6.

1.1K 146 24
                                    

"Kakak." Ketlin berlari menghampiri Vivi yang baru saja pulang setelah dari rumah sakit.

Vivi tidak ingin kembali ke sekolah, karena nanti ia malah bertengkar dengan Mira dan juga papahnya. Vivi melepas helmnya lalu menaruh ke atas motor, ia berlutut sambil merentangkan tangannya.

"Aduh." Ucap Vivi saat Ketlin menabrak tubuhnya dengan cukup kuat sehingga ia terjatuh ke atas tanah.

Vivi menciumi pipi Ketlin dengan gemas, Ketlin tertawa geli mendapat hujaman ciuman di kedua pipinya.

"Kamu sekarang berat banget, ya." Ucap Vivi.

"Kok kamu udah pulang?" Tanya Veranda yang berjalan menghampiri Vivi.

Ketlin bangun dari atas tubuh Vivi, baru kemudian Vivi berdiri, "Sekolahnya pulang awal."

Veranda memicingkan matanya, ia tahu kalau anak sulungnya ini berbohong. "Yang bener?"

"Iya, Mah." Ucap Vivi sambil menepuk-nepuk debu yang ada di seragamnya.

"Berarti papah pulang awal juga dong." Ucap Veranda.

Vivi mengangkat kedua bahunya ke atas, "Papah kan selalu sibuk sampe gak inget mamah sama Ketlin."

Ketlin menundukkan kepalanya, walaupun ia masih TK, tapi ia tahu kalau ia jarang bermain dengan papahnya. Terkadang ia bertemu dengan papahnya hanya di pagi hari saja, ia tidak tahu kenapa papahnya bisa sesibuk itu.

Veranda menoleh ke arah Ketlin yang terlihat sedih, ia meraih tubuh Ketlin lalu menggendongnya. Kalau Vivi sudah seperti ini pasti ada sesuatu yang terjadi antara Kinan dan juga Vivi, tapi untuk saat ini ia harus menenangkan Ketlin agar tidak terlalu memikirkan Kinan.

"Nanti mamah mau ngomong sama kamu." Ucap Veranda kemudian berjalan masuk ke dalam rumah.

Vivi mendongakkan kepalanya, ia menatap awan-awan yang berlarian dikejar oleh angin. Awan itu seperti sebuah keinginan, tidak bisa digenggam tapi bisa digapai.

Vivi berjalan masuk ke dalam rumahnya, ia teringat jika Mira sudah mengirimkan file yang ia minta semalam di emailnya. Mungkin ia harus melihat dan mengecek siapa sebenarnya orang yang memiliki kekuatan siluman.

Kalau semalam ia bisa melihat wajah orang itu sebelum orang itu berubah menjadi kelelawar, pasti sekarang ia sudah bisa mencari siapa sebenarnya orang itu. Papahnya belum menjelaskan secara lebih lanjut tentang bekas hitam di kening para korban, tidak ada petunjuk mengenai hal itu. Mira memang bisa diandalkan untuk urusan mencari informasi seperti ini, ia melihat gambar dugaan siluman kelelawar itu.

“Ahool.” Gumam Vivi, ia duduk di kursi belajarnya, menghadap laptop yang memperlihatkan file tentang siluman kelelawar. “kelelawar raksasa, lebar sayap sekitar 12 kaki.”

Vivi masih ingat seberapa besar sayap siluman kelelawar itu, dan juga saat terbang makhluk itu mengeluarkan suara A hool, mungkin karena itulah akhirnya makhluk itu diberi nama Ahool.

Vivi menyentuh plester di pipinya, ia sudah tidak merasakan sakit lagi. Vivi langsung mendorong kursinya ke belakang, ia berdiri di depan kaca cerminnya, tangannya perlahan melepas perban di pipinya. Ia terkejut saat melihat tidak ada luka sama sekali di pipinya dan juga keningnya yang bersih. Ia masih mengingat betapa parah luka di pipinya ini, tapi mengapa sekarang malah hilang tak berbekas.

“Aneh.” Ucap Vivi.

“Vi.” Veranda mengetuk pintu kamar Vivi dari luar.

Vivi langsung menutup pipinya menggunakan plester itu, ia tidak ingin menimbulkan pertanyaan dari Veranda tentang bekas lukanya yang menghilang. Vivi berjalan membuka pintu, ia melihat Veranda berdiri di depannya.

TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang