"Aku nanti pulang sendiri aja." Ucap Chika sambil memberikan helmnya kepada Gita.
Gita menerima helm itu, ia meletakkan di depan, ia masih kesal karena Chika mau-mau saja saat diajak jalan oleh Vivi. Padahal ia sudah berkali-kali melarang agar Chika tidak terlalu dekat dengan Vivi, tapi yang terjadi malah sebaliknya.
"Hn." Gumam Gita.
Chika tertawa kecil, ia mencubit pelan pipi Gita, "Lucu banget sih, kalo lagi marah kayak gini."
"Hati-hati, jangan aneh-aneh."
Chika menarik tangannya lalu mengangguk kecil, sepanjang hari ini Gita selalu mengucapkan kalimat itu. Sebegitu khawatirnya Gita terhadap dirinya yang hendak pergi bersama Chika.
"Iya-iya."
"Ini serius, Chik."
"Iya, kak Gita. Tenang aja, aku baik-baik aja, kok. Udah mending sekarang kak Gita pulang aja."
Gita menghela napas panjang, tidak ada yang bisa ia perbuat lagi. Ia menyalankan mesin motornya lalu meninggalkan Chika sendirian di pinggir jalan, ia menoleh ke belakang sekali untuk memastikan Chika masih aman.
Chika melambaikan tangannya ke arah Gita, sekarang masih jam 8 kurang 5 menit. Ia berjalan menuju patung yang dimaksud oleh Vivi kemarin. Ia mendongakkan kepalanya, rembulan malam ini bersinar begitu terang sehingga lampu jalan dan di taman kalah terang.
"Yah, semoga Vivi gak telat." Gumam Chika, ia berdiri di depan sebuah patung di bawah sinar rembulan dan sinar lampu di samping kanannya.
Vivi sengaja mengajak Chika jalan saat malam senin, karena biasanya pada malam inilah keadaan tidak terlalu ramai sehingga mereka berdua bisa sedikit bebas. Tenang saja, mereka tidak akan melakukan sesuatu yang lebih. Mereka hanya berpikir kalau bisa berjalan berdua tanpa kikuk atau canggung.
Chika melihat layar ponselnya, sekarang sudah jam 8 malam lewat 15 menit, tapi Vivi belum terlihat. Apa jangan-jangan Vivi tersesat lagi sama seperti hari kemarin? Tapi taman kota hanya ada satu di kota ini, dan patung yang dimaksud Vivi juga hanya ada satu, tidak mungkin kalau Vivi tersesat.
"Coba ditelfon, deh." Chika menggulirkan layar ponselnya dan mencari kontak nomor milik Vivi.
Chika sangat yakin kalau Vivi tidak akan mengingkari janji yang Vivi buat sendiri. Lagipula Vivi meminta agar Chika tidak telat, itu artinya Vivi juga tidak akan datang telat.
"Gak diangkat." Gumam Chika. Ia terus berusaha mencoba menelfon Vivi, sambil berharap kalau Vivi sebentar lagi datang.
Chika menurunkan ponselnya, "Tunggu bentar deh, siapa tahu bentar lagi dateng."
Mungkin perlu waktu satu jam untuk Vivi datang ke taman kota ini, jadi Chika akan menunggu sampai jam 9 malam, lalu ia kembali menelfon Vivi. Ia sangat yakin kalau Vivi akan datang malam ini.
Satu detik, satu menit, satu jam, dua jam, tiga jam berlalu. Chika masih berdiri di depan patung itu dengan harapan Vivi akan datang saat itu juga.
Chika menoleh ke sekeliling, taman ini sudah sangat sepi. Beberapa sudah mulai pulang karena waktu menunjukkan pukul 12 malam. Chika mendongakkan kepalanya, kedua bola matanya berkaca-kaca, perasaannya saat ini tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Chika meraih ponselnya, ia menelfon Vivi untuk memastikan apakah Vivi akan menjawabnya atau masih sama seperti puluhan panggilan tidak terjawab sebelumnya.
"Udahlah." Ucap Chika, ia sudah tidak punya harapan lagi Vivi akan datang malam ini.
Ia berjalan meninggalkan patung itu, keluar dari taman ini, langkahnya berhenti saat melihat seseorang duduk di atas motor sambil melihat ke arahnya dengan tatapan khawatir. Tanpa sadar air matanya jatuh, ia berlari menghampiri orang itu.