BAB I

19.8K 975 41
                                    

.

.

.

.

.

Tiga belas tahun yang lalu...

.

Ada ketukan di pintu kemudian seretan langkah kaki. Dada Bright terasa nyeri. Ibunya telah menelpon saat mereka dalam perjalanan pulang dan mengatakan apa yang telah ia lakukan dan sekarang ia ingin pergi keluar untuk minum koktail bersama teman-temannya.

.

Bright menjadi satu-satunya orang yang harus menenangkan Prim. Ibunya tidak bisa mengatasi Prim jika melibatkan stres. Atau begitulah seperti yang ia katakan saat menelpon tadi.

.

"Bright?" Suara Prim yang tersedu. Dia menangis.

.

"Aku ada di sini, Prim," Katanya saat Bright berdiri dari sofa kecil yang dia duduki di sudut ruangan. Ini adalah tempat persembunyiannya. Di rumah ini mereka perlu tempat untuk bersembunyi. Jika tidak memilikinya sesuatu yang buruk akan terjadi.

.

Helaian rambut ikal Prim melekat di wajahnya yang basah. Bibir bawahnya gemetar saat ia menatap Bright dengan pandangan sedihnya. Bright hampir tidak pernah melihat matanya bahagia. Ibu hanya memberinya perhatian ketika Prim perlu baju baru dan menunjukkannya pada orang lain. Selain dari waktu itu Prim diabaikan. Kecuali oleh Bright. Bright melakukan yang terbaik untuk membuat ia merasa diinginkan.

.

"Aku tidak melihatnya. Dia tidak ada di sana," Prim berbisik saat sebuah isakan kecil terlepas. Bright tidak perlu bertanya siapa 'dia'. Ibu lelah mendengar Prim yang terus bertanya tentang ayahnya. Jadi dia memutuskan untuk membawa Prim menemui ayahnya. Bright harap Prim mengatakannya. Bright harap bisa ikut pergi. Namun, tatapan terluka di wajah Prim membuat tangannya mengepal. Jika Bright bisa bertemu pria itu dia ingin memukul hidungnya. Bright ingin melihatnya berdarah.

.

"Kemarilah," kata Bright lembut, meraih tangannya dan menarik adik kecilnya ke dalam pelukan. Prim membungkus erat pinggang Bright dan memeluk dengan begitu erat. Saat seperti ini membuat Bright sulit bernafas. Dia tidak suka kehidupan yang telah ia jalani. Setidaknya Bright tahu ayah menginginkannya. Dia meluangkan waktunya bersama Bright.

.

"Dia punya anak lain. Mereka kembar. Dan mereka... cantik. Rambut mereka seperti rambut malaikat. Dan mereka memiliki ibu yang membiarkan mereka bermain di lumpur. Mereka memakai sepatu tenis. Sepatu yang kotor." Prim selalu iri pada sepatu tenis yang kotor. Ibu mereka tidak akan membiarkannya berpenampilan tidak sempurna sepanjang waktu. Dia tidak pernah memiliki sepasang sepatu tenis.

.

"Mereka tidak mungkin lebih cantik darimu," Bright meyakinkan Prim karena dia sangat mempercayainya. Prim tersedu dan kemudian menarik dirinya. Kepalanya terangkat dan mata colat besarnya menatap Bright. "Mereka cantik. Aku melihat mereka. Aku bisa melihat foto di dinding kedua bocah laki-laki itu dan bersama seorang pria. Dia menyayangi mereka...Dia tidak menyayangiku."

.

Bright tidak bisa berbohong padanya. Prim benar. Dia tidak menyayanginya.

.

"Dia orang bodoh. Kau memiliki aku, Prim. Kau selalu memilikiku."

.

.

.

.

.

[w/n : dan akhirnya saya up juga book 2 ini... tengah malem woelah, gila gue ngebadutin Win sampe tengah malen dan berakhir gak bisa tidur meng, gila emang jadi badut brightwin. Mana Win ama P'Kik upload foto lagi makan di restoran yang sama, uuh,, udahlah, gila ]

DOWN [ BrightWin ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang