Setelah mendapatkan lampu hijau untuk mengajak Lena berkencan, aku memberanikan diri untuk mengajaknya pergi keluar. Meski begitu, aku mencari tahu hal yang disukai Lena terlebih dahulu melalui teman dan rekan dekatnya.
Begitu aku mengetahui Lena menyukai pentas drama, aku mengajaknya ke sebuah pementasan drama di sebuah gedung teater Gloria Theatre yang kebetulan mengadakan pentas drama di akhir pekan.
Dan sekarang adalah waktunya.
Aku duduk di kursi ruang tamu rumah Lena dan menunggu ia yang sedang bersiap. Aku ditemani oleh adik perempuan Lena sebagai teman mengobrol. Sedangkan Ibu Lena masih belum pulang dari kerjanya.
Hanya berselang beberapa menit, Lena datang ke ruang tamu dengan pakaian kasual yang anggun. Sebuah rok selutut berwarna putih dengan aksen berbunga hitam di bagian bawah dan dipadukan dengan kaos putih berlengan panjang sederhana tapi menarik.
"Maaf membuatmu menunggu lama," kata Lena.
Aku hanya tersenyum sebelum menjawab, "Tidak juga, kok."
Setelah percakapan singkat itu, kami berpamitan kepada adik perempuan Lena untuk berangkat.
"Kembalikan Kak Lena sebelum jam 10 malam, ya, Bang." Lani, adik perempuan Lena berpesan.
"Iya, pasti, kok." Aku menjawab membuat Lani tersenyum kecil.
Selepas itu, aku bersama Lena keluar dari rumah dan diantar oleh Lani. Masih dengan motor yang sama, Lena duduk membonceng di belakang. Aku tersenyum pada Lani yang melambaikan tangan sebelum melajukan motorku ke jalanan.
Hanya berselang beberapa menit, aku tiba di tempat yang dituju. Memarkirkan motor di tempat yang disediakan, lalu kami bergandengan tangan berjalan sampai ke pintu masuk utama dari gedung teater ini.
Petugas yang berdiri di sisi kanan dan kiri pintu utama datang menghampiri, menanyai dan meminta kami menunjukkan tiket. Aku mengeluarkan dua buah tiket dari kantongku dan menunjukkannya.
"Silahkan masuk," kata salah satu penjaga.
"Enjoy the show," sambung penjaga yang lainnya.
Aku dan Lena hanya tersenyum kecil sebagai tanggapan. Begitu kami sudah masuk ke dalam, seorang wanita berseragam rapi menjadi pemandu. Ia membawa kami masuk ke dalam ruang teater dilaksanakan.
Tempat duduknya tidak jauh beda dengan bioskop, yang membedakan hanyalah adanya sebuah panggung yang di sisi kanan dan kirinya terdapat LED besar untuk menampilkan kejadian di panggung.
Karena kami masuk lebih awal dari yang dijadwalkan, sehingga kami harus menunggu beberapa menit terlebih dahulu sebelum akhirnya pementasan dimulai.
Lampu yang menerangi kursi penonton dimatikan dan hanya menyorot pada pemeran yang ada di atas panggung. Seorang pria dan wanita masuk dari balik tirai dan mulai memainkan peran.
"Kasihan sekali wanitanya." Lena berkomentar setelah beberapa menit pementasan berlangsung.
"Ia dihadapkan pada pilihan sulit." Aku pun ikut berkomentar. Pementasan modern bergenre aksi dan dibalut romansa ini sangat menarik.
"Iya dan aku berharap kisah asmaraku tak seberat wanita itu," sambung Lena yang kini sudah mulai mengeluarkan tisu dan mengelap pipinya.
Kisah drama teater yang mengisahkan seorang wanita dengan pekerjaannya sebagai detektif kepolisian tapi menjalin hubungan asmara dengan seorang pria yang ternyata pada akhirnya adalah seorang kriminal. Pria itu justru adalah musuh terbesar dari Biro Kepolisian tempatnya bekerja. Si wanita dihadapkan pada pilihan yang sulit saat mereka di pertemukan dalam kondisi harus saling membunuh.
"Tembak penjahat itu, Angelina." Pemimpin misi penangkapan memberi perintah tatkala kekasih wanita bernama Angelina itu menggunakan sandra.
Sementara posisi Angelina berada di belakang kekasihnya dan tengah bersembunyi, sangat mudah baginya untuk melakukan tembakan. Tetapi tangannya gemetar, gerak-geriknya gelisah, dan air mata sudah mulai membasahi pipinya.
Meski begitu, pada akhirnya Angelina memilih untuk menembak kekasihnya demi cintanya pada jalan kebenaran.
Suara isakan terdengar dan pastinya itu bukan berasal dari Angelina yang posisinya jauh di atas panggung sana melainkan dari Lena yang duduk di sampingku.
Aku tersenyum lalu mengalungkan lenganku di pundaknya, mengelus rambutnya dan memberi ketenangan. Drama yang cukup berat, wajar saja jika penonton sampai dibuat terbawa suasana.
"Kisah asmaramu tak akan seperti itu, Len." Mendengar ucapanku, Lena menoleh.
"Kenapa kamu bisa begitu yakin?" Lena bertanya dengan memiringkan kepalanya yang menurutku justru terlihat menggemaskan.
"Karena aku bukan kriminal," jawabku sembari memberi senyuman.
"Memangnya kamu kekasihku?"
Pertanyaan Lena langsung mengena di hatiku. Aku tertunduk dengan banyak pikiran yang mulai merebak. Memang benar, aku tak mengatakan perasaanku pada Lena. Aku juga bahkan belum meminta Lena untuk menjadi kekasih.
Kupikir waktu itu ketika Lena mengatakan ada rasa cinta di coklatku dan ia juga menyetujui ajakan kencan dariku itu berarti sudah dikatakan kekasih. Rupanya pemikiranku salah, zaman sekarang ternyata lebih sulit dalam hal asmara.
"Hahaha." Lena tertawa membuatku terkesiap dan kembali memandangnya.
"Aku hanya bercanda, haha," katanya lagi lalu menyandarkan kepalanya di punda ku.
Aku tersenyum lalu kembali menghadap ke arah panggung pertunjukan.
"Lena, aku mencintaimu," kataku singkat dan hampir berbisik. Lena sempat bergerak sebentar, mungkin karena terkejut dengan ucapanku. Aku kembali berucap, "Apa dengan ini kita sudah menjadi kekasih?"
"Tapi aku tidak mau." Aku terkejut lalu menoleh setelah mendengar jawaban yang menohok dari Lena.
Aku masih menatap pucuk kepala Lena yang masih setia bersandar di bahuku tanpa ingin ia mendongak untuk sekedar menatapku. Perasaanku kalut saat ini, sedih dan aku tak bisa mendeskripsikan lengkapnya.
"Tidak mau menolak maksudnya," lanjutnya.
Aku tahu candaan itu sudah banyak bertebaran dan bukan hal yang baru. Tetap saja, diucapkan dalam keadaan serius seperti ini membuatku syok dan tak bisa berkata-kata. Namun, tahu bahwa Lena sebelumnya bercanda membuatku jadi lega.
Selanjutnya, aku kembali merangkul Lena dan menikmati pertunjukan drama ini hingga selesai.
.
.
.
To Be Continued..Sorry for late update. Bukan lambat lagi tapi emang kelamaan banget. Mood nulis aku lagi anjlok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet As Chocolate [END]
RomanceBerawal dari rasa kagumku terhadap atasan di Divisi Pengembangan Bisnis tempatku bekerja. Banyak hal dari dirinya yang kusukai sejak pertama kali berjumpa. Wajah cantiknya, senyum manisnya, sikap ramahnya, dan betapa baik hatinya. Magdalena, atau ya...