17. Keputusan

83 13 0
                                    

Waktu berlalu begitu cepat tanpa terasa satu tahun terlewati begitu saja. Rasanya seperti baru hari kemarin aku berada di dalam perusahaan ini.

Banyak hal telah terjadi, Chairil naik jabatan menjadi Kepala Pengelola Divisi di mana ia akan bertanggung jawab untuk mengolah laporan yang diberikan oleh pimpinan masing-masing divisi.

Dan sepertinya keberuntungan memihak kepadaku, ditunjuk sebagai pimpinan Divisi Pemasaran dan Pengembangan Bisnis yang baru membuatku senang dan teramat bersyukur.

Selain itu, anggota divisi ini juga sedikit berubah. Mbak Ida dipindahkan ke divisi lain dan menjadi kepala bagian di sana. Mbak Pipit juga telah ditugaskan di cabang kota yang lain. Tetapi bukan berarti Divisi ini hanya tersisa aku, Devi, dan Bella. Setiap kepergian satu anggota pasti akan ada karyawan baru yang menggantikannya. Lia, Indri, Kevin, dan Hasan adalah anggota baru yang lumayan tekun dalam bekerja.

"Apakah kalian tidak ingin pulang?" tanyaku ketika aku melihat jam tanganku yang menunjukkan bahwa waktu bekerja telah terlewati cukup lama.

"Belum, Mas." Lia menjawab singkat.

"Kerjakan saja pekerjaan kalian besok. Sudah waktunya pulang," balasku mengingatkan.

"Kami tidak bekerja, Mas. Kami tetap di sini cuma menumpang Wi-Fi." Jawaban Indri membuatku hanya berseru 'oh' sambil mengangguk.

"Kalau begitu, saya pulang dulu," pamitku.

"Hati-hati di jalan, ya, Mas." Aku hanya mengangguk setelah mendengar penuturan dari Lia tersebut.

Usai berpamitan, aku keluar dari ruang divisi dan turun ke lantai dasar melalui lift. Lalu aku berjalan santai sampai ke tempat duduk yang biasanya digunakan untuk tempat tunggu tamu.

"Sudah lama menunggu, ya?" tanyaku pada Lena yang sedang duduk manis di sofa.

Lena tersenyum dan kemudian bangkit dari duduknya. Tanpa menghilangkan senyum dari wajahnya, ia menjawab, "Tidak, kok."

Kami berdua pun berjalan bersama sampai ke parkiran. Aku naik ke atas motorku dengan Lena yang membonceng di belakang. Lena memberitahukan tentang jadwal pekerjaannya padaku.

Dan beberapa dari jadwalnya memiliki jam pulang yang sama denganku sehingga di hari itu aku selalu mengantarnya pulang.

Sama seperti hari ini. Hanya beberapa menit berkendara, motorku pun berhenti. Bukan di depan rumah Lena melainkan di parkiran sebuah restoran di mana kita sudah saling berjanji untuk makan bersama.

Aku menggandeng tangan Lena, masuk ke dalam lalu duduk di meja dengan kursi yang khusus dua orang. Aku dan Lena kemudian memesan makanan sekaligus minumannya setelah cukup lama memilih opsi yang ada di daftar makanan.

"Restoran ini sepi sekali, ya?" Lena memulai obrolan sambil menunggu pesanan datang.

"Entahlah. Mungkin orang-orang sedang tidak ada yang berminat untuk makan," jawabku enteng.

"Tapi aneh saja, Restu. Tumben sekali tidak ada seorangpun yang datang untuk makan ke mari." Lena berkata dengan mata yang mengamati ke sekeliling.

Aku tertawa kecil, "Mungkinkah kamu takut ini restoran setan karena sepi?"

Lena menggeleng. Lalu topik berganti ketika Lena mulai bertanya, "Restu, bagaimana menurutmu tentang keputusanku?"

Sebelumnya Lena memang sudah menceritakan beberapa hal tentang apa yang dihadapi olehnya belakangan terakhir padaku.

Yang dihadapi Lena saat ini adalah pilihan tentang pekerjaannya. Berhenti atau tetap bekerja setelah hal buruk menimpa dirinya.

Pak Dendi terbukti menggunakan anggaran perusahaan untuk kepentingan pribadi dan Lena yang menjadi sekretaris Pak Dendi pun terkena akan imbasnya.

Hadiah-hadiah yang diberikan oleh Pak Dendi rupanya adalah hasil korupsi yang ia lakukan. Meskipun sudah dibuktikan bahwa Lena tidak ada sangkut pautnya dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh Pak Dendi, tetap saja mulut-mulut karyawan perusahaan tak pernah berhenti untuk bergosip dan menyampaikan hal yang tidak-tidak. Jelas hal itu pun menjadi tekanan tersendiri untuk Lena yang tidak bersalah sama sekali.

Lalu saat ini, Lena tengah bimbang akan keputusannya. Reputasi buruk yang menimpanya itu pun berlanjut pada keputusan untuk berhenti dari pekerjaannya.

.
.
.
To Be Continued..

Sweet As Chocolate [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang