12.

899 134 27
                                    

"Ah, sakit, kak." Ucap Vivi saat Chika berjongkok di sampingnya.

Chika meraih tangan kanan Vivi, "Makanya kamu diem dulu."

Vivi meringis, rasa sakit kali ini lebih terasa daripada saat pertama kali ia diberi tanda oleh Uka. Tangannya terasa seperti terbakar dan tidak kunjung padam. Ia tidak tahu mengapa bisa begini, biasanya ia tidak merasakan sakit di pergelangan tangannya.

Chika meletakkan telapak tangan kanannya tepat di atas tanda itu, kedua kelopak matanya terpejam, ia berkonsentrasi penuh. Walaupun ia tidak bisa menyembuhkan tangan Vivi, setidaknya ia bisa sedikit mengurangi rasa sakit.

Chika membuka kelopak matanya, ia menoleh ke arah Ara yang masih berbaring dengan mata terpejam. Ia sangat yakin kalau kepala Ara yang terbentur tidak akan membuat Ara pingsan secepat ini. Chika memicingkan matanya, gerak napas Ara tidak teratur, ia semakin yakin kalau Ara baik-baik saja.

Olla, Mira dan Oniel masih tercengang melihat sepasang sayap keluar dari punggung Amel. Mereka bertiga berdiri mematung dengan mulut yang menganga lebar. Entah mereka benar-benar terkejut atau hanya pura-pura terkejut.

"Masih sakit gak?" Tanya Chika.

Vivi menggeleng pelan, "Udah gak terlalu."

Chika mengangkat telapak tangannya yang menyentuh tanda di pergelangan tangan kanan Vivi, ia melihat tanda itu mulai berwarna merah menyala. Ia penasaran apakah Amel bisa menemukan Uka atau tidak, dan juga ia tidak merasakan kehadiran Dewi Freya di sekitar sini.

Pasti Uka mengambil kesempatan saat Dewi Freya tidak ada, Uka akan mencoba membunuh Vivi. Chika mengepalkan tangannya, ia tidak akan membiarkan Vivi dibunuh oleh siapapun, baik itu Uka, Tifon atau bahkan siluman terkuat itu.

Seorang burung Elang besar tiba-tiba terbang di atas kepala mereka, semakin dekat, semakin rendah sampai burung Elang itu menapakkan cakarnya di salah satu meja di atas rooftop itu. Tanpa menunggu waktu lama lagi, burung Elang itu langsung berubah menjadi seorang laki-laki.

“Anjir!” pekik Olla yang terkejut.

“Wah wah wah, kesempatan yang bagus.” Ucap Uka.

Chika langsung berdiri di depan Vivi, ia merentangkan kedua tangannya, “Lo berani nyentuh Vivi, gue bakal bunuh elo.”

Uka tertawa kecil, ia melompat turun dari atas meja lalu berjalan mendekati Chika, “Tenang aja, gue gak bakal macem-macem.”

Uka menjentikkan jari di tangan kanannya, ia menatap ke arah Vivi yang duduk di belakang Chika, “Gimana? Udah gak sakit, kan?”

Vivi mengangkat tangan kanannya, ia masih melihat bekas tanda merah tapi sesuai ucapan Uka tadi, ia tidak lagi merasakan sakit di tangannya. Ia menatap ke arah Uka dengan tatapan bingung, Chika masih berdiri di depannya dan berusaha mencegah Uka agar tidak mendekat ke arah Vivi.

“Kenapa?” tanya Vivi, ia berusaha berdiri, rasa sakit di wajah dan juga punggungnya akibat berkelahi dengan Ara masih terasa. Tapi ini kesempatannya untuk menanyakan semuanya kepada Uka sebelum Uka pergi lagi.

“Vi, kamu jangan deket-deket.” Ucap Chika.

Vivi tersenyum ke arah Chika, ia menepuk pelan pundak Chika, “Tenang aja.”

“Kenapa?” tanya Vivi ulang, ia berjalan mendekati Uka, “ini belum dua bulan semenjak lo terakhir kesini.”

Uka tertawa kecil, “Gue memanfaatkan keadaan waktu Dewi Freya dan Valkyrie lagi pergi.”

“Dewi Freya yang ada di buku itu?” tanya Olla.

“Kalian belum tahu siapa Dewi Freya?” tanya Uka balik.

TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang