Papa Kirana

4.5K 262 16
                                    

"Pagi-pagi sudah melamun kamu, Bas!"

Aku terlonjak dari kursi malas. Kaki yang sedari tadi kuluruskan, kuturunkan seketika. Kemudian menoleh pada asal suara.

"Eh, Ibu!"

Diletakannya dua cangkir teh yang asapnya masih mengepul dan brownis potong di meja sebelahku. Kemudian ibu duduk di kursi yang berada di samping meja.

"Gimana tadi Dahlia?"

"Ya, gitu lah, Bu." Kuambil sepotong brownis buatan ibu. Kemudian menikmatinya. "Ibu sering berkunjung ke rumah?" tanyaku setelah menelan satu gigitan brownis.

"Sesekali, Bas. Ibu sering kangen sama Kirana." Wanita paruh baya itu tampak menikmati secangkir teh di tangannya. Kemudian menoleh kepadaku. "Kenapa?"

Aku mengedikkan bahu. Bingung harus bagaimana menanyakan hubungan Dahlia dengan Fahmi. "Dahlia pernah kesini?" tanyaku akhirnya.

"Sejak kamu pergi, enggak," jawab ibu tanpa menatapku. Justru fokus pada anggrek-anggrek di sebelah kolam renang.

"Tiga tahun .... bukan waktu sebentar. Tapi Dahlia tidak menggugat cerai. Apa mungkin Dahlia masih mau sama Bastian, ya, Bu?" tanyaku ragu.

"Wanita itu, meskipun sulit melupakan tapi yang paling utama dipikirkan adalah anak. Bukan mustahil Dahlia menerimamu lagi kalau kamu sungguh-sungguh berjuang."

"Apa selama ini Dahlia enggak pernah dekat dengan laki-laki lain?" selidikku.

"Setahu ibu, enggak. Kalau yang dekati pasti banyak. Secara Dahlia cantik, anggun dan berpendidikan. Tapi kalau sampai berhubungan serius, dia belum pernah cerita sama ibu." Ibu kembali menyesap tehnya.

"Kalau dengan Fahmi gimana?" cecarku.

"Fahmi?" Dahi ibu mengernyit. Kemudian menoleh ke arahku. "Ya, dia sepertinya sedang berjuang mengambil hati anak dan istrimu."

"Ibu sering lihat dia di sana?" kejarku.

"Kadang. Makanya, Bas. Berjuanglah! Kalaupun tidak bisa mendapatkan hati Dahlia kembali setidaknya penuhi kewajibanmu terlebih dahulu. Urusan hati, serahkan pada Pemiliknya."

Aku menghela nafas panjang. Berat rasanya kalau harus memikirkan kehilangan Dahlia. Membayangkannya bersanding dengan laki-laki lain. Bahkan anakku menyebut papa pada laki-laki lain. Ah, tiba-tiba jantungku seperti tercubit.

"Ibu tahu dimana Kiran sekolah?" tanyaku antusias.

Setelah ibu menyebutkan nama sekolah beserta alamatnya bergegas aku bersiap ke sana. Di jalan kukirim pesan untuk pertama kali pada Dahlia setelah sekian lama aku pergi.

[Aku akan menjemput Kiran]

Begitu pesan yang akhirnya kukirim setelah beberapa kali menghapus dan mengganti kata-katanya.

Aku tahu Dahlia tak memblokir nomorku dan bahkan tak merubah nomor ponselnya. Kadang itu membuatku sedikit berharap.

Dulu sering lama-lama kutatap nomornya di aplikasi berwarna hijau. Melihat dia online. Kadang kuketik panjang lebar lalu aku hanya bisa menghapusnya kembali.

Ah, Dahlia. Bagaimanapun cinta ini masih sama bahkan semakin besar untukmu.

Sungguh, yang kulakukan dulu hanya sebuah kesalahan. Aku sangat menyesalinya.

Kembalilah padaku, Dahlia!

Kuusap wajah dengan sebelah tangan. Frustasi. Bagaimana aku harus melanjutkan hari jika ternyata Dahlia memilih lelaki lain? Ah, aku tak bisa bayangkan.

Berkali kulirik ponsel di car holder yang menempel pada dashboard. Kulihat lagi pesan itu masih belum terbaca. Centangnya masih berwarna abu-abu. Biarlah. Yang penting aku sudah memberitahunya.

RINDU JALAN PULANG (DINOVELKAN 0895355156677)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang