27.

719 125 15
                                    

Ara melompat turun dari motor begitu sampai di depan gerbang sebuah kos-kosan yang tidak terlalu besar. Olla sedikit oleng ketika Ara melompat turun tanpa memberitahuinya dan dalam keadaan motornya yang masih bergerak sedikit, ia menatap malas ke arah Ara yang selalu terburu-buru.

“Ini bukan film action yang nyawa pemainnya banyak.” Ketus Olla.

Ara melepas helm dan ia berikan kepada Olla, “Berisik.”

“Gue juga bukan pembantu lo.” teriak Olla karena Ara sudah berjalan masuk ke dalam gerbang itu.

Ara berdiri sebentar, ia mengerutkan keningnya dan mencari dimana kira-kira rumah pemilik kos-kosan ini. Ia menoleh ke samping dan melihat sebuah rumah yang terlihat paling berbeda dari bentuk bangunan yang ada. Ia berjalan menuju rumah itu dan mengetuk pintu rumah itu berkali-kali.

“Permisi! Permisi!” teriak Ara sambil terus mengetuk.

Olla baru saja masuk ke dalam dan melihat Ara yang lebih terkesan memukuli pintu rumah seseorang. Olla menghela napas panjang, tau gini lebih baik dirinya ikut Oniel daripada harus menahan malu gara-gara Ara.

“Lo bukan cuma bikin orang yang di rumah ini keluar, tapi semua orang yang ada di kos ini juga keluar.” ucap Olla sambil menarik tangan Ara.

“Kita gak punya waktu lagi.”

“Lu tolol? Ada bel, Zahra Nur.” Habis sudah kesabaran Olla kali ini.

Olla mengangkat tangannya dan menekan bel pintu itu sekali lalu ia mundur ke belakang karena sudah pasti pemilik rumah itu keluar apalagi Ara sudah membuat keributan sejak pertama kali datang ke tempat ini. Olla menyiapkan senyum di bibirnya saat melihat pintu itu dibuka dari dalam.

“Iya, cari siapa?” tanya seorang ibu-ibu.

“Kami-“

“-ibu tahu orang ini gak?” Olla memejamkan matanya saat lagi-lagi Ara mengacaukan suasana hatinya dengan memotong ucapannya yang belum selesai.

Ara memperlihatkan fotonya Vivi di layar ponselnya ke ibu itu. Ia mengikuti ucapan Olla dengan tidak menyebutkan nama Vivi ke pemilik kos ini, karena Oniel yakin kalau Vivi sudah berganti nama lain.

“Oh itu.” ucap ibu itu setelah beberapa detik terdiam.

Olla tersenyum lebar, ia hendak mengucapkan sesuatu tapi ia menoleh ke arah Ara terlebih dahulu, setelah dirasa Ara tidak akan mengucapkan sesuatu, maka ini kesempatannya untuk berbicara.

“Ibu tahu orang ini?” tanya Ara yang sekarang mendahului Olla.

Ibu itu menganggukkan kepalanya, dia menunjuk ke lantai dua, “Dia yang nempatin kamar di lantai dua untuk satu bulan.”

Ara menoleh ke arah Olla, ia menaikkan satu alisnya sambil tersenyum miring, “Ketemu, kan.”

“Bodo.” Ketus Olla.

“Rencananya memang satu bulan, tapi tadi baru aja pergi.” Ucapan ibu itu langsung meruntuhkan harapan Ara dan Olla.

“Pergi?” tanya Ara.

“Kemana, bu?” tanya Olla, sekarang Olla akan bertanya setelah Ara mengucapkan sesuatu, jadi ucapannya tidak diserobot lagi.

“Katanya sih Semarang, tadi anak saya yang nganterin sampe bandara.” Terang ibu itu.

Ara langsung berlari keluar dari gerbang itu untuk bersiap menuju bandara. Olla mengusap kasar wajahnya, ia tersenyum kikuk kepada ibu itu. Tingkah Ara memang tidak bisa dihiraukan lagi, Olla harus mencari cara untuk membuat Ara tidak melakukan hal-hal itu.

TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang