26.

760 123 10
                                    

Vivi membaringkan tubuhnya di atas kasur kos-kosannya. Ia melipat tangannya di bawah kepala dan menjadikan bantalan kepalanya. Berkali-kali ia menghela napas berat atau sesekali kedua kelopak matanya terpejam saat memikirkan sesuatu tentang keluarga dan teman-temannya.

Tubuh Vivi miring ke samping, membelakangi tembok, ia melihat punggung Adel yang sedang belajar untuk ujian terakhir esok hari. Sudah lebih dari dua minggu Vivi tinggal di kos ini dan selama itulah Vivi semakin dekat dengan Adel. Berbagai macam kegiatan mereka lakukan bersama, bahkan terkadang Adel membantunya mencuci bajunya yang tidak terlalu banyak atau menemaninya pergi ke pasar dan memasak makanan.

Vivi menggeser tubuhnya hingga kepalanya berada di tepi kasur. Kepalanya ia dekatkan ke samping kepala Adel, ia ingin mengecek apakah Adel selesai mengerjakan kisi-kisi untuk ujian besok atau belum.

"Belum selesai?" Tanya Vivi tanpa terus melihat pekerjaan Adel.

Adel menganggukkan kepalanya pelan, tangannya masih menari-nari di atas kertas folio. "Kurang dikit."

Vivi memajukan kepalanya dan ia letakkan di pundak kiri Adel. Ia memejamkan matanya sambil menghirup aroma parfum dari tubuh Adel. Ia tersenyum tipis, ini bukan parfum yang biasa Adel gunakan sehari-hari, ada yang berbeda dari Adel hari ini.

"Del." Panggil Vivi sembari membuka kelopak matanya.

"Hn."

"Kenapa ganti parfum? Yah, walaupun aku lebih suka yang sekarang sih." Ucap Vivi.

Adel terdiam sejenak, tangannya berhenti menulis karena ia mendadak lupa apa yang harus ia tulis. Ucapan Vivi tepat di telinganya membuat dirinya merasakan sesuatu yang aneh.

"Parfum yang kemarin habis, waktu aku mau beli, eh, stok di tokonya juga habis, yaudah aku beli yang jenis baru." Terang Adel.

"Oh."

Tangan Adel kembali melanjutkan menulis, ia harus segera menyelesaikan kisi-kisinya sebelum Vivi menanyainya sesuatu yang lebih. Tadi ia berbohong kepada Vivi, sebenarnya parfumnya yang la masih ada, ia hanya ingin mengganti parfumnya yang sedikit lebih harum dari parfumnya, siapa tahu Vivi suka.

Adel tersenyum kecil, ia senang saat Vivi mengatakan kalau lebih menyukai parfum yang sekarang. Kalau begini ia akan mengenakan parfum itu setiap hari.

"Del, aku mau ngomong. Ini serius, penting." Ucap Vivi setelah beberapa detik terdiam.

"Ngomong aja."

Vivi meletakkan keningnya di pundak Adel, ia sedikit ragu untuk mengatakan hal ini, tapi ia harus mengatakannya. Kepala Vivi menoleh ke samping, ia melihat tas yang ada di atas mejanya. Ia menghela napas panjang, rasanya berat tapi harus ia lakukan.

"Besok aku pulang ke Semarang." Ucap Vivi dengan nada suara yang pelan, bahkan hampir seperti berbisik.

Adel terdiam, ia memejamkan matanya. Seharusnya sejak awal ia tidak terlalu dekat dengan Vivi, ia sudah merasakan kalau ada yang berbeda dengan Vivi, tapi ia menghiraukan perasaannya itu dan malah berusaha semakin dekat dengan Vivi. Ternyata keraguannya saat pertama kali melihat Vivi kini sudah terjawab.

"Hati-hati, ya." Lirih Adel dengan suara yang bergetar.

Vivi menegakkan tubuhnya, ia menoleh ke arah Adel. "Del."

Adel menundukkan kepalanya, ia berusaha sekuatnya untuk menahan tangis. "Nanti aku beliin sesuatu buat jadi oleh-oleh kak Nala. Oh ya, kak Nala naik pesawat atau kereta atau bis? Kayaknya kak Nala pake pesawat, deh."

"Del." Panggil Vivi.

"Kan aku udah bisa naik motor, jadi besok aku anterin sampe bandara, ya."

Vivi melompat turun dari atas kasur, ia meringis saat merasakan pegal di pinggangnya karena menelungkup terlalu lama. Vivi mengangkat dagu Adel agar menatap ke arahnya, ia menghela napas panjang saat melihat air mata di kedua pipi Adel.

TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang