SEBUAH PENANTIAN

2.6K 420 54
                                    

Fathan masih menemani Gadisa di depan Instalasi Gawat Darurat. Gadisa masih terlihat syok karena melihat di depan mata, kecelakaan yang dialami oleh Kakaknya.

Saat ini Kakaknya kritis dan mengalami cedera kepala berat. Tim dokter berencana melakukan operasi untuk mengevakuasi perdarahan di dalam kepala.

Mama dan Papa Disa sudah datang. Fathan juga harus segera pergi. Ia sadar posisinya saat ini bukan siapa-siapa bagi Disa. Tapi ada bagian dari dirinya yang merasa bersalah karena mengajak Disa makan siang.

Rasanya ia ingin marah pada Mbak Fiza, karena sampai sekarang ponsel Kakaknya tidak dapat dihubungi. Berulang kali ia berusaha menelepon sampai baterai ponselnya mati.

Hufft... Ia lupa membawa power bank.

Sekelebat bayangan terlihat di tempat parkir.

Itu..

Mas Arsha...

Fathan berlari untuk memastikan itu benar Mas Arsha.

"Mas..."

Sesaat sebelum pintu mobil ditutup, lelaki yang dipanggil menoleh.

"Ya Allah... Fathan?"

Fathan berdiri kikuk. Ternyata benar Mas Arsha.

"Kamu kemana aja? Barusan Tante telepon. Cariin kamu. Fiza barusan pingsan dan dibawa ke rumah sakit Kanker Asy-Syifa."

"Bu..  Bukan di rumah sakit ini?"

"Bukan. Saya kesini untuk kontrol paska operasi. Karena masih ada keluhan nyeri di kaki kanan. Tapi saya sudah bisa bawa mobil sendiri. Kamu kesini, sama siapa Fath?"

"Engg... Tadi antar teman. Kakaknya kecelakaan. HPku low batt. Aku beneran boleh ikut Mas Arsha? Apa terjadi hal yang serius sama Mbak Fiza sampai Mbak pingsan?"

Arsha meminta Fathan masuk ke dalam mobil. Fathan belum sempat berpamitan dengan Gadisa dan orangtuanya.

Ah sudahlah, sekarang yang jauh lebih penting adalah menemui Kakaknya.

Suara lantunan ayat Al-Qur'an surah Ar-Rohmaan terdengar dari radio milik Arsha. Sepanjang perjalanan tidak putus Fathan berdo'a dan berdzikir. Ia sempat berprasangka buruk kepada Kakaknya, hanya karena seorang perempuan yang ia sukai.

"Kamu sudah minta maaf kan, sama Mbak Fiza?"

Melihat Fathan mulai berkaca-kaca dan menitikkan air mata, Arsha sudah mengerti jawabannya.

"Allah Maha Baik, Fath. Karena itu kita wajib berdo'a yang baik-baik untuk Mbak Fiza."

Tadi Fathan mencoba menghubungi Ziyad, tapi tidak diangkat. Terakhir ia tahu, kakaknya janji bertemu Ziyad di Masjid. Ia tidak tahu kenapa hari ini Ziyad tidak juga membalas pesannya. Apa telah terjadi sesuatu antara Kakaknya dan Ziyad? Padahal ia tahu Ziyad sedang online.

"Mas Arsha... Apa Mas Arsha sayang sama Mbak Fiza?"

Arsha masih konsentrasi mengemudi.

"Siapa pun akan sayang sama Mbak Fiza. Dia baik pada siapa pun."

"Apa Mas Arsha tulus atau hanya kasihan karena Mbak Fiza sakit?"

Arsha terdiam. Sekuat apa pun ia berusaha memperjuangkan Fiza, tetap ia belum memperoleh restu Ibunda hingga kini.

Ibunya bahkan hendak menjodohkan dirinya dengan Salsa, putri Pak Lurah yang juga lulus dokter tahun ini.

Arsha teringat semalam ia masih berusaha membujuk Fiza agar mau kembali memeriksakan diri ke rumah sakit.

SEPUCUK SURAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang