Suasananya begitu riuh. Banyak orang berlalu-lalang dengan membawa nampan berisikan makanan. Kantin di tempat kerjaku terlalu ramai sampai hampir membuatku tak mendapat tempat duduk.
Saat ini sebuah meja dengan dua kursiku tempati. Tidak, jangan salah paham kalau aku menduduki dua kursi sekaligus. Satu kursi lagi di depanku kosong.
"Restu." Seseorang menyapaku tatkala aku hendak mulai menyantap hidangan.
Aku mendongakkan kepala dan terkejut untuk sesaat setelah melihat siapa yang datang menghampiriku.
Magdalena, ia berdiri di dekat mejaku dengan membawa nampan makanannya.
"Apa kamu bersama seseorang?" Ia bertanya.
"T-tidak, Bu," jawabku singkat dengan perasaan gugup.
"Boleh aku duduk di sini?" Magdalena bertanya tanpa adanya formalitas seperti saat sedang di dalam ruang divisi.
Aku menjawabnya dengan sebuah anggukan kepala. Magdalena duduk di kursi yang ada di depanku, meletakkan nampannya di atas meja lalu kami mulai makan bersama tanpa ada sepatah kata yang terucap.
"Dari tadi diam saja, tidak mau mengajakku mengobrol?" Magdalena membuka percakapan.
"Maaf, Bu. Saya tidak terbiasa makan siang dengan atasan. Jadi saya merasa canggung," jawabku menjelaskan.
Seperti biasa, Magdalena tersenyum ramah. Ia tidak berubah menjadi pribadi yang lain sekalipun di luar pekerjaan.
"Tidak usah formal seperti itu," katanya sembari melanjutkan makan siang ini.
"Tapi saya tidak enak. Saya karyawan baru dan juga bawahan Bu Lena." Sekali lagi aku menjelaskan.
"Tidak masalah. Panggil saja aku Lena," katanya.
"Tapi itu tidak sopan kalau saya memanggil seperti itu," balasku kukuh dengan pendirianku.
Memang Magdalena lebih muda dariku tetapi biar bagaimanapun dia adalah atasanku. Yang artinya dia memiliki pangkat yang lebih tinggi dariku. Sudah sepantasnya aku berlaku hormat padanya.
"Yang lain pun memanggilku hanya dengan nama," jelasnya.
"Tapi ...."
"Kalau tidak, aku bisa marah, loh." Magdalena memotong ucapan ku. Aku masih terdiam tak menjawab sampai Magdalena kembali berbicara, "Lagipula aku lebih muda darimu."
Aku masih ragu.
"Apa wajahku terlihat tua sampai kamu memanggilku 'Bu'?" tanyanya dan aku menggeleng kepala.
"Baiklah kalau begitu, Mbak Lena," jawabku membuatnya tertawa kecil.
"Kan sudah kubilang aku lebih muda darimu," katanya lagi menekankan.
"Iya, iya. Aku mengerti, Lena," jawabku.
Lena tersenyum manis, tak lagi ada pembicaraan di antara kita. Dan sejak saat ini, aku mulai terus memanggilnya hanya dengan nama Lena.
.
Bersambung~
A/N : Terima kasih buat kalian semua yang baca cerita ini meskipun dikit-dikit dan aku nggak tau interaksi ini bisa disebut manis atau nyampek di kalian. Semoga saja. 🙏🏻
Sampai jumpa di chapter berikutnya,
🌹Resti Queen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet As Chocolate [END]
RomanceBerawal dari rasa kagumku terhadap atasan di Divisi Pengembangan Bisnis tempatku bekerja. Banyak hal dari dirinya yang kusukai sejak pertama kali berjumpa. Wajah cantiknya, senyum manisnya, sikap ramahnya, dan betapa baik hatinya. Magdalena, atau ya...