"Lo mau kemana?" Tanya Mira saat melihat Vivi buru-buru pergi dari rooftop saat mendengar bunyi bel istirahat pertama.
"Kamar mandi." Jawab Vivi.
Semalam ia tidak bisa tidur karena harus menjaga orang tuanya dan juga Ketlin. Sampai pagi tadi orang tuanya masih belum bangun juga, Vivi tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, ia meminta Shania untuk menjaga orang tuanya, ia juga menitipkan Ketlin pada Shania.
Ia sudah menceritakan semuanya kepada Mira tentang apa yang terjadi pada dirinya semalam, tapi ia masih tidak bisa mengingat apa yang terjadi sebelum ia tergeletak di kamar Ketlin. Ia juga tidak tahu mengapa pakaian-pakaiannya berserakan di dalam kamarnya.
"Ah, Vivi."
Vivi menghentikan langkahnya, ia melihat Gita berjalan mendekati Vivi. "Kenapa, kak?"
"Gue mau buka pintu kamar mandi, tapi gak bisa. Jadi gue minta tolong elo buat bantuin gue buka pintu itu." Ucap Gita.
Vivi terdiam sejenak, ia seharusnya pergi ke ruang kepala sekolah untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau ia membantu Gita, ia pasti tidak akan jadi pergi ke ruang kepala sekolah. Lagipula terlalu aneh melihat Gita yang tiba-tiba berubah sikap kepada dirinya.
"Okelah." Akhirnya Vivi mau membantu Gita, ia pikir kalau ini adalah sinyal hijau bagi hubungan dirinya dan Chika kedepannya.
Gita tersenyum miring, ia menarik Vivi masuk ke dalam ruang kamar mandi. Ia tidak peduli kalau Vivi memiliki kekuatan tiga dewa atau tidak, yang terpenting sekarang ia harus membuat Vivi membayar semua yang sudah Vivi lakukan kepada Chika.
Gita menunjuk pintu yang masih tertutup, "Itu pintunya."
Vivi menganggukkan kepalanya, ia berjalan mendekati pintu itu, tangannya meraih knop pintu dan berusaha untuk membuka pintu itu. Sepertinya ucapan Gita ada benarnya, pintu ini susah untuk dibuka, mungkin ada sesuatu yang mengganjal dari dalam.
"Di dalem ada orang?" Tanya Vivi.
Gita mengangkat kedua bahunya ke atas, "Gak tahu."
Vivi menundukkan kepalanya, ia mengintip ke lubang kunci pintu itu, siapa tahu ia menemukan sesuatu yang mengganjal di dalam sana. "Tapi kayaknya gak ada apa-apa deh."
"Di cek dulu, siapa tahu ada orang pingsan di dalem."
"Iya."
Gita tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi lalu ia ayunkan dengan sangat kuat ke belakang kepala Vivi. Dorongan dari pukulan tangan Gita tadi membuat kening Vivi langsung membentur knop pintu itu.
"Gimana rasanya?" Tanya Gita, ia menarik baju Vivi agar menghadap ke arahnya.
"K-kenapa?" Lirih Vivi.
Gita tersenyum tipis, ia melihat darah mengalir dari kening Vivi. "Sakit, kan?"
Vivi mengangguk pelan, ia memejamkan matanya, "Sakit "
"Ini yang Chika rasain waktu lo gak dateng semalem." Gita mendorong tubuh Vivi ke belakang lalu ia memukul pipi Vivi dengan sangat kuat.
Gita melampiaskan amarahnya ke tangannya sehingga pukulan demi pukulan yang diterima wajah Vivi menjadi terasa sangat menyakitkan.
"Lo yang ngajak Chika jalan, tapi lo sendiri yang gak dateng, maksud lo apa? Hah?" Gita memukul perut Vivi lalu menendang perut Vivi.
Vivi tidak bisa apa-apa lagi, otaknya tidak bisa berpikir lagi, ia tidak tahu apa yang diucapkan oleh Gita barusan. Dulu ia memang pernah mengajak Chika untuk jalan, tapi Chika langsung menolaknya.