[ Zuniar Ryker ]
•••
Langit yang Zuniar tatap persis menggambarkan isi hatinya yang sangat hampa, tanpa didampingi bulan juga tanpa taburan bintang.
Zuniar malam itu tengah menatap kosongnya malam dari jendela kamarnya dengan baju terusan berwarna biru muda sejari yang membuat lengan indahnya terlihat, terpaan angin menyapu rambut coklat keputihan miliknya lalu ia memejam matanya sesaat sebelum suara ketukan pintu sampai di telinganya.
"Masuk," ujarnya membalas suara ketukan itu.
"Kak, ibu semakin parah."
Ia membalikan tubuh menghadap arah suara yaitu suara adiknya Vayanina.
Ia mengambil rompi lengan panjang yang transparan berwarna senada dengan baju yang ia kenakan di atas tempat tidurnya lalu bergegas ke kamar sang ibu, begitupun Vayanina yang menyusul kakaknya dari belakang.
Ibu kandungnya dalam keadaan sekarat karena suatu penyakit, di sana ada ayahnya yang sedang memangku sang ibu di pahanya.
"Ayah akan menjaga ibumu, kalian istirahatlah," ujar Jenderal pada kakak beradik itu.
Zuniar tak kembali ke kamar, ia berjalan menuju sebuah kandang kuda dan masuk ke salah satu kandang yang kosong tanpa alas kaki. Zuniar menyingkirkan rumput hijau di lantai kandang dengan tangannya sendiri, di bawah lantai terdapat pintu , ada ruang rahasia yang hanya dia dan ayahnya yang tahu.
Jemarinya menyeret lembut railing tangga yang menurun dengan bajunya yang sedikit melebihi kakinya membuat dia sedikit kesusahan saat berjalan lalu sampailah ia ke sebuah ruangan sepetak yang sederhana.
Zuniar menghampiri meja yang ada di depannya, meja coklat panjang yang licin tanpa apapun di atasnya kemudian duduk di kursi coklat yang terbuat dari rotan berkualitas, di depan Zuniar duduk terdapat pula kursi yang sama.
Tak disangka meja yang bersih menyimpan banyak isi di dalamnya, ia mengeluarkan tumpukan map yang ada di dalam laci meja tapi ia hanya membuka satu map coklat usang yang berada pada posisi paling atas.
"Helixtroupen."
Ia mengangkat dan membaca map itu dalam cahaya lampu yang remang sembari menyenderkan tubuh serta kepala di kursi.
Zuniar menghela nafas panjang, meletakan map itu di atas meja, dan mulai berdiri.
Kaki tanpa alas perlahan mendekati sebuah rak buku yang tak jauh dari meja.
Buku-buku tersusun rapi walau berdebu dan beberapa sisi rak terdapat laba-laba yang sudah membuat sarang.
Ia mengambil sebuah buku hitam polos, tepatnya sebuah album foto.
Zuniar kembali duduk dan mulai membuka lembar pertama album itu.Fotonya sewaktu enam tahun, berlatar hitam putih dengan seekor kuda. Ia membuka lembar kedua. Ada fotonya dan Vayanina ketika ia berusia tujuh tahun dan Vayanina berusia enam tahun. Mereka kala itu sedang berada di sebuah pesta, ia mulai mengenang masa lalu.
Saat sepupunya menindas dan mengatai Vayanina sebagai anak inlander di sebuah pesta, Zuniar tak terima saat itu.
Ia ingin membela adiknya yang kala itu masih berusia enam tahun tetapi sang ibu menarik gaun kembang yang sedang digunakan Zuniar saat di pesta.