01. Interview

738 31 16
                                    

Kerapian.

Hal itulah yang kuperhatikan sejak tadi. Kesan pertama orang lain terhadap kita adalah berawal dari tatapan. Penampilan yang menarik akan membuat orang tertarik juga.

"Yosh! Sudah siap," ujarku seraya melihat pantulan diri di cermin.

Pakaian setelan hitam, kemeja putih yang dipadu padan dengan jas hitam lengkap dengan dasi. Yang pasti terkesan sopan dan rapi.

Hari ini adalah hari yang teramat penting bagiku, melamar kerja sebagai bagian Divisi Pengembangan Bisnis di sebuah perusahaan yang memang aku inginkan. Karena itulah, aku harus memastikan hadir dengan penampilan yang sempurna.

Selepas itu, aku mengambil tas jinjing lalu melangkah keluar dari rumah. Dengan mengendari motor matic milikku, aku melaju dengan kecepatan sedang sampai ke tempat tujuan.

Bermenit-menit waktu berlalu, aku terus menunggu dengan gelisah dan gugup. Pasalnya ini adalah lamaran kerja yang pertama seusai pasca sarjana.

"Restu Pratama." Begitu namaku dipanggil, aku bangkit dari kursi tunggu dan masuk ke dalam ruang interview.

Yang kutemui dalam ruangan itu adalah seorang wanita berambut panjang dengan baju yang rapi khas seorang wanita kantoran. Usianya terlihat lebih muda dibandingkan denganku.

Tetapi mengingat dia adalah orang yang ditunjuk untuk menginterview disini, sudah pasti kalau dia berpangkat lebih tinggi dibandingkan dengan posisi di mana aku akan bekerja. Yah, itu pun kalau diterima.

"Silahkan duduk." Aku sempat terkesiap mendengar tutur kata lembutnya. Senyumnya manis, memperindah wajah putih cantiknya.

"Ah apa yang kupikirkan," kataku dalam hati.

Saat ini aku dihadapkan pada tes terakhir dalam penerimaan karyawan setelah sebelumnya lolos dari sesi wawancara bersama HRD. Rupanya masih ada sesi kedua setelah tes waktu itu yaitu menjalani interview dengan orang penting di bagian yang berhubungan, tidak seharusnya aku mengagumi sosok seorang wanita di waktu-waktu berat seperti ini.

Aku pun kemudian duduk di sebuah kursi yang disediakan di depan meja si wanita. Begitu aku melihat papan namanya, tertulis di sana 'Magdalena'.

"Nama yang cantik."

"Maksud Anda?"

Lagi-lagi aku membuat kesalahan. Tak seharusnya aku bergumam seperti itu. Aku merutuki diriku sendiri yang begitu bodoh.

"Maaf, Bu. Bukan apa-apa," jawabku dan wanita bernama Magdalena ini pun hanya tersenyum.

Interview dimulai.
Pertanyaan-pertanyaan diajukan mulai dari alasan memilih perusahaan, kemampuan, prestasi dan hal lainnya yang diperlukan. Aku menjawabnya semampuku.

"Baiklah kalau begitu, Restu. Kamu diterima di perusahaan ini," kata Bu Magdalena membuatku tersenyum senang.

Aku adalah pelamar terakhir di sini, dan langsung diberitahu bahwa aku diterima membuatku teramat senang.

"Mulai besok, kamu sudah boleh datang ke kantor untuk orientasi," sambungnya lagi.

Aku menunduk seraya mengucap, "Terimakasih banyak, Bu."

"Saya adalah ketua di Divisi Pengembangan Bisnis dan itu artinya mulai besok kamu adalah anak buah saya." Bu Magdalena menjelaskan tanpa menyurutkan senyum dari wajahnya.

Usai percakapan singkat itu, kami berdua sama-sama berdiri dan saling berjabat tangan.

"Panggil saja saya Lena," kata Bu Lena masih dengan genggaman tangan yang belum terlepas.

"Baik, Bu Lena. Terima kasih banyak," ucapku mengakhiri pembicaraan.

Aku pun keluar dari ruangan itu. Dengan suasana hati yang sedang baik, aku mengendarai motorku kembali ke rumah dan merasa amat tak sabar menanti hari esok datang.

...

Bersambung~

Dipublikasikan pertama kali pada 08 Agustus 2019.
Dipublikasikan ulang pada 01 Juli 2023.

Sampai jumpa di chapter berikutnya,

🌹Resti Queen.

Sweet As Chocolate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang