09. Kebimbangan

103 14 0
                                    

Kebimbangan melanda hatiku untuk beberapa hari setelah ketiadaan Lena di Divisi Pengembangan Bisnis. Jam istirahat antara divisi ini dengan jam istirahat Lena tidak sama. Waktu bertemu dengan Lena pun semakin sedikit.

Terkadang aku hanya melihat ia beberapa detik ketika berpapasan di lobi dan dalam waktu singkat itu, kita saling bertukar senyum sebagai sapaan.

Pertemuanku dengannya tak lebih dari itu. Jarak yang kupunya semakin jauh dan di situlah letak kebimbanganku.

"Masih mau maju atau menyerah?" Chairil berceletuk dari kursi yang ada di depan mejaku.

Biasanya jam makan siangku ditemani oleh Lena, sekarang Chairil yang menjadi penggantinya. Termasuk menjadi pengganti sebagai Pimpinan Divisi.

"Entahlah," jawabku gusar. Makanan di piringku tak kuhabiskan. Akhir-akhir ini aku jadi sering melamun di luar waktu kerja.

"Alah, padahal aku mendukungmu, loh. Tapi kenapa sekarang nyalimu hilang bagai ditelan bumi?" kata Chairil mencoba untuk menyemangati.

"Aku sekarang merasa ragu, Chairil," ucapku dengan nada tak bersemangat.

"Kan kamu sendiri yang mengatakan kalau tidak akan menyerah dan terus berusaha untuk mendapatkan hati Lena. Kenapa sekarang kamu jadi mengingkari ucapanmu sendiri?" Chairil mengatakan hal yang benar.

Tak seharusnya aku meludah lalu menelannya kembali. Tetapi sikap optimisku beberapa hari lalu telah perlahan memudar.

"Percayalah padaku, Lena adalah orang yang pekerja keras. Dia adalah orang yang bangga dengan usahanya sendiri dan bukan wanita penggila harta. Aku yakin dia bisa jatuh cinta padamu kalau kamu memiliki sifat pekerja keras dan pantang menyerah," kata Chairil panjang lebar. Niatnya mungkin untuk kembali membangkitkan semangat dariku yang semula hendak menghilang begitu saja.

Aku tersenyum melihat betapa pedulinya temanku ini.

"Terima kasih, Chairil. Kita lihat saja nanti, kalau jodoh pasti akan ada jalan," jawabku yang dibalas dengan anggukan olehnya.

Begitu jam istirahat berakhir, Chairil kembali ke ruang Divisi Pengembangan Bisnis sedangkan aku pergi menuju ke Divisi Keuangan untuk mengambil berkas-berkas laporan yang mereka siapkan.

Dari Divisi Keuangan, aku keluar dengan membawa banyak dokumen sampai ke depan pintu lift. Aku menekan tombol berbentuk panah menghadap ke atas dan pintu lift pun terbuka. Lantas, aku menakan tombol lima dan naik ke lantai tersebut di mana divisiku berada.

Pintu lift terbuka, aku terdiam untuk sesaat. Tidak, bukan hanya sesaat tapi sampai pintu lift hampir tertutup lagi.

Lena yang berada dalam lift pun tertawa melihatku masuk sesaat sebelum pintu tertutup.

"Restu, kamu kenapa? Sudah lupa caranya masuk lift?" tanyanya bergurau masih dengan tawanya yang belum reda.

Melihat Lena yang tertawa dan mengingat kebodohanku sendiri membuatku ikut tertawa.

"Haha, aku hanya kaget," balasku.

"Memangnya kamu pikir aku hantu." Lena menjawab, membuat ekspresi kesal dengan memanyunkan bibirnya sehingga terlihat imut.

"Bukan begitu. Aku hanya kaget karena tak mengira bertemu lagi setelah hampir seminggu," jujurku.

"Restu kangen ya?" ledeknya.

Lena mungkin berniat untuk bercanda denganku, tetapi apa yang dikatakannya itu memanglah apa yang kurasakan. Meski baru seminggu setelah Lena pindah jabatan, tapi rasa rinduku tak tertahankan.

Tak ada lagi wanita yang menyapa dengan senyuman sesejuk embun ketika waktu pagi.
Aku rindu, amat rindu.

"Iya, sangat rindu," jawabku.

Lena terkejut, sontak ia memalingkan wajahnya. Nampak jelas dari samping, pipinya yang memerah hingga ke bagian telinga.

Entah karena efek kerinduan atau karena tidak berjumpa dalam waktu yang lama, membuat Lena jadi terlihat lebih manis daripada biasanya.

"Oh ya, cincinnya tidak dipakai?" tanyaku ketika melihat jari-jari Lena tak mengenakan cincin pemberian dari Pak Dendi.

"Aku tidak terlalu suka dengan barang mewah. Tapi aku tetap akan memakainya sekali-kali saja untuk menghargai pemberian Pak Dendi." Lena menjawab yang entah kenapa membuatku tersenyum.

Ternyata benar pemikiran Chairil tadi perihal Lena, dan itu membuatku sedikit merasa lega.

To Be Continued..

.
.
.
Sampai jumpa di next chapter ~~

Sweet As Chocolate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang