Setelah menerima ajakan keluar dari Pak Dendi, Lena berpamitan pada kami dan meninggalkan ruangan ini berdampingan dengan Pak Dendi yang sepertinya sangat enggan untuk melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Lena.
"Ada apa?" tanyaku kepada seorang pria berusia hampir kepala empat yang menyenggol lenganku.
Chairil, ia tak menjawab dan hanya menyeringai sambil menaik turunkan alisnya. Aku mengerutkan dahi tak mengerti. Tingkah seniorku ini memang tak mudah untuk dipahami.
"Hayo, kamu pasti memikirkan Lena dan Pak Dendi kan?" godanya meski sebetulnya tebakannya amat benar.
"Tidak!" Aku menyangkal, tak mau terlihat bodoh jika aku membenarkan perkataannya tadi.
"Ah masa? Dari penglihatanku sepertinya kamu suka dengan Lena," tebaknya lagi.
Aku ragu-ragu dengan perkataannya. Diriku bahkan tak menyadari perasaanku sendiri, tidak mungkin rasanya orang lain justru lebih menyadarinya.
"Dari tatapanmu pada Lena terlihat berbeda," tambahnya lagi.
Aku hanya memalingkan wajah tak ada niatan untuk menanggapi perkataannya. Tetapi dari perkataan Chairil itulah aku mulai memahami perasaanku sendiri.
"Kamu cemburu kan melihat Pak Dendi dengan Lena?" tanyanya lagi.
Di Divisi ini tak ada yang begitu dekat denganku. Berbaur dengan sesama anggota Divisi atau memiliki teman dekat dalam Divisi ini sepertinya bukanlah hal yang buruk. Dan mempercayai Chairil sepertinya lebih baik.
"Ya ... sepertinya," jawabku tanggung.
"Nah kan, benar tebakanku!" serunya.
Aku menutup mulut Chairil lalu melihat ke sekeliling, memperhatikan orang-orang yang kini mulai memandangi kami berdua.
Aku hanya memberikan senyuman sebagai isyarat 'Tidak ada apa-apa' sampai yang lainnya kembali pada kesibukan mereka masing-masing.
"Memangnya kenapa kalau iya?" Sekarang aku balik bertanya.
"Sebaiknya kamu berhenti jatuh cinta pada Lena sebelum kamu sendiri yang sakit hati." Chairil terlihat amat serius dengan saran yang ia berikan.
"Memangnya kenapa?" tanyaku penasaran.
"Ada kabar yang mengatakan kalau Pak Dendi dan Lena punya hubungan." Aku terkejut sekaligus tak percaya dengan ucapan Chairil.
"Aku tak percaya," kataku.
"Memang kenyataannya mereka belum ada hubungan dan kabar itu tidak lebih dari sekedar kabar burung." Chairil menjelaskan.
"Lalu kenapa sampean berkata seperti itu kalau sudah tahu itu kabar burung?" tanyaku dengan perasaan sedikit kesal karena serasa seperti dipermainkan oleh Chairil.
"Tapi, kabar kalau Pak Dendi mencintai Lena itu memang benar." Aku terdiam lagi kali ini.
"Kamu lihat sendiri bagaimana Pak Dendi bersikap pada Lena. Dari dulu hingga sekarang, Pak Dendi selalu menampakkan perhatian lebih terhadap Lena. Meski Lena mengganggap perhatian itu tak lebih dari atasan pada bawahan." Chairil menjelaskan seraya merapikan mejanya.
"Kalau begitu Lena tidak menyukai Pak Dendi kan? Itu artinya tidak masalah aku menyukai Lena," jawabku.
"Memang. Tapi sainganmu berat." Chairil menambahkan.
Memang benar perkataannya, aku yang hanya bawahan Lena dibandingkan dengan Pak Dendi selaku Direktur Utama, dalam sekali lihat sudah bisa ditebak siapa pemenangnya.
Dari tampilan, jabatan, dan kekayaan, Pak Dendi berada jauh di atasku.
Tetapi tak semua wanita memandang hanya dari jabatan dan uangnya saja bukan?
Dan aku berharap, Lena termasuk ke dalam salah satunya."Memang Lena saat ini tidak memiliki perasaan apapun pada Pak Dendi. Tetapi kalau Pak Dendi serius mengejarnya, kemungkinan Lena pun akan jatuh hati pada kegigihannya" Chairil menambahkan.
"Hal itu berlaku juga bagiku, Chairil. Siapa tahu Lena juga bisa jatuh hati padaku jika aku mengejarnya," kataku seraya tersenyum.
Chairil tertawa pelan lalu menepuk pundakku. "Semangat ya anak muda," katanya lalu beranjak dari kursi dan meninggalkan ruangan ini.
Aku masih terduduk di kursiku dengan pikiran bercampur aduk meski tadi kukatakan kalau akan mengejar Lena dengan sungguh-sungguh dan mungkin bisa saja mendapatkan hatinya, tetap saja ada kekhawatiran tersendiri.
Tetapi jika Pak Dendi mengandalkan jabatan dan uangnya untuk menarik perhatian Lena, lantas apa yang bisa kulakukan untuk menandinginya?
.
.To Be Continued..
~Sampai Jumpa di Next Chapter~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet As Chocolate [END]
RomanceBerawal dari rasa kagumku terhadap atasan di Divisi Pengembangan Bisnis tempatku bekerja. Banyak hal dari dirinya yang kusukai sejak pertama kali berjumpa. Wajah cantiknya, senyum manisnya, sikap ramahnya, dan betapa baik hatinya. Magdalena, atau ya...