BAB 5

5.5K 334 21
                                    

"Hei, Bung! Boleh gabung?" sapaku pada Fahmi.

Mereka berdua tercengang melihat kedatanganku. Sejurus kemudian Dahlia langsung beranjak pergi meninggalkanku dan Fahmi.

"Brengsek lu, Bas!" umpat Fahmi. Dia pasti sangat kesal aku merusak acara makan siang mereka.

Aku hanya mengedikkan bahu dan tersenyum mengejek.

"Sampai kapanpun Dahlia cuma milik gue. Lu ingat itu!"

"Mimpi lu!" sungut Fahmi kemudian bergegas mengejar Dahlia.

Meskipun Dahlia membenciku sampai mati. Aku tak akan pernah rela dia menjadi milik orang lain. Jika aku tak bisa mendapatkannya lagi, maka tak ada yang boleh mendapatkannya juga.

Aku kembali ke meja bersama rekan bisnis Ayah mertua. Mendengarkan kata-kata yang mengalir dari pebisnis kawakan itu dengan pikiran masih melayang pada Dahlia. Makan siang kali ini terasa begitu lama.

Perjalanan menuju kantor aku kembali menyambangi rumah Dahlia. Aku ingin memastikan dia sudah berada di rumah dan tak bersama laki-laki itu lagi. Entah apa yang merasukiku. Kini aku benar-benar nekat dan tak tahu malu. Sungguh melihat Dahlia bersama laki-laki lain aku tak terima. Kembali saya tegaskan. Sampai kapanpun Dahlia hanya milikku.

Dari pintu pagar aku bisa melihat Kirana sedang berlarian mengejar seekor kucing. Ingin aku turun dari mobil dan mendekatinya.

"Kiran, Papa rindu," ucapku seolah anak itu ada di dekatku.

Tak berselang lama Dahlia terlihat keluar membawa nampan dengan tiga gelas jus di atasnya. Ada siapa? Kenapa tiga gelas? Aku bertanya-tanya.

"Sayang, minum dulu!" Sayup-sayup kudengar suara Dahlia.

"Bubu lali telus, Ma," adu Kirana putriku.

"Uncle bantu tangkap ya?" Terdengar suara lelaki. Kirana terlihat mengangguk. Tak berselang lama lelaki itu terlihat mendekati Kirana yang sedang mengejar kucingnya.

Fahmi.

Lagi-lagi lelaki sialan itu. Panas menjalar memenuhi rongga dada. Aku tak terima. Apalagi ini menyangkut putriku. Aku tak terima Kirana dekat dengan laki-laki manapun yang ingin menggantikan posisiku sebagai papanya. Selamanya hanya aku papanya. Meski mungkin sampai saat ini dia tak tahu siapa papanya. Tapi suatu saat dia harus tahu. Dan aku tak akan membiarkan orang lain menggantikan posisiku.

Nekat aku turun dari mobil. Tak peduli apapun lagi. Aku hanya tak ingin posisiku tergantika  oleh orang lain. Mereka berdua milikku. Hanya milikku.

Kupencet bel di samping pintu pagar. Aku sengaja menghadap ke jalanan agar mereka tak tahu kalau itu aku. Pengecutkah aku? Biar saja, daripada tidak bisa menemui putriku. 

Tak menunggu lama pintu pagar terbuka. Aku langsung menyelonong tanpa permisi. Entah bagaimana reaksi Dahlia. Aku tak peduli.

"Mau apa kamu?" lirihnya. Aku masih bisa mendengarnya. Sekilas aku menoleh pada wanita yang masih sangat aku cintai. Kemudian kembali menatap lurus pada Kirana.

"Om!" serunya dengan wajah berbinar lalu berlari ke arahku.

"Hai, Kiran!" sapaku kemudian berjongkok bersiap menyambutnya.

"Kiran!" seru Dahlia.

Kirana berhenti sejenak sembari menatap mamanya. Ekspresi wajahnya berubah murung.

"Kemarin Mama bilang gimana?" ucapnya sedikit keras.

Kiran hanya terpaku dengan mata berkaca-kaca. Bisakah dia merasakan kerinduan yang aku rasa? Tanpa berpikir panjang aku segera mendekat dan memeluknya. Anak itu terisak di pelukanku. Entah apa yang membuatnya menangis, rindukah padaku papanya meski ia tak tahu? Atau karena bentakan Dahlia. 

RINDU JALAN PULANG (DINOVELKAN 0895355156677)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang