Kesialan menimpaku di saat waktu yang kutunggu-tunggu telah tiba. Aku mempersiapkan hadiah dan juga sekotak coklat di dalam tas yang biasanya selalu kubawa.
Pagi hari kupikir adalah waktu yang tepat untuk memberikannya pada Lena karena biasanya kami saling berpapasan sewaktu di lobi, tetapi ternyata pagi ini aku sama sekali tak melihatnya.
Siang hari, ketika jam istirahat tiba. Aku tersenyum begitu lebar mengetahui Lena memiliki waktu istirahat yang sama denganku. Kupikir ini adalah jalan yang diberikan takdir agar aku bisa bertatap muka atau makan bersama seperti biasanya.
Tetapi ternyata, Lena makan bersama di kantin dengan Pak Dendi dan beberapa rekannya. Aku tak bisa mengganggunya di saat ia bersama dengan orang-orang yang sama sekali tak kukenal.
Bahkan sampai jam istirahat kedua, aku tak kunjung memiliki waktu untuk bertemu. Pesan yang kukirimkan belum juga ia baca.
[Lena, kuharap bisa bertemu denganmu hari ini] Isi pesanku sejak tadi pagi.
"Mikirin Lena, ya?" Chairil mengejutkanku dengan bisikannya yang tiba-tiba. Dan tebakan Chairil selalu benar adanya sehingga aku tak perlu menjawab dan hanya memutar bola mataku malas.
"Kenapa tidak datangi saja ke ruangannya?" Aku tak langsung menjawab dan hanya menatap Chairil dengan serius.
"Tapi dia satu ruangan dengan Pak Dendi, tidak mungkin aku datang ke sana hanya untuk kepentingan pribadi," jawabku.
"Memangnya kenapa? Tadi pagi Devi kesana untuk memberi kado ulang tahun dan Pak Dendi tidak masalah dengan itu." Chairil menanggapi.
"Benarkah?" tanyaku sedikit tidak percaya.
"Tanya sendiri sama Devi kalau kamu tak percaya," kata Chairil lalu ia melenggang pergi ke mejanya.
Karena kata-kata Chairil itulah, akhirnya aku memutuskan untuk ke ruangan Lena. Setidaknya aku meminta waktunya sebentar meski hanya untuk mengatakan selamat ulang tahun lalu pergi.
Aku pun melangkah keluar dari Divisi Pengembangan Bisnis dengan membawa satu paper bag berisikan hadiah dan sekotak coklat. Kemudian naik ke lantai sepuluh di mana ruangan Lena berada menggunakan lift.
Aku berjalan santai di sepanjang koridor lantai sepuluh. Suasananya benar-benar berbeda dengan koridor lantai lima. Begitu hampir sampai di ruangan Lena, seorang wanita mencegatku dengan berdiri di hadapanku.
"Aku pernah lihat kalau tidak salah kamu anggota Divisi Pengembangan Bisnis, kan?" tebak wanita itu dan aku mengangguk mengiyakan.
"Ada perlu apa di lantai sepuluh?" tanya wanita ini lagi.
"Aku ingin bertemu dengan Lena," kataku.
"Lena siapa, ya?" Ia bertanya balik.
"Magdalena, Sekretaris Direktur di sini," jawabku.
"Oh, Kak Lena. Dia sedang meeting besar dengan para petinggi," jawab wanita ini.
"Kapan selesai?" tanyaku lagi.
"Mungkin sejam lagi. Tapi setelah meeting dengan petinggi, Kak Lena juga ada pertemuan dengan klien dari luar negeri. Ia dan Pak Dendi sepertinya akan sibuk." Aku kecewa mendengar penjelasannya tetapi tak menunjukkannya lewat ekspresi.
Aku masih tersenyum membuat diriku sebiasa mungkin lalu memberi jawaban, "Baiklah kalau begitu aku pergi dulu."
"Kemungkinan mereka akan selesai jam enam sore. Kalau kamu ada perlu, bisa titipkan saja padaku. Aku Chelsea, Manager Direktur di sini." Wanita ini berkata seraya memperkenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet As Chocolate [END]
RomanceBerawal dari rasa kagumku terhadap atasan di Divisi Pengembangan Bisnis tempatku bekerja. Banyak hal dari dirinya yang kusukai sejak pertama kali berjumpa. Wajah cantiknya, senyum manisnya, sikap ramahnya, dan betapa baik hatinya. Magdalena, atau ya...