"Jes, dicariin, tuh!"
Mendengar namanya disebutkan, Jesper segera menghentikan pekerjaannya sejenak, membersihkan tangannya dari sisa oli juga noda-noda hitam di kaosnya. Bahkan ia menyempatkan diri mengecek wajahnya di cermin kecil yang tergantung di dinding.
Jo terkikik. "Perfect amat, perasaan dulu kalo ceweknya dateng dikacangin."
Jesper hanya bisa tersenyum culas. Membersihkan tangannya dengan lap yang ada.
"Abis dikasih jatah kali, Bang," sahut salah satu temannya.
"Heh! Lo anak kecil jangan main sama yang begituan!" peringat Jo dengan nada bercanda. Bocah laki-laki itu malah tertawa tak berdosa.
"Ijin keluar bentar, Bang." Jesper meminta, melenggang pergi setelah mendapat anggukan. Mengabaikan siulan genit para pekerja yang juga merupakan temannya.
"Hei," sapanya. Menemui Alin yang menunggu di depan bengkel.
Alin berbalik begitu Jesper datang, menunjukkan sesuatu yang ia tenteng. "Nih, gue bawa makanan. Gue juga bawa buat temen-temen lo."
"Perhatian amat."
Alin tersenyum bangga. "Iya, dong."
"Duduk dulu." Jesper mendudukkan diri di bangku panjang depan bengkel, ia merasa heran kala Alin tak kunjung duduk. "Kenapa? Kotor, ya?"
"Bukan, gue cuma ... speechless aja." Alin mengedikkan bahunya. "Ternyata kalau lo manis keliatan lebih manusiawi, ya. Jadi berasa pacaran beneran."
Jesper terkekeh.
Alin akhirnya duduk di bangku besi yang diletakkan di depan bengkel. Ia membuka kresek yang dibawanya. Kali ini Alin membawa ayam bakar, begitu juga dengan apa yang ia bawa untuk teman-teman kekasihnya. Alin mencuci tangannya dengan air dari botol mineral yang juga ia bawa. Berniat menyuapi Jesper karena tangan pemuda itu belum bisa menjamin bersih.
"Enak?"
Jesper mengangguk. Berterima kasih lewat senyumannya. Alin tentu senang melihat itu. Ia dengan telaten menyuapi Jesper menggunakan tangannya sendiri. Bahkan tanpa ragu membersihkan sisa makanan di ujung bibir laki-laki itu. Tidak ada yang tahu kini jantung Alin berdebar sekuat apa.
Jesper merogoh sakunya saat merasakan ponselnya bergetar. Membukanya, membaca pesan dari sahabatnya.
Razka:
Lo sama Alin, 'kan?
Tanyain, dong, Moccha suka apaJesper:
Suka sama loRazka:
Serius, Jes!Jesper:
Iya, iya
Bentar gue tanya"Al."
Alin berdeham.
"Razka nanya Moccha suka apa?"
Alin menyuapi Jesper sekali lagi. "Mana gue tau? Tanya Gama aja mending, dia keknya tau banyak tentang Moccha."
Jesper berkutik dengan ponselnya lagi sambil mengunyah.
Jesper:
Alin gak tau
Tanya Gama aja katanyaRazka:
Keburu dihajar gue, bangsat -_Jesper:
Makan tuh karma!
Salah lo sendiri egois
Udahlah, gue mau pacaran
Bye!Razka:
Woy!Alin terkekeh melirik isi ponsel Jesper. Memberi suapan terakhir setelah dirasa makanan di mulut kekasihnya habis. "Razka keknya sekarang tertarik sama Moccha, ya?"
Jesper tersenyum geli. "Gue berani taruhan dia udah suka dari dulu, cuman gengsi mau bilang. Apalagi dia sempet keukeh masih suka sama Adiva." Jesper menggeleng tak habis pikir. "Gue masih inget waktu dia pertama kali cerita tentang Moccha. Dari keliatannya aja dia udah tertarik, cuman begitu dia tau Moccha ngejar-ngejar dia ... dia langsung menghindar. Katanya dia gak mau khianatin Adiva."
Alin tersenyum memaklumi. "Cinta pertama emang susah dilupain."
"Ya, lo emang bener." Jesper setuju. "Menurut lo mereka bisa jadian gak?"
Alin mengangguk, sambil mencuci tangannya setelah selesai menyuapi Jesper, mengeringkannya dengan tisu yang ia bawa di kantongnya. "Bisa, kenapa nggak? Apalagi sekarang Gama udah punya pacar. Gak ada halangan lagi buat temen lo ngejar Moccha. Kecuali ... kalau Moccha masih gak mau maafin dia. Ya, lo taulah dari cerita Razka kemarin. Moccha masih gak mau ngomong sama temen lo."
Jesper berdecap sambil menggeleng kasihan. "Bego, sih."
"Menurut lo, waktu kemarin lo cuekin gue itu bego juga?"
Jesper melirik Alin yang tengah tersenyum jahil. Dengan mengacak rambut Alin gemas. "Bego banget."
Alin tertawa manis mendengarnya.
Tiba-tiba, sebuah mobil mewah berhenti di depan bengkel. Terparkir tepat di depan mereka. Pengemudi itu keluar dengan terburu-buru, menghampiri Alin yang memasang wajah terkejut melihat kedatangannya.
"Oh, jadi selama ini lo kabur dari rumah dan sembunyi di sini?" Bisma geram, mencengkram lengan Alin hingga berdiri.
Alin berusaha menepis tangannya. "Lepasin gue!"
"Nggak! Sekarang lo ikut gue pulang!"
Dengan cekatan Jesper menarik tangan Alin dari cengkeraman Bisma. Menyembunyikan Alin di belakang tubuhnya. "Lo siapa dateng-dateng main kasar aja?!"
Bisma menatap Jesper dengan aura permusuhan. "Elo yang siapa!"
"Gue pacarnya, mau apa lo!"
Bisma terdiam dengan pandangan tajam, ia mengertatkan giginya marah. "Lo bakal nyesel berurusan sama gue."
"Gue gak takut! Kalau lo sampai nyakitin Alin lagi, lo gak bakal tau apa yang bisa gue lakuin. Mungkin lo orang kaya, tapi uang lo sama sekali gak berpengaruh buat gue."
Bisma menatap Alin yang berlindung di belakang tubuh Jesper dengan tatapan menusuk. Ia beralih ke Jesper lagi, tersenyum miring. "Apa lo tau? Pacar lo itu ... calon tunangan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE AND YOU ✓
Teen FictionOperasi yang ia jalani membuat Razka akhirnya bisa melihat lagi. Sayangnya, ketika ia sudah bisa melihat indahnya dunia, gadis yang ia sayangi harus menutup mata. Razka berusaha mencari mataharinya lagi, sampai ia bertemu dengan Moccha. Gadis ajaib...