04. Pria Tak Diundang

227 16 0
                                    

Di dalam ruangan Divisi Pengembangan Bisnis masih sama seperti biasa, semua orang berkutat dengan komputer di hadapan masing-masing sambil sesekali melirik ke dokumen yang mereka pegang. Beberapa juga berbisik-bisik untuk bertukar pendapat. Lalu ketika tak dapat menemukan jawaban, kami lebih memilih bertanya kepada Pimpinan Divisi dan mendapat penjelasan rinci darinya.

Begitu usai mengurus dokumen dan menyalin file yang diberikan oleh Divisi Keuangan, kami mulai merapikan tempat dan bersiap dalam posisi tegap untuk menerima penjelasan lebih lanjut yang akan dipresentasikan oleh Lena.

"Baiklah semuanya, bisa kita lihat dari diagram di sini bahwa perkembangan bisnis di cabang kota Trenggalek tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi. Ada yang bisa menjelaskan perkiraan penyebabnya?" Lena mengajukan pertanyaan.

Mbak Pipit, ia mengacungkan tangannya bersiap untuk memberikan jawaban. Begitu ia dipersilakan untuk menjawab, Mbak Pipit mengambil sebuah dokumen dengan sampul kuning lalu mulai menjelaskan.

"Dari laporan yang saya baca, susunan dan struktur kerja di cabang Trenggalek tidak tersusun rapi. Konsep pemasarannya juga tidak terlaksana karena perbedaan pendapat dari anggota Divisi Pemasaran."

Semua orang hanya mengangguk-anggukkan kepala paham dengan penjelasan Mbak Pipit tersebut.

Kami semua kemudian memeriksa laporan yang dikirim dari cabang bersangkutan. Selain laporan dari pimpinan cabang, kami juga memeriksa laporan pribadi dari pengurus di sana. Memang ada beberapa laporan yang tidak sama menandakan ketidakkompakan di antara para pengurus cabang.

"Aku ingin mendengarkan pendapat pribadi kalian seputar penanganan masalah ini sebelum mengambil keputusan. Jadi apa ada ide dari kalian?" Lena bertanya sekali lagi.

Aku mengacungkan tangan seraya angkat bicara, "Menurut saya bagaimana kalau konsep pemasarannya diganti dengan menyesuaikan pendapat dari para pengurus cabang?"

"Bisa dijelaskan lebih rinci?" kata Lena menatapku dengan tatapan tertarik. Bukan tertarik padaku tetapi tertarik pada ideku.

Aku melanjutkan, "Seperti yang ada dalam laporan, pimpinan dari cabang ini menerapkan konsep pemasaran yang hanya berdasarkan kepada ide pribadinya tanpa adanya rapat yang mengambil pendapat dari pengurus lain. Dengan mendengarkan ide dari para pengurus, kita akan dapat mengambil langkah yang sesuai dalam pemasaran dengan mempertimbangkan banyak pendapat. Kita akan mendapat keuntungan yang lebih luas. Bukankah ada pepatah bila dua kepala lebih baik daripada satu kepala?"

Rasanya semua orang setuju dengan ideku.

"Tidak mudah untuk melakukan hal itu karena sifat pimpinan dari cabang yang sepertinya meninggikan dirinya sendiri." Devi, salah satu anggota lama di divisi ini pun angkat bicara. Tanggapan Devi tersebut membuat yang lain tidak mengerti. Apalagi aku yang masih baru di sini.

"Itu benar, aku sudah mengetahui sendiri bagaimana sifat kepemimpinan dari Amela sebagai pimpinan cabang." Lena menambahi.

"Direktur meminta kita untuk mengurus permasalahan ini tapi sampai saat ini aku belum menemukan titik terang solusi dari masalah ini," keluh Mbak Ida sambil menghela napas.

"Tidak masalah, aku sudah memiliki sedikit langkah untuk mengatasi masalah ini," kata Lena sambil memainkan kursor laptopnya dan mulai membuka slide berikutnya dari presentasinya. "Sekarang aku akan membagi tugas pada kalian. Kita akan membuat konsep pemasaran yang baru dan menerapkannya pada Cabang Trenggalek. Mbak Ida dan Devi akan bertugas untuk mengatur konsep pemasaran yang baru dan mendiskusikannya dengan pengurus cabang. Aku akan berbicara langsung dengan pimpinan cabang dan menjelaskan rencana ini. Restu akan mengawasi perkembangan dari konsep yang baru di tetapkan. Pipit akan mengurus laporan dan memperhitungkan keuangan. Lalu Chairil akan ditugaskan untuk pergi ke cabang kota dan melihat secara langsung seberapa lancar konsep pemasaran yang baru."

Begitulah kesimpulan akhir dari rapat kali ini. Tak ada yang menyampaikan pendapat lain setelah penjelasan itu. Dan kami semua menurut dengan tugas yang diberikan Lena. Lagi pula kesimpulan darinya adalah yang terbaik untuk saat.

"Rapat selesai. Kalian boleh istirahat," putus Lena membuat ruangan yang semula beratmosfer menegangkan menjadi lebih santai.

Namun, atensi setiap orang kemudian teralihkan setelah mendengar suara tepukan tangan yang kencang. Bukan berasal dari orang yang berada di ruangan ini melainkan dari seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu masuk ruangan Divisi Pengembangan Bisnis ini.

"Pak Dendi!" seru Lena kaget melihat seorang pria berjas hitam rapi yang berdiri di sana.

Pria itu memiliki tinggi badan dan bentuk tubuh yang proporsional serta wajah yang tampan. Dan tanpa permisi, ia langsung saja melangkah masuk dan mendekat ke arah Lena yang masih berdiri di tempat tadi ia berpresentasi.

"Kau memang hebat Lena, tidak salah aku menempatkanmu sebagai pimpinan Divisi ini," pujinya membuat wajah Lena tertunduk sekaligus tersipu.

"Anda terlalu memuji," balas Lena lembut.

"Tidak perlu formal begitu. Lagipula ucapanku memang benar, kamu wanita yang luar biasa," puji pria bernama Dendi itu sekali lagi.

Melihat interaksi mereka yang begitu dekat membuat perasaanku tidak nyaman. Terlebih setelah melihat pria itu dengan tak sopannya memegang tangan Lena. Ingin rasanya aku menarik Lena dari tatapan lapar pria di hadapannya.

Tetapi aku tak bisa melakukannya setelah melihat name tag dari pria itu. Dendi Wisma Jaya yang artinya dia adalah Direktur utama di perusahaan ini.

"Lena, mau enggak makan di luar sama aku?" tawar Pak Dendi. Seperti ucapannya tadi untuk menghilangkan formalitas. Gaya bicara Pak Dendi pun berubah menjadi lebih santai.

"Tapi saya tidak enak, Pak." Lena ragu-ragu.

"Tidak baik menolak ajakan baik dari seseorang," kata Pak Dendi dengan kedipan sebelah matanya yang membuatku merasa mual karena terlihat seperti pria genit.

"Baiklah kalau begitu." Dan ketidaksukaanku meningkat begitu Lena menerima tawaran itu.

Tunggu, kenapa aku tidak suka?
Apa aku cemburu?

To Be Continued..
.
.
.
Yosh!! Chapter ini lebih banyak dari pada yang sebelum-sebelumnya..
Dan sekali lagi jangan lupa dukungan kalian ya~

~Sampai Jumpa~

Sweet As Chocolate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang