XI

8.4K 729 40
                                    

Sasuke menghentikan mobilnya ketika mendengar perintah dari gadis di sampingnya. Meski merasa bingung ia tetap menghentikannya. Aneh juga rasanya, parkiran sekolah masih ada beberapa meter, namun Sakura menyuruhnya berhenti di sini. Ada apa dengan gadis pink itu, dari Sasuke menjemputnya dia terlihat gelisah sambil sesekali mengecek ranselnya.

Tangannya dengan cepat menahan pergelangan Sakura, gadis itu hampir saja turun tanpa menjelaskan apapun padanya. Itu membuatnya bingung sekaligus tak suka.

"Ada apa?" Tanya Sasuke setelah menahan diri beberapa saat untuk tidak melontarkan pertanyaan pada Sakura.

Wajah Sakura terlihat enggan untuk menjawab. Seperti menyembunyikan sesuatu, Sasuke sadar itu. Mengingat bagaimana bodohnya Sakura yang tak bisa menyembunyikan masalah padanya.

Ia mengelus pipi gadis itu lembut, Sakura dan kepanikannya bisa dihilangkan dengan cara manis. Namun, sering kali ia juga akan memaksa kekasihnya berbicara jika dia diam.

"Hey, ada apa?"

"Sasu, kau tahu?-"

"Tidak" tangan Sakura memukul kesal pundak kekasihnya. Ayolah ia sedang serius, bukannya ingin main-main.

"Jangan memotong ucapanku" cibirnya tanda tak terimah, "aku lupa membuat pekerjaan rumahku, dan itu adalah masalah besar. Kau tahu bukan betapa jahatnya orochimaru-sensei jika marah, bisa saja dia menjadikanku makanan untuk ular-ularnya"

Oke itu adalah pendapat gila, menurut Sasuke. Mana ada guru sampai memberikan ganjaran sekejam itu pada anak muridnya, apalagi Sakura. Kekasihnya, tak ada yang berani menggores seinch pun kulit gadis itu. Mengingat betapa berkuasanya Sasuke di sekolah ini.

Tawa geli menguar dalam mobil, ia berencana akan tambah menakuti Sakura, namun melihat wajah panik yang seharusnya dikasihani itu membuat Sasuke kasihan dibuatnya. Tapi apa-apaan dengan tawa itu Sasuke? Bukan kasihan namanya, itu setengah mengejek.

"Bukannya kau malas sekali mengerjakan pekerjaan rumahmu?"

"Ini beda Sasuke-kun. Orochimaru-sensei jangan dianggap remeh"

"Ya sudah cepat kerjakan sana..." gumam Sasuke sambil menyentil jidat lebar milik Sakura gemas, "makanya jangan pemalas"

"Kau juga seperti itu" katanya tak terima, meski begitu Sakura tetap maju, memberikan kecupan pada bibir Sasuke. "Aku pergi dulu, bye"

"Jangan berlari atau aku akan membakar sepatumu jika kau jatuh"

Sasuke dan kebucinannya, Sakura yang salah kenapa jadi Sepatunya terkena imbas. Ah Sakura ingat sekali saat ia tak sengaja menabrak pembatas jalan dengan sepeda milik Sasuke, keesokan harinya sepeda itu sudah dibuang. Sayang sekali bukan, padahal harganya hampir setara dengan ponsel miliknya.

.

.

.

"Mungkin tuhan sedang baik padamu" itu adalah ucapan Ino, bernada mengejek memang tapi Sakura tetap mengangguk tanda membenarkan. Nyawanya hampir berada di ujung tanduk, jika saja telat satu detik menyalin pekerjaan rumah milik Tenten. Beruntung sekali memang, setelah ini ia akan mengucap syukur sebanyak mungkin.

Tangan Tenten terulur menepuk bahu Ino, membuat empunya protes. Hee apa-apaan gadis cepol itu, dia pikir pukulannya tak main-main.

Mengelus pelan bahunya yang terasa berdenyut, Ino memberikan deathglarenya pada Tenten yang tersenyum mengejek. "Pukulanmu menyakitkan, Cepol"

"Salahmu sendiri"

Mata gadis itu melirik pada Sakura lalu Hinata, meminta jawaban apakah ia bersalah atau tidak. Perasaan sedari tadi ia hanya berbicara dengan Sakura saja, bahkan Tenten terlihat sibuk dengan Hinata. Menanyakan soal sepupu dari gadis bermata lavender tersebut, Neji kekasihnya.

Love Story (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang