Deru napas menjadi satu-satunya suara yang terdengar pada sebuah ruangan tanpa pencahayaan, ventilasi, ataupun lubang di ujung gagang pintu. Benar-benar sendirian, seorang gadis merasa sangat was-was karena di sekelilingnya hanya hitam. Bahkan, ia tidak bisa melihat tangannya sendiri.
Menelan ludah, ia menoleh. Kanan, belakang, kiri, dan depan. Berputar 360 derajat untuk kedua kalinya. Hanya hitam tanpa warna lainnya.
“W-what happen?” lirihnya mulai terisak.
Cuplikan kenangan kelam tertampilkan layaknya pantulan proyektor. Dua bocah kecil bersenda gurau sedang bermain bersama. Berlari, saling mengejar, dan melompat kegirangan di halaman rumahnya. Langit tanpa bintang, awan hitam yang menemani mereka.
“Come here, Jacob!” seru Ibunda memanggil dari bilik balkon di lantai dua.
Bocah kecil rambut cepak dengan wajah penuh bintik hitam di pipinya pun mendongak. Ia tersenyum dan berkata, “Yes, Mom. Eleven minutes again!”
“Kakak lihat Bunda? Dimana? Ely kok nggak bisa lihat? Bunda cuma mau bicara sama kakak, ya? Ely juga mau, bilangin kak!” sorak bocah kecil wajah yang begitu manis dengan rambut sebahu.
Menggeleng, Jacob tersenyum. “Belum waktunya Ely dijemput Bunda, mungkin Ely akan paham jika sudah dewasa.”
Sqarr terkejut, cuplikan ini seakan kembali menceritakan detik-detik ketika alasan kuat mengapa fobianya bisa muncul. Menutup mata rapat-rapat, yang terdengar justru semakin jelas dan berdengung.
“Please, Dad! Jangan lakukan di depan Ely!” teriak Jacob, Sqarr sangat mengenal bahkan hapal di luar kepala.
Sqarr menutup telinganya rapat-rapat, berdengung bak lebah. Gendang telinga Sqarr seakan-akan pecah.
“Kalau saja kamu tidak ada, istri saya tetap baik-baik saja. Diamlah, tidak akan terasa sakit jika kamu menurut,” ujar seseorang dengan suara berat, tidak salah lagi jika ini adalah sosok pahlawan bagi Sqarr ketika belum menyaksikan kejadian mengerikan ini.
“Tidak, tidak! Aku tidak mau dengar apapun!” cetus Sqarr dengan gemetar ketakutan.
Jleb!
“Akh! S-stop ... please ... stop, Dad!” teriak Jacob disela-sela tangisnya.
“A-apa yang .... APA YANG AYAH LAKUKAN?!” Ely berlari mendekati Jacob yang tersungkur lemah.
Tangisan Ely semakin pecah ketika menatap betapa kejamnya sosok pria yang menjabat sebagai Ayahnya. Garpu yang biasanya digunakan alat makan, kini tertancap begitu dalam pada bola mata Jacob. Ely mendekap Jacob dengan meneriakkan sumpah serapah pada ayahnya yang justru tersenyum dan berjalan santai ke dalam rumah.
“Ely ... ji-jika sudah bisa baca, segera la-lakukan apa yang kakak tulis ... di buku harian. Mom, i-i'm sorry. Be-lum jagain Ely. Wish you ... all the best, Ely. Tersenyumlah, i'm ... okay,” lirih Jacob dengan memeluk erat tubuh mungil Ely.
“Kakak! Hentikan, tolong hentikan!” Tubuh Sqarr diguncang hingga ia tersadar.
“Hey, sweety! I'm here with you. Are you okay? Tell me!” risau Jason dengan mendekap Sqarr dan membelai pipinya.
Terisak, tubuh Sqarr gemetar tidak karuan. “I-i’m okay, maybe.”
“Aku selalu berusaha di sisimu, mendampingimu, bahkan rela melindungimu sejak awal pertemuan kita di lift. I'm yours, okay?” Jason membelai lembut rambut Sqarr dengan menyeka air matanya.
Sqarr mengangguk patah-patah. Perasaannya mulai menghangat. Mimpi terburuk yang menghantui. Hadir di saat yang sangat tidak tepat. Lihat saja, di hari kedua kencan mereka justru Sqarr ketiduran ketika perjalanan pulang ke rumahnya. Mimpi singkat yang mencekam, berapa lama ia ketiduran? Dan lagi, bisa-bisanya pas ketika berada di mobil Jason.
***
Dahi berpeluh keringat. Di luar ruangan, matahari sudah meninggi. Kedua mata yang memicing, senyum tipis meliputi, kedua tangan terkepal, serta kuda-kuda yang terpasang kokoh.
Bugh! Bugh!
Samsak menjadi sasaran empuk bagi seorang gadis yang sedang mengalami datang bulan. Jika gadis lain bergelung dan berdiam diri di kamar. Gadis ini justru melawan rasa sakitnya. Ketika gadis lain marah-marah dan lebih cerewet karena hal sepele. Gadis ini lebih banyak diam, bahkan tidak ingin berbicara satu kata pun.
Jaselynn Sqarr, ia lebih memilih diam dengan tatapan tanpa ekspresi bila fase khususnya muncul. Dia semakin tegas dan perintahnya semakin tak terbantahkan saat nyeri mulai menyerangnya. Berolahraga pun lebih rutin hanya untuk pelampiasan rasa sakitnya.
“Non?” panggil sang pelatih dengan hati-hati.
Sqarr menoleh, menatap tidak berminat. Sang pelatih menjadi ragu-ragu, ia menarik napas dan mengembuskan.
“Berapa ... lama lagi?” lirih sang pelatih melihat lantai yang dipijaknya.
Mungkinkah Sqarr mendengarnya? Dia tetap diam tanpa pergerakan.
Tok! Tok! Tok!
“We haven't done!” sahut sang pelatih harus merelakan sedikit waktunya lagi.
“Go.”
Terkejut, sang pelatih segera mendekat. “Excuse me? Are you serriously?”
Mengangguk, hanya itu respon Sqarr.
“Tuhan memberkati!” girang sang pelatih hingga berani memeluk Sqarr.
Tok! Tok! Tok!
“Excuse me. Mohon maaf, non. Tuan muda Jason sudah menunggu di ruang tamu.”
Sqarr mengangguk dan melepas pelukan sang pelatih. Berjalan tanpa sepatah kata melewati dua pria berbadan besar yang sedang menundukkan kepala tanda hormat.
***
Hoodie putih membalut manis pada tubuh Sqarr. Ia duduk di depan Jason tanpa sepatah kata. Baru selesai membersihkan diri, wajah Sqarr tampak lebih fresh dibandingkan tadi.
“Hi, how are you?” sapa Jason menyudahi memainkan ponselnya.
Sqarr menaikkan bahu. Hening.
“Nanti mau ke luar? Tadi aku kebetulan ada di daerah sini, jadi aku mampir. Sekalian ajak kamu ke rumahku kalau kamu nggak mau kemanapun,” sahut Jason tersenyum riang.
Sqarr mengangguk. “Berantem?” Satu pertanyaan akhirnya membuat Jason mengangguk semangat, padahal bukan seperti itu konsepnya.
“Eh, maksudnya aku nggak sengaja berantem.” Jason menyisir rambutnya ke belakang.
“Siapa?”
Jason mengernyit. “Aku, ‘kan?”
“Yang tanya,” sahut Sqarr sedikit tersenyum.
Menepuk dahi, bukankah itu kalimat yang sering digunakan untuk jail di beberapa tahun yang lalu? Sqarr masih ingat rupanya.
“Aku jemput jam lima, tidak kurang dan tidak lebih. See you, sweety!” pamit Jason mengacak-acak rambut Sqarr.
***HAAII, SEMOGA TETAP DIBERIKAN KESEHATAN UNTUK KITA SEMUA!
Aku bawakan lanjutan part, nih! Hope you like that😆💚
Ada yang mau diajak Jason juga, nggak?😳
***
Tanggal : 19 September 2020
MVote and comment, please!
KAMU SEDANG MEMBACA
I am (not) okay [Tamat]
Teen Fiction"Kode Almond satu!" titah Sqarr pada beberapa pria berbadan besar di seberang telepon. Sqarr memberi nama Kode Almond satu, karena perintahnya harus diutamakan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Dua pemuda yang mencari ulah tadi sudah terkapar bers...