketika bertemu dengannya. Tapi kemudian bersikap ramah setelah tahu Zulfikar adalah salah satu klien penting yang menyewa ruang rapat hotel selama sepekan. Ia tidak ingin ada keributan sehingga meminta istrinya pergi lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPUCUK SURAT CINTA
Romance"Yang namanya Fiza Lathifa itu artinya angin yang menyejukkan, lemah lembut. Kamu justru kebalikannya. Kayak angin ribut." -Ammar- "Yang namanya Ammar itu juga laki-laki yang kuat imannya. Lah kamu lemah iman kayak begitu." -Fiza- "Aku akan belajar...