"Woy! Udah belum?!"
"Bentar! Belum bikin alis!"
Jesper berdecak. Dengan lesu ia duduk di rerumputan di bawah jendela kamar Alin yang lumayan tinggi.
Pagi ini, Alin meminta Jesper mengantarnya pulang. Untuk mengambil seragam sekolah juga beberapa alat tempurnya yang tertinggal di kamar. Mereka bisa masuk ke dalam kawasan rumah ini dengan mengendap-endap seperti pencuri. Alin bilang, orang di rumahnya tidak boleh tahu jika dia datang. Dia masih dalam masa kabur, katanya.
Pagi-pagi Jesper dibuat kerepotan sendiri karena gadis itu. Belum lagi ia tidak sempat menjelaskan pada sang ibu mengapa Alin ada di kamarnya, menginap sepanjang malam tanpa sepengetahuan darinya. Jesper terpaksa menunda pertanyaan ibunya karena harus mengantarkan Alin pulang. Untuk segera bersiap ke sekolah karena jam hampir menunjukkan pukul tujuh.
Jesper mengaduh keras saat sebuah tas tiba-tiba jatuh menimpa kepalanya. Jesper menengadah, ia melotot. "Heh! Gila lo! Jangan loncat dari sana!"
Alin menyempilkan kepalanya dari jendela. Ia menekan telunjuk ke bibirnya sambil melihat situasi sekitar. "Sssst! Lo bisa nangkep gue, 'kan?"
Jesper menggeleng panik. "Nggak, nggak, nggak! Gak mau gua. Lagian di rumah lo ada pintu ngapa harus lewat jendela, sih?!"
Alin mengeluarkan wajah tersiksa seraya menyatukan tangannya. "Jes, tolonglah. Ya? Gue enteng, kok. Badan gue ideal gak gendut-gendut amat. Please, ya? Please ...."
Jesper menghela napas kasar. "Kenapa, sih, lo selalu nyusahin gue? Ayo, sini."
Alin tersenyum lega. Ia melewati pembatas jendela bersiap untuk melompat turun. "Siap, 'kan, Jes? Oke, gue turun."
"Eh, bentar-bentar ... aw! Uhuk! Uhuk!"
Jesper meringis sampai terbatuk-batuk. Ia belum selesai pasang badan namun Alin sudah melompat duluan. Menjadikan tubuhnya kini berada di tempat yang tak seharusnya. Di atas Jesper yang jatuh tengkurap karena tak mampu menahan berat Alin.
"Lo minggir, kek!"
"Oh, hehe. Maaf-maaf."
Alin cengar-cengir. Segera bangun dari posisinya. Tak lupa membantu Jesper ikut berdiri. Pemuda itu bangun dengan susah payah, berusaha menahan nyeri yang menerjang tubuhnya.
"Punggung aman?"
Jesper meringis. "Encok gue keknya."
Bukannya merasa bersalah Alin tertawa geli melihat mimik kesakitan itu.
"Lho, Neng? Itu Neng Alin, 'kan? Pak! Nyonya! Neng Alin pulang!"
Alin panik saat seorang tukang kebun memergokinya. Ia mengumpat kecil. Dengan segera mengambil tasnya dan tanpa mau tahu menyeret Jesper yang masih meratapi kesakitannya ikut berlari bersamanya.
"Cepetan, Jes!" Alin memekik semakin panik. Menyuruh Jesper menyiapkan motornya yang diparkir tak jauh dari rumah.
"Sabar! Gue sakit gini juga gara-gara lo!"
"Tunda dulu marah-marahnya. Gawat ini gawat!"
"Gawat kenapa, sih?"
"Entar gue jelasin."
Alin melebarkan matanya saat satpam rumah malah mengejarnya, bersama seorang pembantu dan tukang kebun yang tadi. Dengan cepat ia naik ke motor Jesper yang langsung melaju. Berharap sang mata-mata papanya tidak melihat dan mengejarnya. Alin menengok ke belakang, syukurnya tidak ada satupun kendaraan yang ia kenali mengikutinya. Ia akhirnya bernapas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE AND YOU ✓
Genç KurguOperasi yang ia jalani membuat Razka akhirnya bisa melihat lagi. Sayangnya, ketika ia sudah bisa melihat indahnya dunia, gadis yang ia sayangi harus menutup mata. Razka berusaha mencari mataharinya lagi, sampai ia bertemu dengan Moccha. Gadis ajaib...