9. Moccha Tidak Boleh Berharap

695 124 21
                                    

"Rumah lo di mana?"

Moccha mencondongkan wajahnya saat Razka bertanya. Suaranya yang berlomba dengan angin jalan membuat telinga Moccha sulit mendengar. "Turunin Moccha di taman kota aja!"

"Gue tanya rumah lo di mana?!"

"Moccha bilang, turunin Moccha di taman kota aja, Razka!" balas Moccha berteriak tak kalah kencang.

Razka membelokkan setir kemudinya. Menuju taman kota sesuai dengan permintaan Moccha. Sekitar lima menit perjalanan, mereka akhirnya sampai. Razka memberhentikan motornya tepat di bahu jalan taman kota.

Moccha pun turun dengan lebih mudah dari motor Razka karena trotoar yang lumayan tinggi berada tepat di bawah kakinya.

"Rumah lo di mana?" Razka celingukan. Dari pandangannya, sama sekali tidak ada rumah atau apartement di sekitar sini.

"Ada di deket sini, kok, makasih udah nganterin Moccha pulang."

Razka menatapnya tanpa ekspresi, mengangguk samar menerima ucapan terima kasih dari Moccha. Ia memasang helmnya lagi, menaikan standar motornya sebelum melaju pergi begitu saja. Lagi-lagi meninggalkan Moccha yang harus menghela napas sabar karena sikap acuh tak acuhnya.

Laki-laki itu seolah enggan padanya. Apapun yang dia lakukan pasti karena terpaksa. Bagaimana Moccha bisa berteman baik dengannya jika sudah begitu? Moccha yang salah. Niat baik Razka tadi seharusnya tidak dianggap sebagai harapan. Moccha terlalu takut untuk memulai perasaan ini. Di samping Razka sendiri, nampak begitu muak dengan kehadirannya.

***

Rumah bukanlah tujuan utama Razka kali ini. Setelah mengantarkan Moccha tadi, Razka berbelok arah menuju rumah sakit. Hari ini tentu bukan jadwalnya untuk memeriksakan diri. Razka hanya ingin berkunjung, menemui seseorang yang telah lama tertidur tanpa tahu kapan ia akan bangun.

Razka memarkirkan motornya di tempat yang seharusnya. Tak perlu bertanya pada resepsionis lagi. Ia tahu di mana ruangan gadis itu dirawat selama hampir setahun ini. Razka melangkah dengan pasti. Tersenyum pada semua orang yang ia temui. Kini perasaannya menjadi sedikit berbunga, efek bahagia karena akan bertemu dengan satu-satunya gadis yang ia cintai.

Satu-satunya alasan Razka bisa tersenyum tulus. Menjadi alasan utama mengapa Razka ingin menjalani operasi. Hanya untuk bisa memandang wajah ayunya.

Sayang, saat Razka sudah membuka mata, gadis itu malah menutup matanya. Takdir seolah mempermainkan Razka. Ia yang seharusnya kini tertawa bahagia karena akhirnya bisa bertemu dan bertatap muka dengan gadis itu. Tapi dia malah berada di dimensi lain. Entah berada di mana, di antara ambang hidup dan mati.

Akhirnya, Razka sampai di ruangan yang ia tuju. Sama seperti hari-hari sebelumnya, Razka masih tidak berani masuk ke dalam. Yang bisa ia lakukan hanya memandang gadis itu dari balik kaca yang berfungsi sebagai tembok pemisah antar ruangan. Menampilkan gadis dengan kulit pucatnya, wajah tirus tak terawat. Rambut hitam legam sepanjang bahu yang nampak begitu kusam.

Walau begitu, paras cantiknya masih bisa terlihat di wajahnya yang tak bisa merona lagi. Wajah itu dulu, tak bisa Razka pandangi. Namun bisa membuatnya jatuh cinta lewat sapuan suara lucunya. Yang mampu membuat Razka merasakan jatuh cinta lagi dan lagi.

Debaran ini masih sama, seperti saat Razka memandang wajahnya kini, sama seperti saat Razka mendengar suaranya dulu. Andai saja, Tuhan mau berbaik hati menjawab do'anya. Ia ingin gadis itu segera pulih, banyak yang menyayanginya di dunia ini. Banyak yang merindukan tawa lepasnya.

Razka ingin menyampaikan rasa terima kasihnya secara langsung, karena Adiva ... yang membuatnya bisa seperti sekarang.

Adiva hanya berbaring seorang. Pemuda yang biasanya tidak pernah absen selalu berada di sampingnya kini tidak terlihat. Gadis itu benar-benar sendiri, ditemani beberapa alat medis yang menunjang hidupnya agar bisa bertahan lebih lama di masa komanya.

Banyak yang menunggunya untuk bangun. Termasuk Razka. Tak peduli beribu orang di luar sana mengatakan jika Adiva telah tiada. Di dunia ini, hanya ada dua orang yang yakin Adiva akan pulih dari masa komanya. Hanya dia dan ....

"Kenzie?"

SHE AND YOU ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang