Kosan Bu Sulgi, bangunan tempat tumbuhnya berbagai memori bagi setiap manusia yang tinggal di dalamnya. Mungkinkah perasaan dapat muncul karena mereka terbiasa bersama?
❝ Katanya, cinta datang karena terbiasa. ❞
[ ㅡ 𝐟𝐭. 𝐭𝐱𝐭𝐳𝐲 𝐥𝐨𝐤𝐚𝐥! 𝐚𝐮...
"Huwaa!" Suara tangisan seorang perempuan terdengar dari salah satu kamar yang ada di Kos Melati.
"Anjim, siapa tuh?!" Bima yang sedang berbaring di sofa depan kos langsung mendudukkan tubuhnya.
Juna, Surya juga Tegar yang sedang membersihkan dedaunan di depan kos reflek menengok kearah Bima.
"Kenapa, Bim?"
"Ega, liat atas pohon! Ada Mbak Putih, nggak?" teriak Bima.
Tegar, salah satu anak kos yang cukup sensitif terhadap makhluk tak kasat mata langung mengarahkan pandangannya keatas pohon, lalu menggeleng. "Aman, kok."
"Ada yang nangis, Bang!"
"Ngaco. Kita bertiga aja nggak denger apa-apa daritadi," ujar Surya.
"Coba cek aja, Bang. Kalau ada sekalian panggil Pak Ustad biar di doain," usul Tegar.
"Yaudah, ayo cek sekarang." Juna berjalan di paling depan, disusul Tegar, Surya dan terakhir Bima.
Saat sampai di lantai dua, suara tangisan semakin terdengar jelas.
"Tuhkan apa gue bilang, ada yang nangis," bisik Bima kepada Surya.
"Dari kamar cewek,"
"Tapi 'kan mereka semua lagi pergi ngikut Bu Sulgi ke supermarket," ucap Tegar.
Juna memegang kenop pintu kamar nomor tiga, lalu memutarnya. "Nggak dikunci,"
"Satu,"
"Dua..."
"Ti-"
Alih-alih makhluk tak kasat mata, mereka malah menemukan Cherry yang sedang menangis di depan laptopnya yang menyala. Juna langsung menghampiri Cherry dan menepuk-nepuk tubuhnya.
"Anjir, Cherry kesurupan!" heboh Bima.
"Mulutmu, Bim." Surya menatap Bima dengan sedikit tajam.
"Cher, lo gapapa?" tanya Juna.
"Pick gue ke elim, Bang. Padahal gue udah nantiin dia debut," ujar Cherry dengan masih sesegukan.