19. Kenyataan Memang Selalu Pahit

441 64 0
                                    

Razka terkejut Jesper tiba-tiba melemparkan tas sekolahnya tepat mengenai meja yang sedang Razka tempati.

"Lo ngapa, dah?"

"Abis dihukum." Jesper menjawab, duduk di kursi sebelah Razka dengan lunglai.

"Gara-gara telat?" tanya Razka menerka. Sejenak mengacuhkan ponselnya.

Jesper mengangguk. 

"Dihukum ngapain?"

"Nyapu lapangan sama Alin."

Razka berdecih. "Lagian lo ngapain pake acara telat segala, sih?"

Mendengar nada santai itu, Jesper mengernyit tak suka. Sepertinya Razka tidak peka ada seseorang yang ia rugikan di sini. Razka kembali bermain ponselnya, tanpa menyadari Jesper menatapnya dengan gimik sulit dimengerti.

"Gue telat kar'na abis nganterin Moccha."

Razka membeku.

Jesper melirik sahabatnya sambil menyindir. "Yang abis lo telantarin di tengah jalan," lanjutnya.

Untuk beberapa saat lamanya Razka terdiam, ia menggelengkan kepalanya dengan kekehan kecil. "Dia ngadu?"

"Ka, sebenernya maksud dari tujuan lo apa, sih? Kenapa lo selalu berlaku gak adil sama Moccha?"

Razka diam saja.

"Moccha itu cewek baik-baik, dia gak seperti apa yang lo pikir selama ini."

"Bagi gue ... gak ada cewek sebaik Adiva. Entah itu cewek yang lo sebut tadi atau orang lain, gue gak peduli."

Jesper berdecak.

"Satu-satunya cewek yang pantes dapet perhatian dan perlakuan baik dari gue itu ... cuma Adiva. Titik."

Jesper melirik sesuatu yang ada di ponsel Razka, yang sejak tadi Razka tatap-tatap. Ternyata, foto Adiva. Yang entah ia dapat dari mana. Jesper geram, ia merampas ponsel Razka dan membantingnya ke dinding hingga hancur.

"Jes!" pekik si empunya.

Jesper berdiri dari duduknya. "Terima kenyataan, Ka. Cewek yang lo suka itu udah mati. Gak ada harapan buat dia hidup. Harapan lo itu cuma harapan kosong yang nyakitin semua orang. Kalau aja Adiva bisa liat keadaan lo sekarang, gue yakin, dia bakal kecewa sama lo."

Razka melengos ke arah lain.

"Gue tau lo suka sama Adiva, Ka. Bahkan gue juga. Tapi gue masih punya hati, gue masih punya otak buat mikir. Gue berjanji sama diri gue sendiri untuk nggak nyakitin cewek yang naruh rasa sama gue. Gue hargain perasaan mereka, supaya mereka gak ngalamin hal yang sama kek gue ... kek kita." Jesper menatap sahabatnya prihatin. "Kalau lo emang sayang sama Adiva, relain dia pergi. Lo udah liat pake mata kepala lo sendiri, 'kan? Dia sekarat. Semakin lo cegah dia pergi, Adiva semakin tersiksa."

Razka memandangnya datar tanpa makna.

Jesper berdecak miris. "Lo brengsek, Men. Lo nyakitin dua hati cewek sekaligus."

Jesper pergi begitu saja. Meninggalkan Razka yang tak peduli ponselnya hancur berkeping-keping, ia lebih memikirkan ucapan Jesper yang mengenai ulu hatinya.

"Ini semua gara-gara lo, Moccha."

SHE AND YOU ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang