28.

776 128 11
                                    

"Pah, kita gak nyari Vivi?" Tanya Veranda sambil berjalan mendekati Kinan yang sedang duduk di kursi kerja.

Kinan mengangkat kepalanya lalu ia menggelengkan kepalanya. "Gak usah."

Veranda berdiri di depan meja kerja Kinan. "Kenapa?"

"Gapapa aja." Jawab Kinan enteng.

"Nan."

Kinan menghela napas panjang, ia meletakkan bolpen yang sedari tadi ia gunakan untuk menulis. Perbincangan mengenai Vivi sudah menjadi pokok pembicaraan yang wajib jika mereka sedang berdua seperti ini.

Veranda selalu membujuk Kinan agar mencari Vivi yang kabur selama berhari-hari. Tapi Kinan selalu mengatakan kalau Vivi baik-baik saja. Selalu seperti itu, sampai Ketlin yang masih duduk di bangku TK merasa jengah dengan perbincangan itu.

"Vivi gapapa, percaya sama aku." Ucap Kinan.

"Kamu selalu ngomong kayak gitu, padahal kita gak tahu di mana Vivi sekarang." Tegas Veranda.

"Mamah, Ketlin laper." Kepala Ketlin muncul dari celah pintu, ia menundukkan kepalanya karena takut jika ia kena marah oleh orang tuanya.

Veranda berdecak sebal, ia menatap tajam ke arah Kinan. "Anak kita itu Vivi sama Ketlin."

"Mau nambah juga gapapa." Gumam Kinan.

"Jangan harap sebelum ketemu Vivi." Ucap Veranda kemudian berjalan mendekati Ketlin yang bersembunyi di balik pintu.

Kinan tersenyum miring, "Tentu saja, sayang."

Kinan mengambil ponselnya yang berada di atas meja, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia harus menghubungi seseorang untuk memastikan keberadaan Vivi lagi. Tidak mungkin ada yang lepas begitu saja dari seorang Tanumihardja. Walaupun Vivi pergi tanpa meninggalkan apapun, tapi sepertinya Vivi lupa kalau Tanumihardja memiliki kenalan yang sangat luas.

"Selamat siang, pak."

"Siang." Ucap Kinan sambil tersenyum-senyum.

"Ada apa, pak?"

"Dimana dia sekarang?" Tanya Kinan.

"Masih di bandara, pak."

Kinan mendongakkan kepalanya, ia tersenyum lebar. "Terus awasi dia."

"Baik, pak."

Kinan meletakkan ponselnya di atas meja lalu kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Ia hanya berpura-pura tidak peduli tentang Vivi kepada Veranda, karena ia ingin menikmati waktunya dengan Ketlin selagi masih ada.

"Bukannya nyari Vivi malah senyum-senyum sendiri." Veranda berdiri di depan pintu sambil melipat tangannya ke depan dada.

Kinan tertawa kecil, ia berjalan menghampiri Veranda yang terus-menerus marah kepada dirinya jika sudah menyangkut tentang Vivi. Veranda memang seperti ini, selalu posesif kepada Vivi, dan setelah Vivi pergi, Veranda semakin mendorong-dorong Kinan untuk mencari Vivi.

"Kamu mau ngasih apa kalo aku bisa nemuin Vivi?" Tanya Kinan sambil menaik turunkan alisnya.

Veranda mendengus sebal, ia menunjuk dada Kinan, "Dia itu anak kamu, anak kita. Malah minta embel-embel."

"Dia pinter, susah nemuinnya. Aku perlu reward." Keluh Kinan.

"Temuin dulu."

"Kalo udah ketemu?"

"Bawa sini lah." Veranda meletakkan kedua tangannya ke pinggangnya. "Kalo gak ketemu hari ini, aku cincang kamu."

"Uh, takut deh." Goda Kinan, tangannya mengusap lembut pipi Veranda.

TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang