[ Abimanjoe Lingga Maoelana ]
Abimanyu Lingga Maulana•••
Abimanyu Lingga Maulana merupakan seorang pria yang gila baca buku, namun juga menjadi pecandu bersosial. Kemana pun dia pergi, dia selalu membawa buku. Meskipun dia sedang bekerja, dia tetap membaca. Abimanyu merupakan seorang yatim sejak usianya 11 tahun, yaitu ketika ayahnya ditangkap dan dibunuh oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada saat itu ayahnya mengikuti pemberontakan yang dimotori oleh PKI untuk melawan pemerintah Hindia Belanda pada 1926. Sampai saat ini, jasad ayahnya tidak ditemukan. Dahulu, ayah Abimanyu adalah anggota Partai Komunis Indonesia, namun dia sangat religius. Maklum, keturunan Arab.
Sejak ayahnya meninggal, ia berhenti sekolah dari Sekolah Rakjat (SR). Lalu dia bekerja menjadi buruh untuk membantu perekonomian keluarga, walaupun ibunya juga bekerja sebagai petani. Abimanyu tak kenal lelah menghidupi keluarganya, disamping itu, ia juga sembahyang, mengaji, dan melakukan apa pun yang diperintahkan oleh agama.
Ia juga tertarik pada sosialis, dan terkadang belajar tentang nilai-nilai kebangsaan, politik, sejarah, dan ilmu sosial lainnya bersama dengan para tokoh komunis. Lama kelamaan, ia jadi makin tertarik dengan komunisme, sehingga ia menjadi anggota PKI. Tujuan dia menjadi anggota PKI cukup sederhana, namun memiliki arti yang dalam. Ia bergabung karena ingin mewujudkan sebuah negara, dimana tidak terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial, para buruh, tani, rakyat miskin, dan golongannya hidup tanpa kelaparan, tidak ada kelas sosial, dan yang paling penting, bisa benar-benar merdeka dari Hindia Belanda.
Sesekali, Abimanyu berdiskusi dengan petinggi PKI, seperti Musso dan Alimin. Abimanyu pun sering bergaul dengan sesama kaum proletar yang mendambakan kehidupan bernegara sama seperti dia. Abimanyu sekarang mengetahui, bahwa ayahnya merupakan teman dekat Tan Malaka. Mereka sering berkomunikasi ketika Tan Malaka tinggal dan menjadi guru di Semarang. Sayangnya, Tan Malaka ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda, dan diasingkan ke Nederland.
Bagi Abimanyu, buku merupakan hal terpenting. Buku merupakan jendela dunia. Dia tidak bisa hidup tanpa buku dan bersosial. Buku-buku kiri-lah yang sering dibaca oleh Abimanyu. Ia juga terinspirasi dari tokoh seperti Karl Marx, Frederick Engels, Vladimir Lenin, Tan Malaka, dan tokoh kiri lainnya yang peduli dengan kaum buruh, tani, dan rakyat miskin yang kelaparan.
Dia bersumpah tidak akan menikah sebelum negeri ini benar-benar bebas dari pemerintahan Hindia Belanda.☆☆☆☆☆
“Bangunlah kaum yang terhina, bangun lah kaum yang lapar. Kehendak yang mulia dalam dunia, senantiasa bertambah besar. Lenyapkan adat dan paham tua, kita rakyat sadar-sadar. Dunia sudah berganti rupa, untuk kemenangan kita!”
Ketika Abimanyu sedang bernyanyi dengan lantang, tiba-tiba ada suara kring, kring. Itu merupakan suara bel sepeda Onthel. Orang yang mengendarai sepeda itu merupakan teman Abimanyu. Dia bernama Kertasena. Kertasena merupakan anak seorang pegawai dari instansi pemerintah Hindia Belanda. Maklum, Kertasena mempunyai sepeda Onthel. Selain itu, ia sedang belajar di salah satu universitas di Belanda. Namun selagi libur ia pulang ke Hindia Belanda.
Kertasena datang tidak sendirian, ia ditemani oleh Slamet. Slamet adalah anak petani kecil yang bekerja untuk menggarap pertanian milik pemerintahan Hindia Belanda. Slamet sekarang bekerja dengan membuka kedai kopi.
“Loh, kamu udah pulang ke Kedu to? Sejak kapan kamu pulang?”
Pertanyaan Abimanyu dibalas oleh Kertasena, “Aku sudah sampe sejak semalam.”