12. Siapa Bisma?

483 75 1
                                    

"Yang ini gimana, bagus gak?"

Jesper mengalihkan perhatiannya dari ponsel sejenak. Menatap Alin yang menempelkan sebuah gaun selutut di tubuhnya. Gadis itu tersenyum lebar terus menanyakan hal yang sama, masih seputar baju yang sejak tadi belum ia putuskan manakah yang harus dibeli.

"Bagus."

"Lo selalu bilang gitu," dengusnya. Alin meletakkan gaun itu ke gantungannya lagi.

"Emang semua bajunya cocok buat lo, Alin."

Alin berusaha menahan senyumannya mendengar itu. "Beneran?"

Dengan menurut saja Jesper mengangguk. Membuat senyuman milik Alin melebar. Ia menggamit lengan Jesper yang terbalut jaket, mengajaknya keluar dari toko pakaian bermerek itu.

"Ya udah, ayo sekarang kita cari makan aja."

Jesper menahan langkahnya. "Tunggu-tunggu, lo gak jadi beli baju?"

"Nggak." Alin menggeleng dengan entengnya.

"Jadi dari tadi kita tiga jam di sini ngapain?!"

Alin tertawa. Sambil mengajak Jesper berjalan dia berkata. "Kan, kata lo semua bajunya cocok buat gue. Buat apa gue beli? Gue, tuh, maunya beli baju yang sebelumnya gak pernah gue pakai. Biar lo bisa komentarin penampilan gue, sekaligus perhatian sama gue."

Jesper tertegun.

Alin tersenyum lagi, namun kali ini senyumnya terlihat berbeda. Menempelkan pipinya ke bahu Jesper yang tegap. "Kapan, ya, Jes. Kita bisa pacaran normal kayak orang-orang?"

***

Seperti katanya. Alin mengajak Jesper ke sebuah restoran makanan cepat saji di dekat toko yang tadi mereka singgahi. Alin menempatkan diri di meja dekat jendela. Memainkan ponselnya sambil menunggu Jesper yang ia minta memesankan makanan untuk mereka berdua.

Sembari itu, seorang gadis datang dan langsung duduk di depannya. Dengan gaya yang tidak jauh berbeda dengan Alin, berkelas dan glamor.

"Hai, Al."

Alin menengadah. "Ruby? Hai."

Dua gadis sosialita itu saling mengadu pipi lalu kembali duduk.

"Lo di sini juga?"

Ruby meletakkan tas branded-nya di atas meja. "Iya, gue di sini janjian sama seseorang. Lo sendiri?"

"Gue ... lagi makan siang bareng cowok gue. Tuh, dia lagi pesan makanan."

Ruby mengikuti arah tunjuk Alin ke antrean depan kasir. Hanya ada satu lelaki di sana. Di barisan kedua dengan posisi tangan bersedekap di depan dada.

"Dia cowok lo? Lumayan."

Alin ikut tersenyum mendengar pujian itu.

"Ngomong-ngomong, dia dari keluarga mana? Pastinya, dong, seorang Avelyn Clarezta gak bakal asal pilih pacar."

Sementara Ruby tersenyum penuh kemenangan, Alin memudarkan senyumannya. Ia paham betul apa maksud dari ucapan gadis itu, pasti berniat menjatuhkannya lagi. Seolah dia tidak ingin kalah dari seorang Alin. Ruby selalu punya sesuatu yang bisa ia bandingkan dengan sesuatu yang Alin punya.

"Oh atau ... pacar lo itu cuma gembel yang lo daur ulang? Lo dandanin dengan pakaian mahal supaya keliatan berkelas?" Ruby semakin merasa di atas awan karena diamnya Alin. "Ternyata selera lo makin anjlok, ya, Al. Belum move on dari Bisma, huh?" Ruby menarik senyuman miring. "Ayolah, Alin, forget him. (lupain dia.) Lo harus belajar nerima fakta kalau Bisma lebih suka sama gue."

Alin hanya merespon diam.

Ruby terkikik. "Yah, kenyataan emang kadang menyakitkan. Bisma juga—"

"Bisma siapa?"

Dua gadis itu menoleh, rupanya Jesper sudah ada di sisi meja. Membawa dua nampan besar berisi makanannya dan Alin.

Ruby berdiri. "Lo pasti cowoknya Alin, 'kan? Kenalin, gue Ruby. Gue mantan ... eh, nggak. Gue temannya Alin."

Jesper menatap gadis bernama Ruby itu dengan alis menukik. Dia melirik Alin, kekasihnya malah membuang muka. Mencari sesuatu yang menarik di jalanan ramai yang ia lihat lewat dinding kaca.

"Gue harus cabut, temen gue udah mau nyampe kayaknya. Bye, Alin. Gue pengen di pertemuan kita selanjutnya lo punya sesuatu yang bisa lo tunjukin ke gue. Dan gue harap ...," Ruby menatap Jesper dari atas sampai bawah. "Itu berlian asli, bukan imitasi."

Jesper terus memandang Ruby yang pergi meninggalkan mereka dengan tatapan memicing. Mencoba mencari tahu apa yang baru saja terjadi di meja ini. Jesper meletakkan dua nampannya di atas meja, duduk di tempat yang disinggahi Ruby tadi. Ia menyerahkan beberapa lembar uang pada Alin.

"Tuh, kembaliannya. Lain kali kalau mau ngajak makan di sini bilang dulu. Biar gue bisa nabung. Gak terus-terusan lo yang bayarin."

Alin tetap membungkam. Masih memperhatikan sesuatu di luar restoran.

Jesper mengeringkan tangannya yang basah setelah mencuci tangan. Berkutik dengan pesanannya, memisahkan kulit, daging, dan tulang ayam di nampan.

"Makan cepetan, abis ini langsung pulang. Gue harus ke bengkel, tadi Bang Jo nelpon katanya bengkel lagi rame."

Alin masih mengatupkan bibirnya. Sama sekali tidak tergoda dengan wangi makanan yang Jesper antarkan tadi. Jesper mengernyit melihat perubahan sikap Alin. Biasanya gadis itu selalu bersemangat jika sudah bersamanya.

"Al?"

Alin mengerjap saat Jesper menyentuh tangannya. Ia beralih menatap Jesper setelah puas memandangi sesuatu di depan restoran sana.

"Lo kenapa?" tanya Jesper dengan alis nyaris menyatu.

Alin menggeleng. "Gue ...."

"Kalau lo bilang 'gak pa-pa' gue malah semakin curiga sama lo."

Alin bungkam.

"Al—"

Alin menarik tangannya dari sentuhan Jesper, memasukan ponselnya ke dalam tas selempangnya, menyampirkannya ke bahu sebelah kiri. "Pulang, yuk!"

"Pulang? Gila lo, gue belum makan."

Alin melirik isi dalam nampan-nampan di atas meja yang masih utuh. "Bungkus aja, atau pesan yang baru. Tambahin satu lagi buat Tante Mira."

Meski masih merasa ada yang kurang beres, Jesper akhirnya menurut saja. Ia mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan tangannya. Meminta kantong makanan pada waiters yang lewat untuk membungkus makanan tak tersentuh itu.

Ia keluar dari restoran dengan Alin yang berjalan lebih dulu. Jesper memasang helmnya, menaikan standar motor besar kesayangannya sebelum meminta Alin untuk naik.

Di perjalanan pun, Alin hanya diam tak bersua. Tak seperti biasanya yang mengoceh panjang lebar sampai Jesper yang harus memintanya diam. Mungkin ada sesuatu yang membebani pikiran Alin, pikir Jesper menerka. Atau bisa jadi, ini ada hubungannya dengan si Bisma-Bisma itu.

SHE AND YOU ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang