Bab 11

68 52 35
                                        

  Ceklek!

  Hampir saja teh pada nampan yang dibawanya tumpah akibat kurang seimbang. Lebih berhati-hati, gadis blasteran ini benar-benar ingin menjadi orang pertama yang dilihat Sidqi. Dengan perlahan, ia meletakkan nampan di atas nakas. Akhirnya, ia bisa tersenyum lega.

  “Mifah ... i am not okay,” racau Sidqi melunturkan senyum gadis blasteran.

  Mengepalkan tangan, hatinya tersayat. Meski terdengar samar-samar, ia tahu apa yang dikatakan Sidqi.

  “Tidak bisakah aku yang menempati keseluruhan hatimu? Aku tidak akan pernah menjadi antagonis jika saja hatiku tidak teriris.” Air sudah menggenang di pelupuk matanya, bersiap meluruh menciptakan sungai kecil.

  “Sqarr?” gumam Sidqi sembari mengucek matanya.

  Gadis blasteran itu segera menghapus air matanya dan menarik napas. “Jangan lupa sarapan, ya! Aku per–“

  “Tadi melamun?” tanya Sidqi dengan menggenggam pergelangan tangan Sqarr.

  “Mungkin efek kecapekan. I'm okay,” timpal Sqarr sembari melepas jemari Sidqi yang melingkar pada pergelangannya.

  “Istirahatlah. Acara nanti berlangsung sangat lama dan pastinya menguras tenaga. Saat penutupan, aku ingin mengenalkanmu pada semua yang hadir termasuk ... ‘dia’. Jaga pola makanmu agar tidak terkena maagh, ya!” tutur Sidqi menasihati Sqarr yang membelakanginya.

  “Sure,” timpal Sqarr dengan lekas ke luar.

***

  Seonggok api telah melahap berlembar-lembar kertas foto. Gadis blasteran Indo-Itali masih menatap nanar pada foto yang sudah dibakarnya. Terbersit penyesalan karena sisi positifnya menjeritkan semua kenangan manis bersama pemuda yang terdapat pada foto tersebut.

  “Hampir dua tahun kamu menghilang. Bukankah kamu berjanji akan melindungiku? Kamu juga harus mengajariku memasak! Apa sih maksudmu? Meninggalkan aku dengan kenangan, membiarkanku terbelenggu masa lampau, dan ... membohongi hatiku yang nyaman padamu.”

  Air mata telah meluruh pada pipi mulusnya. Menerobos make up cantik yang terpoles. Mengenang seseorang yang tega meninggalkan sendirian. Apakah begitu sakit? Sangat. Bahkan, jika orang tersebut masuk dalam kategori istimewa. Termasuk ketika ia telah berhasil menjadi alasan untuk menyembuhkan fobianya.

  “Ada apa denganmu?”

  Sedikit berjingkat terkejut, pemuda dengan anting satu mendekati gadis blasteran ini. Mengernyit tidak suka, ia benar-benar membenci jika privasinya terganggu apalagi dengan orang asing.

  “Siapa kamu!” bentaknya penuh emosi. Gagal sudah acara mellow-nya.

  Tersenyum miring. “Terfokus pada satu objek, hanya akan membuat yang lainnya tidak tampak.”

  Gadis itu bersedekap dan menimpali, “Apa maksudmu?”

  “Tidak ada. Hanya ingin mengingatkan tentang pertarungan dua tahun yang lalu.”

  “KAMU SALAH SATU DARI MEREKA?!”

  “Sqarr?” panggil Sidqi menghampiri untuk mencegah terjadinya kebocoran informasi.

  Gadis blasteran pun menoleh. “Kamu mengundang dia?” tanyanya sedikit terusik.

  “Tolong tinggalkan kami dan terima kasih telah datang,” pinta Sidqi pada pemuda dengan anting satu.

  “Cepat atau lambat, dia harus tahu.” Pemuda ini pun pergi dan memilih membaur pada tamu-tamu undangan yang lain.

  Menghela napas, Sidqi tidak siap memberitahukan saat ini. Namun, ia tahu jika Sqarr sudah menunggu terlalu lama. Tentunya ia tidak tega membuat Sqarr menunggu lebih lama lagi. Akan tetapi, acara hari ini mungkin bisa membantunya tetap bersabar.

I am (not) okay [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang