Epilog

132 23 4
                                    

[ All Characters ]
•••

Dor! Letusan pistol ke udara adalah isyarat dimulainya peperangan ini.

Upacara pelantikan para prajurit Helixtroupen yang awalnya berlangsung begitu khidmat seketika menjadi medan perang yang luar biasa ricuh. Para pribumi yang pada mulanya hanya berdiri sebagai penonton di tepi tanah lapang itu mendadak mengeluarkan senjata. Orang-orang tanpa pengalaman militer itu menantang sejumlah prajurit dengan kecakapan yang tak terbantahkan. Namun, justru saat itulah momen yang sudah ditunggu-tunggu bagi mereka, tatkala nyawa mereka dipertaruhkan untuk memperjuangkan kebebasan tanah tumpah darah mereka. Kawasan yang saat itu mereka pijak akan jadi medan pertarungan yang menelan banyak nyawa.


***


Zuniar sebagai pemimpin Helixtroupen tak terlihat kesulitan melawan gerombolan pribumi di hadapannya. Perempuan tersebut tak segan untuk turun tangan langsung melawan sekelompok pemberontak yang tengah sibuk mengacau. Meskipun begitu, dirinya cukup kagum bagaimana para pesuruh itu—begitu yang selalu ada di dalam pikirannya soal pribumi— sanggup mendapat senjata api walau jumlahnya terbatas.

Diiringi dengan sang penasihat setia, Rozaki, mereka berdua laksana malaikat maut bagi kumpulan pribumi itu.


***

Ya, Aku ‘Tali’, Cakra Wijayakusuma.” Pengakuan Cakra di hadapan anggota organisasi kemarin benar-benar jadi berita mengejutkan. Hanya dalam waktu beberapa menit dia langsung jadi pusat perhatian juga menerima begitu banyak tanggung jawab.

Begitu terdengar tembakan, ia bersama Vayaninna harus segera bertolak menembus sekumpulan prajurit di hadapan mereka untuk menyelesaikan salah satu tugas utama dari organisasi, menghabisi Zuniar Ryker.


***


Dengan pengalaman bertarung singkat dari Sujilah yang hingga saat ini belum ia ketahui batang hidungnya, Vaya terus melancarkan serangan dengan belatinya. Meski tak sehebat partnernya, Cakra, tapi cukup bagus untuk ukuran pemula yang baru belajar mengayunkan belati selama beberapa minggu.


***

14 tahun. Menganggap Adim selazimnya kanak-kanak adalah kesalahan besar, ia jauh lebih dewasa dari kelihatannya. Hidup sebagai putra kerajaan menempanya menjadi pribadi yang tangguh dan pemberani. Keberaniannya yang menjurus pada kenekatan bahkan berhasil membawanya turut terlibat dalam pertumpahan darah ini.


***


Pria berambut pirang itu mesti melawan orang-orang di depannya, prajurit dengan warna rambut dan mata serupa dengannya. Awalnya, dirinya cukup kesulitan untuk menguasai pertempuran itu, biarpun begitu, dengan bantuan Adim ia berhasil melancarkan serangan dan menyusun pertahanan. Mereka adalah partner yang begitu kontras, tapi kerja sama yang mereka bangun berhasil melengkapi kekurangan masing-masing.


***


Tak ada yang bisa dilakukan oleh Abimanyu sementara ini. Bagaimana tidak? Dirinya terjebak  dalam sebuah bus yang tidak diketahui ke mana tujuan akhirnya. Sambil masih mencari cara supaya bisa melarikan diri dari bus itu, ia berpikir alasan orang-orang ini menculiknya. Sepintas jawaban muncul di pikirannya: tulisannya adalah sebab dirinya dibawa.

The Rise of IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang