Sesuai dengan perintah yang Vivi berikan kepada seorang polisi yang entah namanya siapa tadi, beberapa jalan sudah terlihat sepi dan hanya ada beberapa polisi yang berlalu lalang untuk mengecek apakah masih ada orang atau tidak. Vivi tertawa kecil, ia penasaran alasan apa yang diberikan kepada polisi-polisi itu agar semuanya ikut pergi dari daerah ini. Biasanya para polisi paling suka jika mendapat tugas ini karena mereka merasa kalau memiliki kuasa kepada masyarakat umum, jadi sudah cocok jika meminta bantuan dari semua polisi.
Vivi menghentikan motornya saat mendapati garis polisi di depannya, padahal sebentar lagi ia sampai di sekolahnya. Bukankah ia sudah meminta kalau tidak ada yang boleh masuk kecuali dirinya, tapi sekarang dia belum masuk dan sudah ditutup.
“Pak, saya mau masuk.” Teriak Vivi setelah menaikkan kaca helmnya.
Salah seorang polisi yang menggunakan senjata panjang berjalan mendekati Vivi, “Maaf, dek, gak boleh masuk.”
“Hah?” Vivi mengerutkan keningnya, ia menunjuk dirinya sendiri, “Saya Viona, saya harus masuk.”
“Maaf, dek, ini perintah.” Tegas polisi itu.
“Saya yang ngasih perintah, pak.” Ucap Vivi yang mulai gemas dengan polisi ini.
“Pak tolong bawa adek ini pergi.” Ucap Polisi itu kepada salah satu temannya yang sedang berjaga.
Vivi membulatkan matanya, ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “Loh-loh, saya harus masuk, pak.”
“Kawasan ini harus steril.”
“Tapi saya harus masuk.”
“Tapi kawasan ini harus steril.”
Vivi menghela napas panjang, ini tidak akan bisa berhasil, ia harus mencari cara agar bisa masuk ke dalam, ia sudah tidak memiliki waktu lagi, kalau ia masih berdebat di sini pasti ia akan melihat polisi-polisi ini meninggal.
Vivi tersenyum miring, ia lupa jika memiliki walkie-talkie dari pak polisi itu. Ia mengambil tasnya dan mengeluarkan walkie-talkie dari dalam tasnya. Ia akan meminta bantuan pak polisi itu lagi agar ia bisa masuk ke dalam.
Vivi menekan satu tombol lalu mendekatkan ke mulutnya, “Halo, pak, saya Viona.”
Terdengar bunyi gemerisik sebentar lalu disambung jawaban dari si penerima, “Halo, ada apa?”
“Saya mau masuk ke sekolah, tapi gak dibolehin sama polisi yang tugas jaga.” Ucap Vivi sambil tersenyum tipis ke arah polisi di depannya ini.
“Tolong kasih ke polisi.” Pinta polisi itu.
“Siap, pak.” Vivi tersenyum miring, ia mengarahkan walkie-talkie itu kepada polisi di depannya.
“Biarkan anak ini masuk ke dalam, ini perintah dari saya.” Tegas polisi itu.
“Tapi, pak, 5 menit yang lalu ada anak yang persis sama anak ini dan sudah masuk ke dalam.”
Vivi membulatkan matanya, ia sudah kecolongan kali ini. Vivi melemparkan walkie-talkie itu ke arah polisi. Ia melepas helmnya lalu berlari menerobos garis polisi di depannya itu. Ia harus segera sampai ke sekolah sebelum teman-temannya tertipu oleh Vivi palsu itu.
“Hei!” teriak polisi itu, tapi Vivi terus berlari.
Alasan mengapa Vivi memilih berlari karena kalau ia memakai motor memang lebih cepat, tapi sebelum ia berhasil menyalakan motor, ia sudah ditahan oleh polisi itu. Jadi berlari adalah pilihan yang sangat pas, apalagi kalau diiringi lagu Seishun No Laptime
Lap time di masa remajaku ini
Bagaikan sedang berlomba
Kehabisan napas
Dan basah bermandikan keringat
Sedetik pun harus bisa lebih cepat
Alasan satu-satunya adalah karena TIFON