Part 9: Jembatan Kehidupan

190 25 0
                                    

Psychiatric hadir lagi nih, skuy cuzz baca ^^

Happy Reading💛

====================

Part 9: Jembatan Kehidupan

"Mereka tidak akan pernah tahu apa yang kamu alami, karena mereka bukan kamu"

***

      "Aksara, di panggil pak Broto," ujar mahasiswa yang sedang mengatur nafasnya karena habis berlari.

Aksa yang sedang duduk di bangkunya menyerngit heran, seraya menatap kedua temannya yang juga menatapnya heran.

"Lu ada masalah sama pak Broto, Sa?" tanya Deren. Aksa menggeleng.

"Tugas yang dulu itu paling," celetuk Vico.

"Mungkin, gue ke kantor pak Broto dulu ya," pamitnya.

Deren dan Vico mengangguk. "Hati-hati, micin," teriak Vico saat Aksa keluar dari kelasnya.

Di dalam perjalanan Aksa terus mendapatkan tatapan tidak bersahabat, tetapi kembali lagi ke Aksa, ia hanya fokus berjalan dengan tampang cueknya.

"Assalamualaikum, permisi pak," salam Aksa, saat mengetuk pintu ruangan.

"Wa'alaikumussalam, masuk," sahutnya dari dalam.

"Duduk, Sa."

Aksa mengangguk seraya memposisikan dirinya dengan nyaman. Pak Broto langsung menata berkas-berkas yang ada di mejanya, lalu beralih menatap mata Aksa.

"Apa kabar?" tanya pak Broto perhatian. Aksa hanya mengagguk sebagai balasannya.

"Maaf sebelumnya Aksa, disini bapak ingin klarifikasinya. Yang di katakan Jovan mengenai kamu dan RSJ tidak benar bukan?" tanyanya ingin tahu.

Tangan Aksa mengepal dibawah meja, dengan tatapan tenangnya. Ia tidak mengira Jovan bertindak hingga sejauh ini, bagaimanapun Aksa tidak ingin semuanya salah paham hanya karena berita dari si Bangsat, siapa lagi kalau bukan Jovan.

"Semua itu salah pak, saya hanya pergi berlibur," kilah Aksa tenang. Memang benar bukan? Berlibur di Asrama milik Sye beberapa hari lalu dan bermain dengan makhluk buruk rupa.

Pak Broto mengangguk. "Saran saya mengenai Psikolog bagaimana?" tanya pak Broto hati-hati.

Aksa menggeleng.

"Baiklah, bapak dengar kamu sekarang pandai melukis? Bukan begitu?" tanyanya merubah topik pembicaraannya.

"Tahu darimana, Pak,"

"Vico sering berceloteh mengenai lukisanmu yang unik. Bapak ingin tahu, bakat lain dari dirimu. Boleh bapak melihat lukisanmu? Melukislah disini," pinta pak Broto.

Tanpa berpikir dua kali, Aksa mengangguk menyetujuinnya.

"Lukislah yang mudah saja, bapak tunggu," ujar pak Broto, seraya beranjak dari kursinya lalu menyiapkan kanvas serta alat melukis.

Jiwa Aksa [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang