Ting!
Sebuah chat WhatsApp masuk pada bilah notif di layar ponsel Sqarr. Mengernyit. Apakah isi pesan itu aneh?
Ting!
Sqarr menghentikan aktivitasnya. Padahal sedang asyik menyeruput secangkir kopi dan mengunyah cokelat Almond. Membuka chat masuk tepat saat kopi tersebut akan meluncur ke tenggorokan.
BRUH!
“Uhuk ... uhuk!” Sqarr tersedak setelah menyemburkan kopi yang ada di mulutnya.
Menoleh ke kanan dan kiri, merasa sedikit malu karena menjadi pusat perhatian dalam sebuah kafe. Akan tetapi, kali ini ia tidak marah ataupun tersinggung. Justru terbang melayang. Apakah Sqarr mulai merasakan jatuh cinta? Pada siapakah hatinya berlabuh?
“Mana ada aku cuek, apalagi gak mikirin kamu. Tiap pagi malam ku selalu memikirkan kamu.”
Hatinya berbunga-bunga, Sqarr baru kali ini merasakan bahagia teramat selain tentang cokelat Almond. Jarinya mengetuk pada video yang dikirim oleh Jason. Yap, dialah biangnya.
Tampak jika Jason sedang tersenyum dan mengatakan, “Mana ada aku cuek.” Pagi yang bagus sebagai awalan hari ini. Namun, ada deretan kalimat yang menjadi acuan Sqarr agar membatasi porsi rasa yang berlebihan.
“Kadar kebahagiaan akan setara dengan kesedihan.” Sqarr mengangguk menyetujui, ia menoleh terkejut pada Jason yang ternyata sudah ada di belakangnya untuk membaca kalimat pada note ponsel Sqarr.
***
Langkah Sqarr tampak buru-buru, ia gelisah karena sebuah masalah. Banyak sekali laporan dari anak buahnya jika dua minggu terakhir ada sekelompok pembuat onar di sekitar perumahannya. Warga semakin takut ke luar meski demi pembelian kebutuhan pokok.
Brak!
Sqarr mendorong pintu dengan emosi, ia berjalan melewati lima pria berbadan besar yang menyambutnya di masing-masing sudut. Mereka mempersilakan Sqarr menghampiri meja bergambar cokelat Almond. Di atas meja terdapat beberapa map hitam dan putih.
“Plat nomor ini seperti ....”
Sqarr menggeleng. Tidak boleh berprasangka buruk sebelum mengetahui kebenaran beserta alasannya.
Mengobrak-abrik tumpukan foto dari salah satu anak buah yang ditugaskannya. Lebih valid bila ada bukti dalam bentuk cetak dibanding foto yang dikirim melalui chat.
Sqarr tentunya sudah meminta beberapa anak buahnya untuk men-scan dan memastikan bahwa bukti ini benar-benar dapat menjadi acuan pencarian.
“Adakah informasi mengenai kelompok ini? Siapa ketuanya? Apa yang mereka mau? Selidiki dan tangkap salah satu dari biang onar!” titah Sqarr menatap lekat-lekat semua anak buahnya.
“Akan kami usahakan!” kompak mereka menyimpan sepercik iba untuk siapapun yang nantinya tertangkap.
“Besok siang tepat pada pukul sebelas, bawa mereka ke markas kedap suara dan pastikan pencahayaannya tidak ada kendala ataupun tiba-tiba mati. Laksanakan!”
***
Menunggu santai, tema outfit Sqarr kali ini serba hitam. Membalut sempurna pada tubuhnya. Rambut tergerai lurus berwarna hitam pekat.
Tok! Tok! Tok!
“Come here!” teriaknya pada beberapa pria berbadan besar beserta seorang pemuda bertudung putih.
Pintu dibiarkan terbuka selama Sqarr menunggu dalam ruangan. Kini, ia penasaran. Mungkinkah dugaannya benar? Mengapa begitu jika memang dia yang berbuat onar?
"Mana orangnya!" teriak seorang perempuan dengan wajah garang.
Salah satu pria berbadan besar menarik pemuda yang ditutupi kain putih. Malang sekali nasib pemuda tahanan ini. Kedua tangannya diikat ke belakang.
"Bawa sini!" titah Sqarr—pemimpin keras kepala dari segerombolan pria berbadan besar.
"Hmm try to open!"
Pemuda tahanan didorong tak berperasaan. Belum usai membenarkan keseimbangan, penutup kepalanya langsung dilepaskan.
Ujung bibirnya berdarah dengan tulang pipi yang lebam. Namun, hoodie hitam tetap bertengger manis membalut tubuhnya.
"Jason?!" pekik Sqarr sungguh terkejut.
Meringis dan tersenyum kecut, pemuda yang disebut Jason benar-benar membuat Sqarr tak mampu menahan rasa kecewanya.
“What?! Serriously?” kejut Sqarr menatap kecewa seorang pemuda yang baru kemarin lusa membuatnya terbang melayang.
Jason Smith—pemuda biang onar—tampak babak belur di ujung bibir dan tulang pipinya.
“Wait! Katakan, jika anak buahku salah tangkap! Katakan, kamu tidak mungkin membuat kerusuhan! Katakan, plat motormu tidak sesuai dengan ini!” Sqarr memperlihatkan sebuah foto pada Jason, ia tetap berusaha menahan rasa kecewanya.
“Yes, it’s me. I’m sorry, aku tidak akan beralasan apapun karena inilah aku. Meski menyimpan makna tersendiri, biarlah menjadi rahasiaku.”
Sqarr meremas foto yang dipegangnya. Melempar ke sembarang tempat. Tidak dapat dipercaya. Bisa-bisanya Jason membuat Sqarr bahagia dan kecewa dalam waktu berdekatan. Memang acuannya benar, kadarnya seimbang. Namun, tetap saja Sqarr tidak siap menerima fakta ini.
BLAM! Brak!
Lampu padam bersamaan ketika pintu tertutup, bahkan terkunci. Sqarr dalam kondisi hati yang tidak stabil sekarang. Fobianya kambuh lebih cepat. Padahal baru proses kesembuhan.
Tangannya gemetar, mata mulai berkaca-kaca. Menoleh sekitar, hanya hitam seperti mimpinya beberapa minggu yang lalu. Keringat mengucur dari dahinya. Melangkah ke belakang secara perlahan, ia tidak dapat melihat kaki bahkan tangannya.
Duk!
Dirasa sudah berada di pojok, Sqarr meringkuk. Setidaknya dengan ada di pojok, Sqarr mendapat sandaran meski dari dinding yang dingin. Jika saja rasa kecewa tidak menguasainya, tentunya Sqarr akan berteriak memanggil Jason yang jelas-jelas ada di hadapannya.
Speaker berdenging, Sqarr baru tahu jika benda itu masih berfungsi. Mengusahakan pikiran tetap sibuk membuatnya mencegah agar tidak histeris. Sqarr menyesal tidak memilih memeluk Jason tadi. Ternyata speaker tersebut berada tepat di atasnya.
Suara tawa seorang pemuda terdengar memenuhi segala penjuru sudut ruangan. Beberapa anak buahnya masih berusaha mendobrak, mencari cadangan kunci, dan memukul-mukul pintu. Jason celingukan, ia bingung di manakah Sqarr. Ponselnya tidak ada dalam saku celana. Jason harus berjalan menyusuri entah ke mana demi menemukan Sqarr.
“Sqarr! Jawab aku!” risaunya.
Menutup telinga. Sqarr tidak dapat mendengar apapun kecuali dari pikirannya sendiri. Musuh terbesar memanglah diri sendiri. Jeritan Jacob, kata-kata sarkas ayahnya, beserta tangisan dirinya semasa kecil terus berdengung dan menggema.
“Hey, sweety!” teriak Jason berjalan demi setapak entah ke mana.
Jason mencari dinding terdekat untuk bisa menuntunnya bergerak pasti memeriksa segala sudut ruangan ini. Ketuanya sudah kelewatan karena memakai ide konyol ini. Jason benar-benar menolak atas keputusan tidak waras dari ketuanya. Menyedihkan.
***
Besok Senin, ya! MANGATZ ulangan bagi yang sudah ada jadwal💚😙!Semoga tetap diberikan kesehatan untuk kita semua!
Terima kasih banyak atas waktunya~
***
Tanggal : 20 September 2020
MtajnhVote and comment, please!
KAMU SEDANG MEMBACA
I am (not) okay [Tamat]
Teen Fiction"Kode Almond satu!" titah Sqarr pada beberapa pria berbadan besar di seberang telepon. Sqarr memberi nama Kode Almond satu, karena perintahnya harus diutamakan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Dua pemuda yang mencari ulah tadi sudah terkapar bers...