20.

832 122 12
                                    

"Ini gak ada hubungannya sama elo." Ucap Mira.

Mira berusaha untuk bersikap biasa saja dan raut wajah yang datar agar Vivi tidak menaruh curiga lebih kepada dirinya. Ia sama sekali tidak menduga jika akan kepergok seperti ini.

"Sejak awal emang udah gak ada hubungannya." Jawab Vivi dengan nada datar sambil menatap ke arah Chika.

Vivi sempat penasaran apakah Mira benar-benar ke kamar mandi atau tidak, karena tidak mungkin Mira kebelet buang air kecil padahal mereka tidak membeli minuman, tidak mungkin juga Mira sakit perut. Kondisi Mira terlalu biasa saja untuk seseorang yang ke kamar mandi.

Atas dasar itulah Vivi membuntuti Mira dari belakang, ia sedikit terkejut kalau Mira mengadakan pertemuan rahasia dengan Chika. Ia tidak terlalu mendengar dengan jelas pembicaraan Mira dan Chika, tapi telinganya menangkap kata 'mimpi' dan 'janji' karena diucapkan berulang kali.

"Vi-"

Vivi mengangkat tangan kanannya ke atas saat Chika hendak mengucapkan sesuatu. Vivi menggelengkan kepalanya pelan, ia tersenyum getir, perasaannya terasa sakit sekali.

Vivi menatap ke arah Mira, ia menurunkan tangannya. "Semalem lo sendiri yang minta gue buat ketemu sama kak Chika, buat jelasin semuanya."

Mira mengerutkan keningnya, ia menaikkan satu alisnya ke atas, "Gue gak pernah bilang kayak gitu."

"Lo bilang kalo ada pilihan lain, tapi gue gak tahu kalo pilihan yang lain itu ini." Vivi tersenyum pahit.

Tidak masalahnya kalau Chika akan memilih orang lain selain dirinya, tapi kalau seseorang yang dekat dengannya sejak kecil, itu terlalu berlebihan. Apa tidak ada orang lain selain Mira?

"Kak Chika mau bales dendam karena semalem aku nolak permintaan kak Chika, kan?" Tanya Vivi.

Chika menggeleng pelan, "Engga-"

"-dan selamat." Vivi tersenyum ke arah Chika, "Balas dendamnya terbayar lunas."

Mira berjalan mendekati Vivi, "Lo kenapa sih?"

Vivi melihat Mira berjalan mendekatinya dan terlihat kalau Mira seolah sedang melindungi Chika. Perasaan Vivi benar-benar hancur, ia menaruh percaya kepada Mira, tapi ini balasan yang ia dapatkan.

Memang benar kata orang, rasa sakit yang kita dapatkan biasanya berasal dari orang paling dekat dengan kita. Dan kini Vivi merasakannya.

"Tenang aja, setelah ini gue gak akan ganggu kalian berdua. Gue cukup sadar diri, seorang monster kayak gue emang gak bisa bersanding dengan siapapun." Ucap Vivi.

"Hei," Mira menyentuh pundak Vivi, tapi langsung ditepis kasar oleh Vivi.

Vivi mengangkat jari telunjuknya ke atas, ia menatap tajam ke arah Mira. "Jangan. Sentuh. Gue."

Mira tertegun saat menatap ke dalam bola mata Vivi, ia tidak pernah melihat Vivi dengan bola mata seperti itu. Mira menyadari tatapan terluka lewat bola mata Vivi, pasti Vivi menduga kalau ia sedang bermain dengan Chika di belakang Vivi.

"Ini gak kayak yang lo pikirin, biar gue jelasin semuanya." Ucap Mira.

"Gak perlu." Tolak Vivi.

"Gak akan selesai kalo gini terus."

Vivi menatap tajam ke arah Mira, ia mengepalkan kedua tangannya sampai tangannya bergetar hebat. Ia berusaha sekuat mungkin agar air matanya tidak menetes walaupun kedua bola matanya sudah berkaca-kaca.

"Lo pikir lo siapa, hah? Lo pikir gue mau-mau aja temenan sama orang yang suka jahil kayak elo? Lo pikir gue ikhlas lahir batin nanggepin semua becandaan lo itu? Lo pikir gue gak tahu apa yang selama ini lo lakuin ke gue, iya?!"

TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang