Kosan Bu Sulgi, bangunan tempat tumbuhnya berbagai memori bagi setiap manusia yang tinggal di dalamnya. Mungkinkah perasaan dapat muncul karena mereka terbiasa bersama?
❝ Katanya, cinta datang karena terbiasa. ❞
[ ㅡ 𝐟𝐭. 𝐭𝐱𝐭𝐳𝐲 𝐥𝐨𝐤𝐚𝐥! 𝐚𝐮...
Jino tertawa, "ya gapapa lah, Jen. Lo 'kan udah gue anggep keluarga sendiri."
"Tapi gue nggak enak sama tante lo. Gue juga baru ketemu dia sekali doang. Emangnya Surya kemana?"
"Surya hari ini ada kelas sampai sore. Lagipula Yena juga ikut, yakin lo nggak mau ngikut?" goda Jino.
"Ikut dong, ya kali gue nolak, hehe."
"Ayo langsung berangkat aja, Jin," ucap Yena yang baru saja keluar dari rumah.
Jeno mengerjabkan matanya beberapa kali, lalu tersenyum. Biasanya Yena memilih untuk menguncir atau mencepol rambutnya, namun hari ini ia menggerai rambut indahnya.
"Santai liatin adek gue, Bos. Nanti kalau udah official baru lo boleh bebas." Yena dan Jeno tertawa mendengar ucapan Jino.
"Udah ayo masuk, nanti biar Tante Michelle nggak nunggu kelamaan." Mereka akhirnya masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraan beroda empat itu.
"No," panggil Yena.
"Apa?" Jino dan Jeno menyahut bersamaan.
"Gue manggil Jeno bukan Jino." Jino memutar bola matanya. "Lagian kenapa nama kalian sama, sih? Perasaan yang kembar gue sama Jino, deh."
"Beda dong. Gue Jenaryo, Jino ya Arjino. Aryena sama Arjino, itu keliatan kembarnya," ucap Jeno.
"Tapi 'kan kalau manggil nama gue pada nggak pake 'Ar', manggilnya 'Yena' doang."
"Udahlah sama aja, yang penting bukan lo yang kembar, Jen," ucap Jino tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan. "Btw, itu si Sisil gimana?"
"Gimana apanya?" tanya Jeno.
"Bukannya kalian udah pacaran, ya? Terus kabar adek gue yang sadgirl ini nanti gimana?"
"Gue cuma temenan sama Sisil, kok. Nggak ada perasaan apa-apa, 'kan hati gue udah buat Yena. Iya nggak, Yen?"
"Apa sih, Jen."
Setelah sampai, mereka bertiga langsung pergi ke bandara untuk menunggu kedatangan Tante Michelle.
"Duh, kayaknya gue mules, nih. Gue ke toilet, ya!" seru Jino dan langsung diangguki oleh Jeno dan Yena.
Sambil menunggu Tante Michelle dan Jino, mereka memutuskan untuk duduk di tempat duduk yang disediakan.
"Yen, loㅡ"
"JUNAA!" suara perempuan memenuhi pendengaran Yena. Mereka reflek menengok ke asal suara.