[ Abimanyu Lingga Maulana ]
•••
Tiga bulan lebih Abimanyu telah kenal dan bahkan menjadi teman akrab dari Hendra, pria yang ia dan kawannya (Soetoyo) temui. Bagi Abimanyu, Hendra sudah seperti kakak kandungnya sendiri. Abimanyu berpendapat tentang Hendra bahwa ia adalah aktivis tulen yang selalu mempertahankan idealismenya, seorang yang sangat teliti, intuisinya tajam, dan intelektual. Hendra bukan hanya aktivis mainstream, tapi ia juga seorang kepala kantor surat kabar Nusantara cabang Yogyakarta.Pada saat ini, Abimanyu menjadi penulis lepas dari surat kabar Nusantara. Ia direkrut oleh Hendra karena Hendra tertarik pada gagasan yang dimiliki oleh Abimanyu. Bagaimana pun, Hendra selalu melihat sisi positif dari diri Abimanyu. Hendra melihat bahwa Abimanyu mirip seperti ayahnya yang sudah meninggal. Hendra berpendapat bahwa Abimanyu mirip dengan sang ayah karena ia sering sekali baca buku tentang politik, hukum, dan filsafat. Disamping itu, Abimanyu sangat peduli pada perjuangan rakyat jelata dalam menghidupi negara. Seperti dulu ayahnya, yang merupakan seorang teman dari Ki Hajar Dewantara. Bersama-sama dengan Ki Hajar Dewantara, ayahnya mendirikan sekolah Taman Siswa. Ayahnya juga menjadi guru disana. Beberapa kali Hendra mengajak Abimanyu dan Soetoyo berkunjung ke rumahnya Ki Hajar Dewantara yang berada di sekitaran kawasan Kadipaten Yogyakarta.
Jika Abimanyu menjadi penulis lepas, Hendra menjadi kepala kantor surat kabar Nusantara cabang Yogyakarta, maka Soetoyo menjadi seorang guru sejarah, seperti ayahnya. Bedanya, ayah Soetoyo merupakan guru di Sekolah Rakjat, kalau Soetoyo sendiri sekarang adalah guru di Taman Siswa. Soetoyo sekarang malah sering aktif dan menjadi lebih dikenal kalangan para anggota partai ketimbang sebelumnya. Tapi, 20 hari terakhir PKI tidak berkegiatan apa pun, dan beberapa anggotanya ditangkap karena menyerukan perlawanan terhadap pemerintahan walaupun tidak dengan mengangkat senjata.
Karier mereka melesat, sehingga mereka menjadi orang yang terkenal di Kadipaten Yogyakarta, bahkan hingga ke sekitaran Jawa Tengah. Mereka seperti ‘Tiga Serangkai’. Menurut sudut pandang Abimanyu yang dimaksud Tiga Serangkai adalah Marx-Engels-Lenin, kalau Soetoyo sendiri berpendapat Tiga Serangkai adalah Darsono-Semaoen-Alimin, sedangkan menurut Hendra adalah Douwes Dekker-Tjipto Mangunkusumo-Ki Hajar Dewantara. Ya, intinya mereka menyebut Tiga Serangkai berbeda-beda tokoh karena sudut pandang mereka berbeda.
Sebelumnya, Ibu Abimanyu meninggal kurang lebih dua minggu setelah ia bertemu Hendra. Ia sangat terpukul atas kematian ibunya, sampai-sampai ia berhenti dari kegiatan berpartainya. Lalu ia isi hari-harinya dengan menulis untuk surat kabar Nusantara, dengan kontrak per tulisan atau per artikel yang ia buat. Ia tidak tinggal di Kedu lagi, tapi ia sudah tinggal di Yogyakarta. Awalnya, ia tinggal di rumah Soetoyo untuk menghilangkan kesedihannya akibat ditinggal sang ibu. Ia selalu membawa foto ibunya di dalam sakunya kemana pun ia pergi. Setelah kira-kira seminggu setelah kematian Ibunya, ia menempati rumah baru di Yogyakarta. Walaupun ia tinggal di Yogyakarta, ia semakin pesimis dan menjadi malas mengikuti kegiatan partai. Hidupnya merasa tidak ada tujuan jikalau tidak ada sosok ibu yang mendukung. Beruntung ada dua sahabatnya, Soetoyo dan Hendra yang selalu mendukung.
Meskipun Abimanyu jarang mengikuti kegiatan partai akhir-akhir ini, ia masih tetap setia pada ide-ide Marxisme yang ayahnya perjuangkan dahulu. Lagi pula, PKI akhir-akhir ini sering diteror oleh pemerintahan, dan menyebut diri mereka sebagai pencuri para tanah kapitalis! Sekarang, PKI sudah tercerai berai, kekuatan persatuannya sudah melemah. Itu dikarenakan mereka tidak muncul ke publik secara terang-terangan. Abimanyu juga berpendapat, PKI lama-lama akan redup di bumi Nusantara ini. Walaupun PKI redup, namun ide dan gagasan dari Marxisme tidak akan pudar, dan akan tetap hidup hingga kemiskinan dan kesenjangan sosial teratasi.