: G O N E

13.2K 4.1K 1.5K
                                    

"Tisu dimana?!" Teriak Heeseung mengobrak-abrik isi kamar, tapi benda yang dicari tak kunjung ditemukan.

"Ini, gue ambil dari kamar," jawab Sunoo menyodorkan sekotak tisu.

Selembar tisu diambil, digulung kecil dan langsung digunakan untuk menyumbat darah yang keluar dari lubang hidung kiri Daniel.

Tisu perlahan berubah merah, darahnya banyak sekali. Heeseung jadi ingat apa yang dibicarakan Euijoo di balkon saat itu.

"Kak, kalau misalkan gue jadi target selanjutnya... tolong jaga Daniel, ya," pinta Euijoo memohon.

"Jangan gitu lah, semua pasti selamat, kok," balas Heeseung tak menyetujui, pada awalnya.

"Itu kemungkinan kecil... gue minta tolong ya... tolong jaga Daniel, jangan biarin dia panik atau ketakutan berlebihan."

"Loh?"

Euijoo tersenyum sendu. "Kalau dia begitu, dia bakal mimisan hebat, dan darahnya gak akan berhenti sampai dia tenang."

Begitulah yang dia ingat.

"Lo ngapain sih, kak?!" Marah Jay menepis tangan Heeseung yang hendak mengganti tisu. "Dia ini udah bunuh orang, tau! Jangan dibaikin!"

"Jay, kita gak bisa nuduh Daniel begitu aja, gak ada bukti," sahut Geonu dari belakang, berniat membawa Jay mundur tapi Jay semakin marah.

"Bukti apa lagi? Dia ada disini, tangannya banyak darah, dan pintu kekunci!"

"Maaf... maaf...." racau Daniel tak jelas.

Heeseung menarik Daniel ke dalam pelukannya, menyalurkan kehangatan dan ketenangan. Dia percaya Daniel bukan pelakunya, pelaku tidak mungkin ketakutan seperti ini.

"Kak Jay, harusnya lo mikir dulu dong. Pelaku gak mungkin kunci pintu saat bunuh orang, itu bakal mempersulit dia untuk kabur pas ketahuan," cibir Ni-ki menjelaskan.

"Tau dari mana lo?" Tanya Sunoo dengan mata memicing curiga.

"Lo ngapain disini?!" Tanya Jay baru sadar, marah lagi.

"Lah, suka-suka gue, dong!" Balas Sunoo nyolot.

Geonu menepuk jidat, dia angkat tangan deh. "Seung, ayo keluar. Kasian Daniel."

"Iya. Niel, lo belum makan, kan? Yuk makan di dapur."

Di sisi lain, Sunghoon memperhatikan mereka semua dari luar ruangan, memiringkan kepalanya bingung seraya menunjuk Jay.

"Jay, sejak kapan lo suka marah-marah begini?"






























































"Kaki lo harus dipasang perban, Jake. Jangan dibiarin begitu," tegur Hanbin melihat Jake santai-santai saja, padahal kakinya masih mengeluarkan darah.

Tadinya sih sudah pakai perban, tapi setelah itu dia lepas. Katanya risih.

"Buat apa? Emang kalau pakai perban nyawa gue bisa selamat?" Sinis Jake, lalu menyedot susu kotaknya.

Saat ini, mereka berdua ada di halaman belakang, duduk di kursi panjang menghadap ke hutan, sengaja memilih tempat ini karena di dalam terasa sesak. Banyak sekali pertengkaran yang terjadi, bikin pusing kepala.

"Seenggaknya lo bisa lari kalau pelakunya mau bunuh lo," kata Hanbin.

"Sejak awal gue emang diincer pelakunya kali," balas Jake. "Dan gue juga tau siapa aja pelakunya, emangnya gue gak tau mereka lagi akting? Padahal gue ada di dekat mereka."

"Serius lo?" Hanbin terkejut. "Kenapa lo gak bilang?!"

"Sst, jangan keras-keras!"

Hanbin langsung menutup mulutnya dengan tangan. "Maaf," cicitnya pelan.

"Gue gak bilang karena gue susah ngebuktiinnya, orang itu susah untuk dituduh. Gue yakin kejadiannya bakal sama kayak Jay nuduh Sunoo tadi," jelas Jake.

"Pelakunya ada berapa?"

"Sejauh ini... dua?"

"Kok ragu?"

Jake mengusap tengkuk lehernya. "Sorry, gue sendiri juga gak yakin berapa jumlah pelakunya. Kayaknya sih dua, gak mungkin satu."

"Siapa pelakunya?"

"Sini deketan, biar gak ada yang denger," bisik Jake, dan Hanbin pun mendekat.

"Pelakunya itu-"







CRASH!







Deg!







"Wah wah wah, jangan cepuin temen sendiri dong, Kak Jake."

Kedua tangan Jake terkepal di samping tubuhnya, keringat dingin bermunculan, dan badannya mulai gemetar melihat kepala yang terpisah dari tubuhnya itu.

Sesaat dia terdiam, lalu tanpa ragu ia berdiri, memukul orang itu dengan kasar sampai jatuh tersungkur ke tanah.

"Lo juga mau bunuh gue? Udah gila."

Orang itu meringis, mengusap sudut bibirnya yang berdarah. "Hei kak, harusnya lo jangan mukul gue kayak gitu, dong."

"Kenapa? Sakit? Kebetulan banget gue pengen pukul orang lagi."

"Haha, sebaiknya lo liat ke belakang. Jangan fokus ke depan aja."













































































"Halo? Ada yang liat Youngbin, gak?!" Tanya Nicholas lantang. Dia kesal, katanya ingin berbicara empat mata, tapi orangnya malah tidak ada, pergi entah kemana.

Kalau begitu kan lebih baik dia tidur saja atau menjaga Jungwon.

"Gak lihat, kenapa emangnya?" Kei balas bertanya, baru keluar dari kamarnya setelah mandi.

"Gak apa-apa, nanya doang," jawab Nicholas berbohong.

Drap drap drap!

"Woi, woiiiii!!!!" Teriak Jimin seperti orang dikejar setan. Dan karena tidak melihat jalan, dia menabrak Taeyong yang ingin naik ke atas sampai punggung si Taeyong membentur pegangan tangga.

"Aduh, punggung gue encok!"

"Apaan sih, Jim? Jangan teriak-teriak," tegur Kei karena telinganya langsung pengang.

"Itu... itu!!!!"

"Ita itu ita itu, ngomong yang jelas, dong!"

Jimin menunjuk sembarang arah dengan panik, sampai tak sadar kalau dia hampir mencolok mata Taeyong.

"Itu... Kyungmin sama Jake... KYUNGMIN SAMA JAKE GAK ADA!"

























Jadi, siapa pelakunya?
Chapter depan, pelaku
pertama akan terungkap!
:)

Bloody Dorm | I-LAND ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang